Oleh: Achmad Muwafi, Lc
RADARBEKASI.ID, BEKASI – Rasulullah SAW bersabda, “Bukanlah orang yang kuat itu yang menang dalam pergulatan (perkelahian), akan tetapi orang yang kuat ialah yang mampu menahan hawa nafsunya ketika marah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Di dalam Al-Qur’an terdapat ayat yang menunjukkan tentang ciri-ciri orang yang bertakwa di antaranya adalah orang yang pandai menahan hawa nafsunya dengan cara meredam kemarahannya.
Allah SWT berfirman, “Orang-orang yang bertakwa adalah mereka yang menafkahkan (harta mereka) baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya serta memaafkan (kesalahan) orang lain.
Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran ayat 134).
Ada seorang laki-laki yang meminta nasihat kepada Nabi Muhammad saw dan berkata, “Ya Nabi berikan kami nasihat!” lalu Nabi Muhammad saw menasihatinya dengan bersabda, “Jangan marah!” dan Nabi Muhammad saw mengulangi nasihat ini sampai tiga kali.
Hadist ini berisi perintah kepada kaum muslimin supaya menyikapi hal-hal yang tidak baik dengan penuh kesabaran dan berusaha untuk mengendalikan amarah, karena sesungguhnya orang yang tidak pandai menahan amarahnya, maka akan menyebabkan melakukan sebuah tindakan ataupun perkataan yang dapat merusak dirinya bahkan agamanya.
Terdapat kisah menakjubkan tentang akhlak mulia yang dimiliki oleh Nabi Muhammad SAW yang senantiasa bersikap lembut dan tidak pernah marah. Dikisahkan ada seorang pengemis buta Yahudi yang berada di sudut pasar Madinah.
Pengemis Yahudi ini sangat benci dengan Nabi Muhammad SAW, sehingga ia sering menuduh Nabi Muhammad SAW sebagai tukang sihir dan pembohong besar.
Pengemis ini sering berkata kepada siapapun supaya mewaspadai Nabi Muhammad SAW.
Nabi Muhammad SAW sama sekali tidak pernah membenci, marah dan dendam kepadanya.
BACA JUGA: Kekuatan Istigfar
Beliau selalu menyikapinya dengan tersenyum dan bersikap lembut terhadapnya. Justru Nabi Muhammad SAW selalu bersikap baik dengan rela menyuapi makanan setiap hari kepada pengemis Yahudi yang buta tersebut.
Hingga setelah Nabi Muhammad SAW wafat, tidak ada lagi orang yang datang menyuapi makanan kepada pengemis buta tersebut. Selang beberapa waktu, sahabat Nabi yang mulia yang bernama Abu Bakar As-Shiddiq ingin menggantikan kebiasaan Nabi Muhammad SAW.
Sesampainya disana, Abu Bakar ditegur oleh si pengemis tersebut. “Siapakah kamu?” Abu Bakar menjawab, “Aku orang yang biasa datang.” Lalu pengemis itu berkata lagi, “Bukan, pasti kamu bukanlah orang yang biasa mendatangiku. Apabila ia datang, ia menyuapiku tanpa harus tangan ini memegang dan mulut ini mengunyah.”
Mendengar ucapan dari si pengemis, Abu Bakar langsung menangis dan berkata, Aku memang bukanlah orang yang biasa datang kepadamu. Aku merupakan salah satu sahabatnya. Beliau adalah Nabi Muahmmad SAW.
Setelah mendengar penjelasan dari Abu Bakar, seketika si pengemis itu pun menangis, saraya berkata, “Selama ini aku selalu mengejeknya, menghinanya dan memfitnahnya, tetapi ia tidak pernah marah kepadaku, bahkan ia mendatangiku setiap hari dengan membawakan makanan untukku.” (*)
Penulis merupakan Pengasuh Pondok Pesantren Mamba’ul Ulum Bekasi, Pengurus Pusat Bidang Dakwah Ikatan Dai Indonesia (IKADI), Wakil Ketua Umum Asosiasi Kiai dan Intelektual (AKIL) Indonesia, Kepala SMPIT Baitul Halim Bekasi