RADARBEKASI.ID,BEKASI-BMKG mengingatkan masyarakat Indonesia untuk waspada terhadap dampak yang mungkin ditimbulkan akibat gempa megathrust Nankai di timur lepas pantai Pulau Kyushu dan Kinki, Jepang Selatan. Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono menjelaskan, dalam catatan sejarah, Megathrust Nankai bisa memicu beberapa kali gempa dahsyat.
Seperti gempa Ansei Nankai M 8,4 yang diiringi tsunami pada 24 Desember 1854 dan gempa Nankaido M 8,4 yang diiringi tsunami pada 21 Desember 1946.
“Sistem Megathrust Nankai memang sangat aktif. Berdasarkan data sejarah gempa tersebut dapat dikatakan bahwa zona sumber gempa ini bisa memicu gempa dahsyat yang bermagnitudo M 8,0 hingga lebih di setiap satu atau dua abad,” jelas Daryono dalam keterangannya, Selasa (13/8/2024).
BACA JUGA:BMKG Sebut Gempa Berkekuatan 4,1 Magnitudo di Kuningan Disebabkan Sesar Ciremai
Itulah yang memicu kekhawatiran para ilmuwan Jepang, lantaran Palung Nankai memiliki beberapa segmen megathrust yang jika seluruh tepian patahan tersebut tergelincir sekaligus, dapat memicu gempa berkekuatan hingga 9,1 magnitudo. Sebagaimana juga telah dikeluarkannya peringatan pascagempa Miyazaki 7,1 magnitudo, karena gempa besar tersebut dipicu salah satu segmen di Megathrust Nankai.
Di zona megathrust itu ada palung bawah laut yang memiliki panjang 800 kilometer, membentang dari Shizouka di sebelah barat Tokyo sampai dengan ujung selatan Pulau Kyushu. Sehingga, gempa 7,1 magnitudo kemarin dikhawatirkan dapat memicu atau menjadi pembuka gempa dahsyat yang terjadi berikutnya di Sistem Tunjaman Nankai.
Apabila kekhawatiran para ilmuwan Jepang itu benar-benar terjadi, maka akan terjadi gempa berkekuatan dahsyat yang diikuti tsunami. Bahkan, bisa berdampak ke wilayah Indonesia.
BACA JUGA:Curah Hujan Berpotensi Meningkat Hingga 40 Persen, BMKG: Akibat Fenomena La Nina
“Jika gempa dahsyat di Megathrust Nankai tersebut benar-benar terjadi dan menimbulkan tsunami, maka hal ini perlu kita waspadai, karena tsunami besar di Jepang dapat menjalar hingga wilayah Indonesia,” ungkap Daryono.
Namun, Daryono juga menegaskan, gempa besar di Megathrust Nankai tak akan berdampak terhadap sistem lempeng tektonik di wilayah Indonesia. Hal itu dikarenakan jaraknya yang sangat jauh dan dinamika tektonik yang terjadi umumnya hanya berskala lokal sampai dengan regional pada sistem Tunjaman Nankai.
Kekhawatiran ilmuwan Jepang terhadap Megathrust Nankai saat ini, ternyata seperti yang dirasakan dan dialami oleh ilmuwan Indonesia. Seperti kekhawatiran terhadap Seismic Gap Megathrust Selat Sunda M 8,7, juga Megathrust Mentawai-Suberut M 8,9.
BACA JUGA:BMKG Selasa 13 Agustus: Bekasi dan Sekitarnya Akan Cerah Sepanjang Hari
BMKG menilai, rilis gempa di kedua segmen megathrust tersebut bisa dikategorikan ‘tinggal menunggu waktu’ lantaran sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar di kedua wilayah tersebut. Namun, Daryono juga menyampaikan, masyarakat Indonesia tak perlu khawatir karena BMKG sudah menyiapkan sistem monitoring, prosesing dan diseminasi informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami yang semakin cepat dan akurat sebagai upaya antisipasi dan mitigasi.
Melalui sistem InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System) yang dimiliki BMKG, bisa digunakan untuk segera menyebarluaskan informasi mengenai gempa bumi dan peringatan dini tsunami di seluruh wilayah Indonesia. Dari sistem itu juga BMKG bisa memantau aktivitas gempa dan tsunami di zona Megathrust Nankai Jepang dan sekitarnya secara realtime.
Selain itu, BMKG juga telah melakukan berbagai upaya mitigasi lainnya. Seperti memberikan edukasi, pelatihan mitigasi, drill, evakuasi dengan berbasis pemodelan tsunami. Hal ini disampaikan kepada pemerintah daerah, instansi terkait, masyarakat, pelaku usaha pariwisata pantai, hingga industri pantai dan infrastruktur kritis pelabuhan dan bandara pantai.
BACA JUGA:BMKG Senin 12 Agustus: Cuaca Bekasi dan Sekitarnya Didominasi Berawan
Seperti dikemas dalam kegiatan Sekolah Lapang Gempa bumi dan Tsunami (SLG), BMKG Goes To School (BGTS), juga pembentukan Masyarakat Siaga tsunami (Tsunami Ready Community). “Kami berharap melalui upaya dalam memitigasi bencana gempa bumi dan tsunami tersebut bisa menekan sekecil mungkin risiko dampak bencana yang mungkin terjadi, bahkan hingga dapat menciptakan zero victim,” pungkas Daryono. (ce1)