RADARBEKASI.ID, BEKASI – Pura Parahyangan Agung Jagatnatha Pasundan di Desa Sukahurip Kecamatan Sukatani Kabupaten Bekasi, Selasa (21/3/2023) siang itu teduh. Pepohonan menjulang tinggi menutupi area Pura yang berada di tengah pematang sawah hingga membawa keteduhan.
Ratusan umat Hindu berdatangan sembari membawa sesajen berjalan kaki melintasi jalan pematang sawah. Ketika sampai di gerbang Pura, langsung disambut senyum ramah para Pecalang dan diarahkan menuju area tempat upacara Tawur Agung Kesanga.
Hari ini, Rabu (22/3/2023) Hari Raya Nyepi tahun baru Saka 1945. Hari yang paling sakral bagi umat hindu. Nyepi sendiri adalah pembersihan Bhuana Alit atau membersihkan diri sendiri dengan cara Catur Brata Penyepian.
BACA JUGA: Lihat Nih, Suasana Nyepi di Kampung Bali, Kota Bekasi
Catur Brata Penyepian itu merupakan rangkaian dari hari raya Nyepi dimana Umat Hindu akan melaksanakan empat pantangan yaitu, Amati Karya (larangan untuk bekerja atau beraktifitas), Amati Geni (larangan untuk menyalakan api dan menahan hawa nafsu), Amati Lelungan (larangan untuk berpergian) dan Amati Lelanguan (larangan untuk mengadakan hiburan atau pesta).
“Besok (hari ini) kita pembersihan Bhuana Alit. Bhuana Alit itu adalah diri kita sendiri. Makanya besok kita melaksanakan yang disebut dengan Catur Brata Penyepian,” ungkap Gede Artawan (44) Ketua Paguyuban Umat Hindu Kabupaten Bekasi, usai upacara Tawur Agung Kesanga di Pura Parahyangan Agung Jagatnatha Pasundan, Selasa (21/3/2023).
Meski Hari Raya Nyepi dirayakan umat Hindu dengan cara Catur Brata Penyepian, berbagai rangkaian juga dilakukan ketika menyambut hari raya sakral itu. Salah satunya adalah hari pengerupukan.
BACA JUGA: Nyambut Nyepi Kampung Bali Buat Karnaval
Hari pengerupukan merupakan salah satu tahapan yang dilaksanakan satu hari sebelum Hari Raya Nyepi, yaitu upacara Tawur Agung Kesanga yang bertujuan menyeimbangkan Bhuana Agung atau alam semesta dengan Bhuana Alit atau isi alam semesta diri sendiri.
“Perayaan 1 hari sebelum Hari Raya Nyepi itu disebutnya Hari Pengerupukan. Hari Pengerupukan itu lebih juga dikenal dengan kita melaksanakan proses Tawur Agung Kesanga jadi tujuan dari pada upacara Tawur Agung Kesanga ini adalah kita menyeimbangkan antara Bhuana Agung dan Bhuana Alit. Dan pembersihan bhuana Agung untuk menghadapi tahun baru Nyepi tahun Saka 1945 kalau di tahun masehi adalah 2023,” tambah Gede Artawan.
Upacara Tawur Agung Kesanga ini ditujukan untuk membersihkan Bhuana Agung dan Bhuana Alit dengan cara Mecaru.
BACA JUGA: Puji Toleransi Kampung Bali
Mecaru sendiri adalah proses upacara bagi umat Hindu untuk menjaga keharmonisan antara manusia dengan alam semesta. Memberikan sesajen kepada alam semesta dan Bhuta Kala yang selama ini menyertai kehidupan manusia agar tidak mengganggu saat melaksanakan Catur Brata Penyepian esok harinya.
“Makna dari pada Tawur Agung Kesanga ini yaitu pembersihan Bhuana Agung jadi Bhuana Agung itu adalah alam semesta, kalau besok kita pembersihan Bhuana Alit, Bhuana Alit itu adalah diri kita sendiri dengan Catur Brata Penyepian. Kita membersihkan Bhuana Agung dengan cara melakukan proses mecaru tadi di sini sudah dilakukan proses mecaru artinya bahwa kita memberikan sesajen sesuatu kepada alam semesta, kepada Bhuta Kala yang selama ini menyertai kehidupan manusia. Jadi saat ini kita berikan mereka itu upah ataupun berikan mereka itu sesuatu agar saat kita melaksanakan Catur Brata Penyepian esok mereka tidak mengganggu kita, tapi mereka akan mendukung kita,” beber Gede Artawan.
Selain itu, di penghujung upacara juga dilakukan dengan mengarak Ogoh-Ogoh yang disimbolkan umat Hindu sebagai Bhuta Kala.
BACA JUGA: Sambut Nyepi, Umat Hindu Bekasi Gelar Upacara Tawur Agung
Warga sekitar pun sangat antusias untuk menonton arak-arakan Ogoh-Ogoh yang dilakukan satu tahun sekali itu.
Arak-arakan Ogoh-Ogoh itu dipanggul oleh 10 orang melintasi pematang sawah hingga menuju jalan utama pemukiman warga dan kembali lagi menuju Pura untuk dibakar sebagai tanda agar Butha Kala tidak lagi mengganggu kehidupan manusia.
“Ogoh-Ogoh itu melambangkan Bhuta Kala, artinya sesuatu atau pun kita kita di Hindu itu meyakini adanya kehidupan antara kehidupan kita manusia dengan kehidupan alam lain. Nah Bhuta Kala ini lah yang ada kehidupannya di alam yang lain. Setelah itu kita arak, setelah kita arak kita bakar jadi kita hilangkan itu Bhuta Kala itu agar tidak mengganggu kehidupan kita selanjutnya di tahun baru selanjutnya. Jadi prosesi ini dilakukan secara berkesinambungan setiap tahun sekali setiap perayaan hari raya Nyepi,” ungkap Gede Artawan.
Upacara Tawur Agung Kesanga di Pura Parahyangan Agung Jagatnatha Pasundan ini dihadiri oleh 400 umat hindu dari berbagai wilayah, yaitu Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi hingga Karawang. Tahun baru Saka 1945 ini menjadi upacara Tawur Agung Kesanga keempat yang diselenggarakan di Pura Parahyangan Jagatnatha Pasundan di Desa Sukahurip, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Bekasi.
“Setelah diperkirakan rumah kita yang mengikuti acara hari ini mungkin diperkirakan sekitar 400 orang dari wilayah Kabupaten Bekasi dan sekitarnya tadi ada juga yang dari Kota Bekasi dan ada juga yang dari Karawang. Pura Parahyangan Agung Jagatnatha Pasundan ini kita memulai melaksanakan Tawur Kesanga itu di tahun 2020 tahun awal-awalnya Covid-19. Kita sudah melaksanakan upacara Tawur Agung Kesanga di sini sebanyak 4 kali,” tutupnya. (ris)