RADARBEKASI.ID, BEKASI – Direktur Eksekutif Center for Energy Security Studies (CESS) Ali Ahmudi Achyak, mengingatkan agar calon investor dan mitra kerjasama untuk pengolahan sampah oleh perusahaan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di TPA Sumurbatu, berhati-hati dengan keputusan Wali Kota Bekasi di penghujung masa jabatannya. Kepastian hukum dan keberlanjutan bisnis sangat penting bagi mitra dan investor.
’’Tidak ada salahnya pihak mitra dan investor membuka diskusi dan negosiasi dengan Pemkot Bekasi untuk menunda pengumuman pemenangnya. Jika terpaksa Pemkot Bekasi sudah mengambil keputusan, maka pihak mitra dan investor pemenang harus meminta garansi, bahwa siapapun pemerintah berikutnya, perjanjian yang sudah ada, tetap mengikat secara G to B. Itu akan lebih aman,’’ sarannya, saat dihubungi Radarbekasi.id, Minggu (27/8/2023).
Saran tersebut disampaikan Ali Ahmudi menyusul adanya potensi pengumuman pemenang calon mitra kerjasama atau investor PLTSa di TPA Sumurbatu, akan diumumkan Wali Kota Bekasi Tri Adhianto di ujung masa jabatannya sebagai Wali Kota Bekasi. Tri Adhianto sendiri akan berakhir sebagai Wali Kota Bekasi pada 20 September 2023.
BACA JUGA: Wali Kota Bekasi Diminta Tidak Terburu-buru Umumkan Perusahaan Pemenang Tender PLTSa TPA Sumurbatu
Seperti diberitakan, Pemkot Bekasi bakal memilih satu diantara dua perusahaan yang dinyatakan lulus tender sebagai pengelola PLTSa di Kota Bekasi. Dua perusahaan yang disebut lulus seleksi itu adalah konsorsium MHE dan konsorsium SUS. Kedua perusahaan tersebut berasal dari luar dan dalam negeri.
’’Baru kita evaluasi dan pertengahan September pengumuman,’’ ungkap Kepala Bagian Barang dan Jasa Sekretariat Daerah Kota Bekasi, Bilang Nauli Harahap, Selasa (15/8/2023) lalu.
Ali menambahkan, pemerintah sebagai pemegang amanah rakyat untuk mengelola birokrasi memang memiliki tugas untuk melayani masyarakat dan memberikan kinerja terbaik, salah satunya dalam pengelolaan sampah. Karena tugas yang spektrumnya luas dan kompetensi yang terbatas itulah, maka wajar pemerintah mencari mitra profesional untuk mengelola sampah di Kota Bekasi.
BACA JUGA: Tender Perusahaan PLTSa di Kota Bekasi Sisakan 2 Perusahaan, Pemkot Bekasi Bilang Begini
’’Secara aturan struktural, wewenang seorang pejabat untuk membuat keputusan apapun sesuai dengan tupoksinya adalah sah,’’ imbuhnya.
Meski begitu, sambung Ali Ahmudi, secara etika seharusnya seorang pejabat yang hampir berakhir masa tugasnya menahan diri untuk mengambil keputusan atau membuat peraturan yang akan berdampak besar dan luas bagi masyarakat dan pejabat sesudahnya.
’’Jika memang urusan pengelolaan sampah ini dianggap strategis ke depan, seharusnya tidak terburu-buru memutuskan dan membuat kesepakatan dengan mitra. Diskusi dan kajian boleh saja dilakukan secara lebih mendalam sebagai bahan masukan dan rekomendasi untuk pemerintahan berikutnya. Termasuk urusan sampah, Pemkot Bekasi perlu bersabar dan mengkaji lebih dalam lagi aneka metode dan teknologi pengelolaan sampah, misal ITF (Intermediate Treatment Facilities), RDF (Refused Derived Fuel), dan lainnya. Untuk kota besar berpenduduk padat dan lahan terbatas seperti Kota Bekasi, rasanya perlu mempertimbangkan teknologi ITF yang mampu mengelola sampah secara cepat dengan residu minimal,’’ papar pakar Waste to Energy and Biomass for Electricity.
BACA JUGA: Pembangkit Listrik Tenaga Sampah Jangan Gagal Dua Kali
Ali Ahmudi menambahkan, sampah secara nasional Indonesia sebesar 68,5 juta ton/tahun, terutama berasal dari kota-kota besar dan padat. Mayoritas sampah itu berasal dari organik (57℅), plastik (16℅), kertas (10℅) dan lainnya sekitar 17℅ (logam, kaca, tekstil, kulit, dll). Ini tentu berpotensi memunculkan masalah besar, tapi sekaligus ada peluang diolah menjadi listrik (waste to energy).
Sejumlah daerah, imbuh Ali Ahmudi, sudah mencoba membangun PLTSa dalam kapasitas kecil, misalnya di Bekasi (TPST Bantargebang) milik Pemprov DKI Jakarta (9 MW), Surakarta (10 MW), Palembang (20 MW) dan Denpasar (20 MW). Proyek yang sudah ada, seharusnya dapat dikembangkan menjadi lebih besar lagi. Juga dapat menjadi contoh bagi daerah-daerah lain yang memiliki potensi sampah yang besar (lebih dari 1000 ton/hari).
’’Jika semua daerah mengelola sampahnya dengan baik dan membangun PLTSa dan PLTBm, maka dampaknya besar bagi penyelesaian isu pencemaran lingkungan dan mendukung transisi energi,’’ tandasnya.
BACA JUGA: Cegah Kebakaran TPS Terulang
Patut diketahui, proyek pengelolaan sampah menjadi energi listrik merupakan amanat Peraturan Presiden (Perpres) RI Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan. Kota Bekasi bersama 12 kota lain di Indonesia masuk dalam Perpres 35/2018 ini.
Merespons Perpres 35/2018 tersebut, Pemkot Bekasi menerbitkan Peraturan Wali Kota (Perwal) Bekasi Nomor 36 Tahun 2022 tentang Pemilihan Mitra Kerjasama Pengolahan Sampah untuk Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan. Perwal ini termasuk salah satu dasar tender mencari mitra PLTSa untuk TPA Sumurbatu.
Dalam Perwal 36/2022 itu disebutkan, sampah yang menjadi objek dan wajib diolah oleh mitra kerjasama paling sedikitnya 800 ton/hari. Lokasinya berada di TPA Sumurbatu, Bantargebang. Mitra kerjasama menyiapkan luas pembangunan fasilitas pengolahan sampah menjadi energi listrik ramah lingkungan minimal luasnya 5 hektar yang di akhir kerjasama, sarana, prasarana dan fasilitasnya diserahkan ke Pemkot Bekasi. Jangka waktu kerjasama pengolahan sampah berlangsung selama 30 tahun terhitung sejak Perjanjian Kerjasama ditandatangani oleh Wali Kota Bekasi dengan mitra kerjasama. (zar)