Berita Bekasi Nomor Satu

Tanamkan Nilai-nilai Baik Pada Anak

Illustrasi : Sejumlah anak-anak melintasi mural saat aksi bersih-bersih kampung di Desa Kalijaya Cikarang Barat Kabupaten Bekasi, Minggu (31/7). ARIESANT/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Kasus perundungan (bullying) ternyata tidak hanya terjadi di sekolah yang berada di wilayah perkotaan, melainkan juga di sekolah perkampungan, walaupun tidak sampai ada kekerasaan fisik seperti yang ramai belakangan ini.

Diketahui, kasus perundungan kini sedang marak belakangan. Berdasarkan data Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kabupaten Bekasi, sepanjang Januari hingga 4 Oktober 2023, terdapat 114 kasus kekerasan terhadap anak yang ditangani. Dari jumlah tersebut, 14 kasus diantaranya merupakan kasus perundungan.

“Perundungan itu tak hanya terjadi di sekolah yang ada di wilayah perkotaan, tapi di perkampungan juga, namun masih dalam koridor batas kewajaran dan tidak sampai ada kekerasan,” ujar Kepala SDN 02 Sukakerta, Muhammad Safei, kepada Radar Bekasi, Selasa (10/10).

Menurutnya, ada beberapa faktor yang menyebabkan kasus perundungan terjadi di sekolah perkampungan. Diantaranya, karena ekonomi keluarga dan permasalahan orang tua.

Safei menjelaskan, siswa yang perekonomian orang tuanya kurang mampu, setiap datang ke sekolah tidak membawa uang buat jajan. Kemudian siswa yang orang tuanya mampu, sering mengejek siswa yang tak bawa uang.

“Kalau di perkampungan, siswa yang tidak mampu itu betul-betul nggak punya uang, dengan keterbatasan ekonomi orang tuanya. Seharusnya, anak yang punya uang ini mengajak temannya jajan, bukan diledek. Hal ini yang harus ditanamkan ke para siswa,” tuturnya.

Sementara faktor lainnya, kata Safei, orang tua yang bermasalah dengan keluarga atau tetangganya. Ada pun perselisihan itu bermacam-macam, salah satunya mengenai ekonomi, kemudian dibawa ke sekolah sama anak-anaknya, sehingga saling mengejek dan lain sebagainya. Sebaiknya, orang tua tidak menceritakan persoalan tersebut di depan anak-anaknya, agar mereka tidak tahu.

“Namanya orang bermasyarakat pasti punya tetangga, itu ada yang berselisih. Karena si anak ini tahu persoalan orang tuanya, jadi kebawa sampai ke sekolah,” ujarnya.

Safei mengaku, apa yang terjadi di sekolah tempatnya mengajar, bisa diselesaikan dengan cara menanamkan nilai-nilai baik dan memberikan edukasi kepada anak, serta para orang tua. Dalam penyelesaian persoalan ini, tidak bisa menyalahkan salah satu pihak. Walaupun sebenarnya, kesalahan itu dilakukan oleh seorang anak, namun tetap penyelesaiannya dengan cara mendidik.

“Jadi, kedua belah pihak tidak boleh sampai rasa dendam. Makanya yang kami angkat nilai kebersamaan, kekeluargaan, pertemanan, sehingga mereka setelah kejadian selesai, itu tidak ada dendam yang berkepanjangan,” imbuh Safei.

Disisi lain, Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kabupaten Bekasi, harus gencar melakukan kegiatan sosialisasi pencegahan perundungan di kalangan pelajar, dengan mendatangi sekolah-sekolah secara bergilir dan rutin.

Ketua KPAD Kabupaten Bekasi, Ulfa Maslahah menyampaikan, sosialisasi bagi kalangan pelajar, sebagai edukasi dalam memberikan pemahaman terkait dampak perundungan di lingkungan satuan pendidikan.

“Kami dari KPAD terus berkolaborasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Bekasi, untuk melakukan sosialisasi stop bullying dan pencegahan kekerasan seksual terhadap anak,” bebernya.

Lanjut Ulfa, aksi kekerasan fisik hingga seksual, menjadi fokus materi yang disampaikan terkait dampak perundungan. Kegiatan sosialisasi pada tahun ini sudah dilakukan di lebih dari 10 kecamatan se-Kabupaten Bekasi, termasuk di Kecamatan Cibarusah.

Dirinya mengaku prihatin atas peristiwa perundungan berujung aksi kekerasan yang terjadi belum lama ini di wilayah Cibarusah. Ulfa pun meminta satuan pendidikan, ikut berperan melakukan pencegahan terhadap tindak kekerasan di lingkungan sekolah.

“Kami berharap, upaya-upaya pencegahan ini dilaksanakan secara menyeluruh, dan oleh semua pihak, mulai dari pihak sekolah, orang tua siswa, serta pihak terkait lain,” pinta Ulfa. (pra)