Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

Waspadai Pencurian Data IKD

Direktur Eksekutif ICT, Heru Sutadi

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Pemerintah mesti berhati-hati dan memperhatikan betul keamanan data pribadi setiap warganya dalam Identitas Kependudukan Digital (IKD). Pengamat keamanan siber menilai pemerintah memastikan semua aspek dalam kebijakan IKD ini, seperti sarana, infrastruktur, proteksi keamanan data, hingga regulasi mengenai penggunaan data pribadi.

Beberapa kali publik digegerkan dengan informasi bocornya data pribadi masyarakat Indonesia, informasi ini muncul sebelum pemerintah memutuskan untuk mendigitalkan identitas kependudukan warganya. Bocornya data pribadi ini memunculkan banyak dugaan, bersumber dari pihak swasta maupun dari sistem milik pemerintah, hal ini menjadi catatan penting keamanan data pribadi di Indonesia.

Direktur Eksekutif ICT, Heru Sutadi menilai, identitas digital sebagai bagian dari transformasi digital bagaikan dua sisi mata uang. Satu sisi memberikan kemudahan pada public, satu sisi lagi keamanan siber yang harus benar-benar dipastikan.

“Kita khawatir identitas digital ini justru memberikan ruang untuk kemudian pelaku kejahatan siber mengambil data kependudukan Indonesia secara lebih luas,” katanya.

Beberapa kasus bocornya data pribadi yang pernah terjadi kata Heru, menunjukkan bahwa perlindungan terhadap data pribadi di Indonesia masih bermasalah. Bahkan, ia memulai dibutuhkan satu langkah revolusi dalam dunia administrasi kependudukan di Indonesia, salah satunya dengan cara merubah seluruh NIK warga negara.

Perubahan NIK ini perlu dilakukan lantaran sudah banyak data yang bocor. Selama proses perubahan NIK, pemerintah bisa menyiapkan sistem dengan keamanan data yang sangat kuat, berikut dengan prosedur penggunaan data pribadi sehingga dapat dipertanggungjawabkan.

Tidak kalah penting, keterhubungan antara satu data dengan data lainnya juga perlu menjadi evaluasi. Saat ini kata Heru, dengan mengetahui NIK seseorang, maka data pribadi lainnya milik orang tersebut dapat dengan mudah diketahui, seperti email, sampai nomor handphone.

“kalau saya melihat bahwa yang urgensi adalah bagaimana menjaga keamanan data pribadi masyarakat, itu harus didahulukan dibandingkan identitas digital yang ditawarkan,” tambahnya.

Senada, Peneliti Keamanan Siber, Alfons Tanudjaya mengatakan, yang paling penting dan dibutuhkan saat ini adalah menunjukkan kemampuan untuk memproteksi data. Termasuk mempertanggungjawabkan data pribadi masyarakat yang bocor.

Alfons menilai bahwa data kependudukan Indonesia sudah bukan rahasia lagi, bahkan ia menyebut sudah tidak ada yang perlu dibocorkan lagi. Selain itu, masyarakat juga disebut sudah menderita imbas dari kebocoran data pribadi ini.

“Yang benar adalah mereka itu harus menunjukkan bahwa mereka mampu memproteksi data dulu, bukan sibuk cari proyek, pertanggungjawabannya mana atas data yang bocor ini. Lalu siapa yang ingin memanfaatkan datanya harus melewati prosedur tertentu dan isinya diikuti, sehingga bisa di track kalau bocor dari mana, itu dulu nomor satu,” paparnya.

Di atas kertas, penggunaan QR Code hingga Face Recognition sudah benar. Hanya saja, kalau tidak memiliki kemampuan yang mumpuni, serta kedisiplinan untuk menjaga keamanan sistem yang dimiliki, penggunaan QR Code dan Face Recognition tersebut akan menjadi percuma. Face Recognition yang digunakan harus disimpan dengan baik, menggunakan metode enkripsi yang baik.

Selain faktor keamanan siber, faktor lain yang menjadi pertanyaan adalah jaminan semua orang wajib KTP di Indonesia memiliki telepon genggam yang memadai untuk mendukung implementasi IKD ini.

“Yang kedua apakah handphonenya mampu menampilkan QR Code atau apapun yang ingin ditampilkan. Tiga, apakah jaringannya memadai, apakah di daerah yang jaringannya tidak bagus lalu tidak boleh KTP gitu loh, nah itu yang perlu dipertanyakan,” tambahnya. (sur)