Berita Bekasi Nomor Satu

Daun Purik, Primadona Masyarakat Kalbar Yang Masih Jarang Diketahui

Purik menjadi tumpuan baru dan besar bagi masyarakat Kalbar. Bukan hanya mengambilnya dari hutan, mereka juga sudah menanam atau membudidayakan. (Prokal.co)

RADARBEKASI.ID, KAPUAS HULU–Daun purik atau Mitragyna speciosa merupakan tanaman tropis dari famili Rubiaceae yang berasal dari Asia Tenggara, tersebarannya hingga Muang Thai, Malaysia, Myanmar, Filipina, Papua Nugini dan Indonesia. Purik di Indonesia, banyak di temukan tumbuh di Kalimantan Barat, terutama di Kapuas Hulu.

Daun purik dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat untuk mengatasi diare, lelah, nyeri otot, batuk, meningkatkan daya tahan tubuh, menurunkan tekanan darah tinggi, menambah energi, mengatasi depresi, antidiabetes, dan stimulan seksual (Raini, 2017). Studi juga menunjukan bahwa senyawa yang di temukan pada tanaman tersebut, bisa berfungsi sebagai sebuah alternatif untuk metadon dalam mengobati kecanduan opoid (Greenemeier, 2013).

Kemampuan purik untuk membantu pecandu dari obat-obatan yang lebih kuat, seperti kokain, dan heroin menyebabkan permintaan ekspor daun purik keluar negeri semakin meningkat. Maka tak aneh jika masyarakat setempat menyebut purik sebagai pohon uang.

BACA JUGA:Manfaat Cengkeh bagi Kesehatan, Atasi Masalah Pencernaan Hingga Pereda Nyeri

Meski begitu, terdapat perdebatan sengit tentang daun uang ini karena khasiatnya yang cukup mirip dengan bahan-bahan narkotika. Bahkan, Badan Narkotika Nasional (BNN) tetap bersikeras meminta purik dilarang dikonsumsi selama masih dalam penelitian, kecuali untuk kepentingan riset.

”Purik memiliki efek samping yang berbahaya bagi tubuh, terlebih jika digunakan dengan dosis tinggi,’’ ujar Kepala BNN RI Komjen Pol Marthinus Hukom dalam keterangan tertulis resmi di Jakarta pada Jumat (21/6) yang dikutip di Jawapos, Senin (24/6).

Di sisi lain, Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko memastikan kalau Kementerian Kesehatan tidak memasukkan tanaman tersebut sebagai golongan narkotika. Untuk mengetahui khasiatnya secara ilmiah, dia meminta BRIN untuk segera melakukan penelitian.

BACA JUGA:Peracik dan Pengedar Narkoba Tembakau Sintesis Mengaku Belajar dari Instagram

”BRIN lakukan langkah riset lanjutan untuk mengetahui seberapa besar bahayanya,” ucap Moeldoko Kamis (20/6) lalu.

Sementara itu, daun uang ini jelas membawa nafas baru bagi perekonomian warga Kalimantan Barat dan menjadi penyelamat bagi petani yang merugi akibat terjunnya harga karet atau getah dan sejumlah komoditas lain. Di tingkat petani, 1 kilogram purik berbentuk remahan (bubuk kasar) dihargai Rp 30 ribu hingga 35 ribu per kilogram.

Beda lagi jika sudah berbentuk powder atau tepung, harganya kian melambung tinggi. Terlebih jika dipasarkan ke luar negeri, harganya bisa mencapai Rp 500 ribu per kilogram atau lebih dari 15 kali lipat.

Jadi, tidak heran jika masyarakat berbondong-bondong beralih menanam purik. Dari 278 kepala keluarga atau sekitar 800 jiwa, sekitar 90 persen di antaranya kini menjadi petani purik, salah satunya Sumantri.

BACA JUGA:Menapaki Kemahsyuran Buah Pala, Queen of Spices Yang Diagungkan Dunia

Petani yang telah menanam purik sejak 2018 ini memiliki lebih dari 2.000 batang pohon yang ditanam di atas lahan seluas 2 hektare. Menurut dia, menanam purik terbukti menjamin kesejahteraan meskipun masih dibayang-bayangi kekhawatiran soal regulasi dan legalitas.

’’Kalau yang sudah lama, sekali panen pendapatan mereka bisa mencapai Rp 15 juta hingga 40 juta. Tergantung jumlah batang dan luasan lahannya,” kata pria yang akrab disapa Coy itu kepada Pontianak Post yang dikutip di Jawapos, Senin (24/6).

”Kami bahkan tidak tahu pernah ada isu bahwa purik golongan narkoba. Harapan kami, pemerintah segera memberikan solusi, salah satunya soal aturannya,” ujarnya. (ce1)