Berita Bekasi Nomor Satu

Mahasiswa Bekasi Tolak Gunakan Pinjol

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Penggunaan Platform financial technology peer to peer (fintech P2P) lending atau pinjaman online (Pinjol) sebagai solusi pembiayaan pendidikan terus menuai pro dan kontra. Mahasiswa asal Kota Bekasi tegas menolak rencana tersebut.

Sebelumnya, beberapa pihak menilai solusi pembiayaan pendidikan menggunakan Pinjol Pinjol menyalahi aturan serta dapat memicu mahasiswa terlilit hutang. Sementara di lapangan, mahasiswa mau tidak mau harus menyiapkan uang untuk membayar kuliahnya jika tetap ingin mengikuti kegiatan perkuliahan.

Solusi selama ini bagi mahasiswa yang tidak bisa membayar biaya pendidikan terpaksa cuti, atau berstatus mahasiswa non aktif. Sebagian kampus di Bekasi menyediakan menu pembayaran uang kuliah dengan mencicil per bulan, atau mencicil Uang Kuliah Tunggal (UKT) dalam beberapa tahap.

Salah satu mahasiswa di Bekasi, Muhammad Fajar (22) menolak penggunaan Pinjol intuk pembiayaan pendidikan dengan beberapa alasan. Mulai dari keamanan data pribadi, hingga kemungkinan mahasiswa terjerat hutang.

“Ini kan bicaranya tentang pendidikan ya, semua manusia berhak atas pendidikan,” katanya.

Kampus tempatnya berkuliah memberikan kesempatan mahasiswa untuk mencicil yang kuliah dalam tiga tahap. Mahasiswa bisa membayar secara berkala mulai pada saat pengisian Kartu Rencana Studi (KRS) di awal semester, kemudian pada saat akan melaksanakan Ujian Tengah Semester (UTS), dan Ujian Akhir Semester (UAS).

Tidak jarang, mahasiswa berdialog dengan rektorat terkait dengan biaya pendidikan ini, ia juga termasuk mahasiswa yang pernah terlambat melunasi biaya kuliah. Hasilnya, pihak kampus memberikan perpanjangan waktu bagi mahasiswa untuk melunasi UKT.

BACA JUGA: Empat Juta Warga Jabar Terjerat Pinjol

“Lumayan banyak kawan-kawan yang terlambat, tidak sendirian. Kalau terlambat, ikut ujian susulan,” ucapnya.

Terkait dengan skema Student Loan yang saat ini dikaji oleh pemerintah, ia menyebut skema tersebut bisa menjadi salah satu solusi bagi mahasiswa dibandingkan harus menggunakan Pinjol. Namun, ada beberapa hal yang harus benar-benar diperhatikan oleh pemerintah.

“Cuma balik lagi, harus dipikirkan bunganya. Karena kan ini mahasiswa dominannya yang saya lihat belum kerja,” tambahnya.

Senada dengan Fajar, Geraldo Aritonang juga menolak jika Pinjol digunakan sebagai solusi pembiayaan kuliah. Ia mengingatkan dampak jangka panjang yang mungkin terjadi pada mahasiswa.
Ia menyebut penggunaan Pinjol ini sebagai dua mata pisau, di satu sisi menjadi solusi, di sayu sisi hutang bisa saja melilit mahasiswa.

“Karena memang dampaknya ini jangka panjang ya, tapi disaat seperti ini aspek pendidikan harus menjadi yang utama,” ungkapnya.

Realita pendidikan semakin hari semakin mahal kata dia. Sementara negara memiliki tanggungjawab untuk mensejahterakan masyarakatnya di bidang ekonomi, pendidikan, dan kesehatan.

“Kalaupun akan dikaji tentang Student Loan ini, harus memperhatikan berbagai aspek, dan memperhatikan kalangan tertentu (masyarakat ekonomi menengah kebawah),” tambahnya. (sur)