RADARBEKASI.ID, BEKASI – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) sebagai tersangka. Politikus Partai NasDem itu diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan) RI.
Selain Syahrul Yasin Limpo, KPK juga menetapkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Pertanian (Kementan) Kasdi Subagyono (KS), serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian pada Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan, Muhammad Hatta (MH), sebagai tersangka.
“Dengan masuknya laporan masyarakat ke KPK, yang dilengkapi dengan informasi dan data yang akurat, sehingga dapat dilanjutkan pada tahap penyelidikan untuk menemukan adanya peristiwa pidana. Kemudian berproses sehingga diperoleh kecukupan alat bukti untuk dinaikkan ke tahap penyidikan dengan menetapkan dan mengumumkan tersangka,” kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (11/10), dikutip dari jawapos.com (Grup Radar Bekasi).
Johanis menjelaskan, Syahrul Yasin Limpo yang merupakan Menteri Pertanian RI untuk periode 2019 s/d 2024 di Kementerian Pertanian Republik Indonesia, diduga membuat kebijakan personal kaitan adanya pungutan maupun setoran, di antaranya dari ASN internal Kementan untuk memenuhi kebutuhan pribadi termasuk keluarga intinya.
“SYL menginstruksikan dengan menugaskan KS dan MH melakukan penarikan sejumlah uang dari unit eselon I dan eselon II dalam bentuk penyerahan tunai, transfer rekening bank hingga
pemberian dalam bentuk barang maupun jasa,” ucap Johanis.
BACA JUGA: KPK Periksa Syahrul Yasin Limpo Hari Ini, Begini Statusnya
Johanis menyebut, sumber uang yang digunakan di antaranya berasal dari realisasi anggaran Kementerian Pertanian yang sudah di mark up, termasuk permintaan uang pada para vendor yang mendapatkan proyek di Kementerian Pertanian.
KPK menduga, atas perintah dari SYL, Kasdi dan Muhammad Hatta memerintahkan bawahannya untuk mengumpulkan sejumlah uang pada lingkup eselon I, para Direktur Jenderal, Kepala Badan hingga Sekretaris di masing-masing eselon I dengan besaran nilai yang telah ditentukan SYL dengan kisaran besaran mulai USD 4000 sampai dengan USD 10.000.
“Penerimaan uang melalui KS dan MH sebagai representasi sekaligus orang kepercayaan dari SYL dilakukan secara rutin tiap bulan dengan menggunakan pecahan mata uang asing,” ungkap Johanis.
Penggunaan uang oleh SYL, lanjut Johanis, juga diketahui KS dan MH antara lain untuk pembayaran cicilan kartu kredit dan cicilan pembelian mobil Alphard milik SYL. Sejauh ini, uang yang dinikmati SYL bersama-sama dengan KS dan MH sejumlah sekitar Rp13,9 miliar dan penelusuran lebih mendalam masih terus dilakukan Tim Penyidik.
Atas perbuatan yang dilakukannya, mereka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (oke/jpc)