RADARBEKASI.ID, KALTIM – ”Beli semua atau jual semua”. Begitu kira-kira awal kisah sukses Low Tuck Kwong di bisnis tambang batu bara, PT Bayan Resources.
Low Tuck Kwong biasa menghabiskan waktu senggangnya dengan mengelilingi kebun binatang dan buah. Tempatnya dekat dengan tambang batu bara miliknya di Tabang, Kalimantan Timur.
Pengusaha yang versi Forbes menjadi orang terkaya di Indonesia saat ini tersebut menginvestasikan USD 4 juta (kurs sekarang sekitar Rp 62,6 miliar) untuk kebun binatang dan buah itu.
”Saya memang penyayang binatang,’’ kata pria kelahiran Singapura yang pindah ke Indonesia sejak lima dekade silam itu, dalam wawancara dengan The Straits Times April lalu.
Low termasuk pebisnis yang jarang muncul ke permukaan. Jarang pula bersedia diwawancarai media. Karena itu, saat Forbes merilis daftar tahunannya belum lama ini dan menempatkan pengusaha batu bara tersebut di tempat teratas –menggeser Hartono bersaudara dari Djarum–, banyak orang yang terkejut.
BACA JUGA: Jadi WNI
Apalagi, dia bergerak di bisnis yang disebut termasuk sunset industry. Jawa Pos (Induk Radar Bekasi) menanyai beberapa pengusaha kemarin, tapi tak ada yang mengenal secara dekat pria kelahiran 17 April 1948 itu.
Mengutip The Straits Times, Low sebenarnya berniat menjual sahamnya di perusahaan tambang batu bara sebelum pandemi Covid-19. Namun, upaya itu gagal karena tak ada yang mau menanamkan modal di industri tersebut. Maklum, harga batu bara saat itu anjlok di kisaran USD 50–70 per ton.
Namun, bukannya mengobral, taipan asal Singapura itu justru memborong 199 juta lembar saham PT Bayan Resources, perusahaan terbuka di mana dia menjadi pemegang saham terbesar. ’’Sangat sederhana. Kalau saya tak bisa menjual saham bagian saya, lebih baik saya beli lagi,’’ ungkapnya, menurut Bloomberg.
Strategi Low hanya bisa dilakukan investor kakap. Sebab, di saat tidak ada penyerap, artinya harga sama sedang dalam tahap terendah. Itu memang jadi kesempatan bagi yang mempunyai modal.
Benar saja, strategi itu berbuah manis. Pandemi, ditambah krisis geopolitik Rusia-Ukraina, membuat banyak negara mengingkari komitmen yang dibuat dalam COP26 Glasgow tahun lalu. Saat itu 40 negara berjanji bakal menghindari batu bara. ’’Pasar (batu bara) sebenarnya masih seimbang, dan bahkan kekurangan suplai,’’ ungkap Chief Financial Officer Bayan Resources Alastair McLeod.
BACA JUGA: Low 100 Kilo
Karena banyak yang mencari, harga batu bara meroket berkali-kali lipat. Sembilan bulan pertama 2022, perusahaan itu meraup pendapatan USD 3,3 miliar. Dengan keuntungan tumbuh empat kali lipat.
Nyatanya, kekhawatiran soal lingkungan belum bisa menekan nafsu konsumsi batu bara. Menurut Shirley Zhang, analis pasar batu bara dari Wood Mackenzie, pasar batu bara juga tak akan lesu meski konflik Rusia-Ukraina mereda. ’’Kebanyakan negara Asia bakal membutuhkan komoditas itu hingga 2050,’’ tegasnya.
Saat diwawancarai Forbes, Low menegaskan tak akan meninggalkan industri tambang batu bara. Dia tak menampik, komitmen transisi energi dari banyak negara pada dasarnya menjadikan batu bara sebagai sunset industry. Namun, dia yakin itu masih dalam hitungan dekade.
’’Dengan biaya produksi yang paling efisien dan batu bara kami dengan emisi sangat rendah, kami yakin bisa menjadi salah satu yang berdiri paling terakhir (di industri batu bara, Red),’’ jelasnya.
Low sendiri merantau ke Indonesia pada 1973. Pria 74 tahun itu awalnya bergerak di sektor konstruksi. Sama dengan usaha yang dijalankan sang ayah, pemilik firma Sum Cheong di Singapura. Proyek pertamanya adalah pembangunan pabrik es krim di Jakarta.
Di Jakarta, dia bertemu Liem Sioe Liong, pendiri Salim Group. Liem tiba-tiba menyapanya saat menggarap proyek pertama. ’’Dia melihat proyek kami dan mengajak berbicara. Mereka (Liem dan penerusnya, Anthony Salim, Red) sangat berjasa bagi kami,’’ jelas pria yang menjadi WNI sejak 1992 tersebut.
Dia pun bertemu Ciputra yang saat itu berurusan dengan Pemprov DKI Jakarta dalam joint venture Pembangunan Jaya. Perusahaan itulah yang membuatnya ikut terjun sebagai kontraktor batu bara pada 1987.
Dia memilih menekuni bisnis tambang yang dinilainya lebih stabil. ’’Perjalanannya memang tak mudah. Banyak orang yang bilang kami gila karena membeli tambang,’’ kata Low. (jpc)
BACA JUGA: Kera Slow
BACA JUGA: Durian Low
BACA JUGA: Haji Aseng