Berita Bekasi Nomor Satu

Gaji Dosen Belum Sesuai UMP  

ILUSTRASI: Dosen UNKRIS berdialog dengan mahasiswa. Kesejahteraan dosen menjadi topik hangat dengan banyak sorotan dari masyarakat, khususnya melalui tagar #JanganJadiDosen yang ramai di media sosial. DOKUMEN/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI  – Kesejahteraan dosen menjadi topik hangat dengan banyak sorotan dari masyarakat, khususnya melalui tagar #JanganJadiDosen yang ramai di media sosial.

Asosiasi Dosen Indonesia (ADI) merespons langsung isu ini, menyoroti kondisi dan peran dosen. “Kemarin kami bersama-sama dengan ADI Pusat, menanggapi persoalan yang sedang ramai saat ini,” ujar Ketua ADI Majelis Pengurus Daerah (MPD) Bekasi Raya, Wawan Hermawansyah kepada Radar Bekasi.

Ia menyampaikan bahwa fenomena ini dapat dilihat dari berbagai perspektif, termasuk data dosen acuan dari Digital Talent Scholarship (DTS) 2022, yang mencatat total jumlah dosen mencapai 316.912 ribu.

Dari 316.912 dosen yang ada, jumlah dosen Perguruan Tinggi Negeri (PTN) sebanyak 108.630, dan jumlah dosen Perguruan Tinggi Swasta (PTS) sebanyak 208.282.

Dari jumlah tersebut, sekitar 70 persen merupakan dosen swasta, yang mengajar di perguruan tinggi swasta. “Berdasarkan jumlah dosen yang ada sekitar 70 persen itu, kebanyakan dosen swasta, jadi memang cukup banyak juga dosen yang mengajar di perguruan tinggi swasta,” beber Wawan.

Wawan menjelaskan bahwa dosen PTN mengikuti skema gaji PNS, sementara dosen PTS, meskipun seharusnya mengikuti Upah Minimum Provinsi (UMP) sesuai undang-undang terkadang masih jauh dari standar yang semestinya.

“Kalau kita merujuk pada undang-undang yang ada, dosen swasta ini seharusnya digaji sesuai dengan UMP, cuman yang terjadi di lapangan kadang jauh dari semestinya,” terang Wawan.

Kendati demikian, dalam hal ini dosen juga dinilai guru produktif karena banyak skema pemerintah yang dapat mendukung atau membantu penambah kesejahteraan dosen.

BACA JUGA:  PR bagi Siswa Harus Tetap Ada, Tapi Jangan Terlalu Banyak

“Sekarang itu banyak skema dari pemerintah yang bisa dijalankan oleh dosen, contoh ada riset, kemudian pembuatan hak paten dan lain sebagainya,” ucap Wawan.

Dalam pandangannya, kolaborasi antara PTS, yayasan, dan dosen harus terjalin harmonis. PTS diharapkan dapat mensupport dosen untuk menjadi lebih produktif, sementara dosen juga perlu memahami bahwa kontribusi mereka penting untuk kemajuan perguruan tinggi.

“Jalannya harus berdampingan, dosen nggak bisa produktif, jika tidak didorong dan dibantu oleh PTS atau yayasan, sementara yayasan juga tidak bisa naik level atau akreditasi apabila dosen hanya diam dan tidak produktif,” jelasnya.

Menurut Wawan, peran dosen adalah kunci bagi perkembangan perguruan tinggi. Sebagai contoh, keberadaan dosen produktif dengan gelar S3 menjadi elemen penting untuk memenuhi standar akreditasi A oleh perguruan tinggi tersebut.

“Ini hanya salah satu contoh saja, jika mau mengejar ketercapaian tersebut, maka yayasan harus bantu dosennya untuk mencapai S3, dengan berbagai skema yang ada, atau cara apapun. Karena untuk menjadi S3, itu membutuhkan anggaran yang memang cukup besar,” tuturnya.

Selanjutnya, terkait kesejahteraan dosen saat ini, melibatkan peran Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah (LLDIKTI). LLDIKTI sering kali mengumpulkan perguruan tinggi dengan tujuan agar mereka memahami ketentuan serta regulasi yang berlaku.

“Sering sekali LLDIKTI mengumpulkan perguruan tinggi untuk paham dan mengerti ketentuan regulasi yang ada, sehingga #JanganJadiDosen ini tidak terjadi lagi,” ujar Wawan. (dew)