RADARBEKASI.ID, BEKASI – Kantor Cabang Dinas (KCD) Pendidikan Wilayah III khawatir pelecehan seksual, perundungan, maupun intoleransi terjadi di satuan pendidikan wilayahnya. Perlu peran stakeholder untuk mencegah terjadinya permasalahan tersebut.
Kepala Kantor Cabang Dinas (KCD) Wilayah III, I Made Supriatna, mengungkapkan pihaknya khawatir pelecehan seksual maupun perundungan terjadi oleh siswa sekolah di wilayahnya.
“Pelecehan seksual maupun tindakan bullying ini kan kembali ramai dalam dunia pendidikan, kami khawatir kejadian serupa terjadi pada siswa di tingkat SMA dan SMK, karena mereka anak-anak yang memang sedang beranjak dewasa,” ujarnya kepada Radar Bekasi, Kamis (28/9).
Persoalan tersebut menjadi pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan. Oleh karena itu, pihaknya akan melaksanakan diskusi bersama guru Bimbingan Konseling (BK) dan pengawas sekolah.
“PR ini butuh adanya kerjasama dalam penyelesaiannya. Jadi butuh stakeholder terkait untuk menangani persoalan tersebut,” ujarnya.
BACA JUGA: KCD Belum Dapat Arahan Soal Bantuan Pendidikan di Sekolah Swasta
Usia SMA atau SMA merupakan masa peralihan dari remaja menuju ke dewasa. Oleh karena itu, kasus perundungan, pelecehan seksual, maupun intoleransi rentan terjadi di tingkat SMA atau SMK.
“Beranjak remaja ke dewasa itu sangat riskan dan rentan sekali,” ucapnya.
Jika tiga permasalahan tersebut terjadi, maka akan sangat mengkhawatirkan. Dampak terbesar yang mungkin timbul adalah siswa kehilangan minat untuk melanjutkan pendidikannya.
“Anak merasa tidak nyaman dan takut untuk ke sekolah karena itu berdampak sekali pada psikologis anak, akhirnya anak harus putus sekolah bukan karena faktor ekonomi tapi karena faktor bullying tadi dan itu akan meningkatkan kembali kasus putus sekolah,” tuturnya.
Menurutnya, mutu kualitas pendidikan dilihat dari nilai output siswa. Di samping harus memiliki pengetahuan, siswa juga harus memiliki sikap yang baik sehingga dapat menjadi kebanggaan orangtua dan diri sendiri serta yang tidak kalah penting memiliki budi pekerti luhur.
BACA JUGA: KCD Beri Waktu Dua Hari bagi Sekolah Kumpulkan SPTJM
“Output nya pendidikan itu dilihat dari siswa, jadi mutu itu tidak hanya dilihat dari pengetahuan saja. Tapi di samping itu dilihat dari attitude dan budi pekertinya,” terangnya.
Meskipun perundungan, pelecehan seksual, maupun intoleransi dianggap sebagai permasalahan yang serius, kerjasama dalam menyelesaikannya akan membuat penyelesaian menjadi lebih mudah
“Ini terlihat berat, tapi jika dilakukan bersama maka akan semakin ringan. Makanya butuh kerjasama untuk menindaklanjuti aksi bullying, kekerasan seksual, dan intoleransi,” jelasnya.
Sementara, Ketua Musyawarah Guru Bimbingan Konseling (MGBK) SMA Kota Bekasi, Misludin mengungkapkan, bahwa tiga persoalan ini memang sangat dikhawatirkan terjadi pada lingkungan pendidikan. Oleh karena itu, harus diselesaikan secara bersama-sama.
“Memang menjadi persoalan yang harus dituntaskan dan dikerjakan bersama, karena persoalan ini memang sangat riskan sekali terjadi pada lingkungan pendidikan khususnya pada tingkat SMA,” ucapnya.
Menurutnya, persoalan tersebut dapat terjadi karena pergaulan yang berbeda dan luasnya akses bermedia sosial. Oleh karena itu, sekolah sangat berperan dalam mengendalikan kegiatan siswanya sehingga kasus seperti perundungan, kekerasan seksual, dan intoleransi tidak sampai terjadi di lingkungan satuan pendidikan.
“Sekolah sangat berperan sekali sebagai kontrol anak-anak di sekolah. Tidak hanya itu, peran orangtua di rumah juga sangat dibutuhkan. Jadi di sini semua berperan untuk mencegah terjadinya kasus tersebut,” pungkasnya. (dew)