Berita Bekasi Nomor Satu

Israel Gencarkan Serangan, Paksa Apotik Tutup, Palestina Krisis Obat-obatan

Warga Palestina di RS Eropa, Khan Younis, Gaza Utara. Foto MEE.

RADARBEKASI.ID, PALESTINA – Kondisi warga Palestina kian menyedihkan. Tidak cukup dengan krisis pangan dan air bersih, serangan Israel turut menyebabkan krisis obat-obatan di Palestina.

Dilaporkan banyak pengungsi di Rafah dan Khan Younis kebingungan mencari Apotek yang beroperasi.

Dilaporkan oleh MEE (29/1/2024), banyak apotek terpaksa tutup di kota Rafah dan Khan Younis di Jalur Gaza selatan karena kekurangan stok obat-obatan yang teramat parah, sejak Israel terus melakukan serangan gencar di wilayah tersebut selama empat bulan.

BACA JUGA: Ini Daftar Negara Pendonor Stop Pendanaan ke Badan Pengungsi PBB UNRWA, Bukan Cuma Amerika dan Eropa Ada Asia

Populasi Rafah meningkat hampir empat kali lipat sejak awal perang (7/10/23), dengan perkiraan 1,2 juta orang kini tinggal di kota tersebut dan sebagian besar dari mereka menjadi pengungsi.

Muhammad Salem, seorang warga Palestina berusia 25 tahun di Khan Younis, tidak dapat lagi mencarikan obat untuk ibunya yang menderita osteoporosis dan membutuhkan persediaan obat mingguan.

Pada awal perang, Salem masih bisa mengunjungi apotek di pusat kota Khan Younis untuk mendapatkan persediaan selama sebulan, dengan harapan konflik akan segera berakhir.

BACA JUGA: Sekjen PBB Imbau Ini Soal Penghentian Dana Donatur Negara Pro Israel ke UNRWA

Namun, kawasan tersebut sudah tidak bisa diakses lagi karena pengepungan yang dilakukan tentara Israel dan kehadiran tank di sana.

Salem kemudian pergi ke Rafah untuk mencari apotek, namun terakhir kali ia berhasil menemukan obat disana adalah tiga minggu lalu.

“Kebutuhan ibu saya akan pengobatan yang konsisten sangat penting karena gaya berjalannya yang lambat dan osteoporosis,” katanya kepada MEE.

BACA JUGA: Oknum Badan PBB Dituding Bantu Hamas, 6 Negara Ini Hentikan Pendanaan UNRWA

Perang tersebut menyebabkan dia (ibu Salem) mengalami banyak guncangan akibat pemboman yang terus-menerus yang berdampak buruk pada sistem sarafnya dan memicu kejang-kejang, tambah Salem.

Namun, rumah sakit tidak mampu menerima kasus seperti yang dialami Salem dan Ibunya karena banyaknya korban jiwa setelah serbuan tentara Israel ke kota Khan Younis, dan ia kini hanya bergantung pada obat pereda nyeri.

Sama dengan Salem, Fayza Hajo, warga Khan Younis, 62 tahun, menceritakan perjuangannya sebagai pasien diabetes yang tidak bisa mengakses pengobatan di klinik UNRWA.

BACA JUGA: Israel Tolak Tawaran Pertukaran Tawanan, Rakyat Israel Marah

“Saya tidak dapat menemukan apotek yang buka. Lokasi kami di daerah Al-Fukhari yang terkepung membatasi kami, dan satu-satunya jalan keluar adalah melalui kota Rafah.” ujar Hajo.

Tingginya konsentrasi pengungsi di Rafah telah mengakibatkan habisnya persediaan obat-obatan, bahkan pengobatan dasar untuk sakit kepala pun tidak terjangkau.

Hajo sering kali datang ke sekolah UNRWA terdekat untuk meminta bantuan dan hanya diberitahu bahwa obat-obatan tidak tersedia, mereka menunggu pengiriman melalui penyeberangan Rafah.

BACA JUGA: PM Israel Rencana Tawarkan Rakyat Palestina Pindah ke Negara Ini

“Bagi kami, pasien kronis, perawatan medis yang berkelanjutan sangat penting untuk mencegah memburuknya kesehatan kami. Peningkatan kadar gula darah yang signifikan dapat menyebabkan koma,” ujar Hajo kepada MEE.

Beberapa bulan sebelum perang, Hajo menjalani operasi kaki dan memerlukan terapi fisik terus-menerus, namun tidak adanya dokter karena perpindahan menghambat kemajuannya. Hajo bertanya-tanya “Mengapa obat-obatan tidak diperbolehkan masuk ke Gaza? Apakah mereka berniat membunuh kita?”.

Telah dilaporkan bahwa, Israel memberlakukan pembatasan ketat terhadap masuknya bantuan dan bahan bakar ke Jalur Gaza.

Bantuan dan bahan bakar hanya bisa masuk melalui penyeberangan Rafah-Mesir, satu-satunya pintu gerbang Gaza yang tidak dikontrol langsung oleh Israel.

BACA JUGA: Houthi Ancam Bakal Terus Lancarkan Serangan ke Laut Merah hingga Israel Stop Agresi ke Palestina 

Sejak 9 Oktober, Israel mengumumkan pengepungan total terhadap Gaza, melarang masuknya bahan bakar, makanan, obat-obatan dan komoditas penting lainnya bagi penduduk Gaza yang terkepung.

Jumlah bantuan yang diperbolehkan masuk ke Gaza sangat terbatas sejak awal perang (7/10/23), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggambarkan pasokan tersebut seperti ‘setetes air di lautan’ dibandingkan dengan rata-rata 500 truk bantuan kemanusiaan yang biasa masuk ke Gaza setiap harinya sebelum perang. (jpc)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin