Berita Bekasi Nomor Satu

Heri-Sholihin Resmi Ajukan Gugatan ke MK, Sidang Januari 2025

Gugatan yang diajukan Heri-Sholihin terlihat di laman MK, Rabu (11/12). FOTO: DOKUMEN/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bekasi nomor urut 1, Heri Koswara – Sholihin, resmi mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pengajuan gugatan ini terdaftar dalam pemohon elektronik dengan nomor 224/PAN.MK/e-AP3/12/2024.

Permohonan tersebut diajukan pada Selasa (10/12) pukul 19.10 WIB, dengan pokok permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Wali Kota Bekasi 2024. Dalam keterangan tertulis yang diterima Radar Bekasi, tim Advokasi Paslon 1, Iqbal Daud Hutapea, menyampaikan harapannya agar Majelis Hakim MK memperhatikan pengajuan permohonan sengketa terkait kecurangan dan politik uang.

Menurutnya, hal ini sangat penting agar hakim dapat menegakkan keadilan. Ia menegaskan bahwa jika dibiarkan, hakim MK akan memberi contoh bagi pasangan calon wali kota dan wakil wali kota di masa depan untuk melakukan kecurangan.

“Maka dapat disimpulkan semua paslon wali kota dan wakil wali kota yang akan ikut kontestasi Pilkada akan berusaha dengan cara curang dan dengan segala cara apapun termasuk melakukan politik uang, yang penting menang,” ungkapnya.

Menurutnya, jika MK hanya memperhatikan pokok permohonan adanya ambang batas dimaksud merujuk pada Pasal 158 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang. Pasal 158 Ayat (1) Peserta Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota, yang dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara atau PHPU.

BACA JUGA: Tim Holik-Faizal Tak akan Ajukan Gugatan ke MK, Terima Keputusan KPU

“Karena jika menang dengan hasil suara yang melanggar ketentuan hukum pun dan jika gugatan melewati ambang batas sebagai syarat formal gugatan yang diajukan, maka tidak bisa digugat. Artinya semakin bahaya bagi demokrasi politik kita untuk melahirkan calon kepala daerah yang bersih dari Politik transaksi dan bebas dari korupsi,” paparnya.

Sementara itu, berdasarkan situs mkri.id yang diakses pada Selasa (10/12) pukul 14.55 WIB, tercatat sudah ada 211 permohonan gugatan sengketa, baik dari pemilihan gubernur, bupati, maupun wali kota. Dari jumlah tersebut, gugatan sengketa Pilkada 2024 paling banyak berasal dari pemilihan bupati, dengan 170 permohonan. Sedangkan untuk pemilihan wali kota tercatat ada 39 permohonan, dan dua permohonan lainnya berasal dari pemilihan gubernur.

Juru Bicara Hakim MK, Enny Nurbaningsih, mengatakan bahwa Mahkamah Konstitusi akan menggelar sidang sengketa perselisihan hasil Pilkada serentak pada awal Januari 2025. Namun, MK belum memastikan tanggal pasti pelaksanaan sidang tersebut.
“(Sidang) dimulai awal Januari,” kata Enny saat dihubungi, Selasa (10/12).

Enny mengatakan, seluruh permohonan yang teregister akan dibawa ke dalam Rapat Permusyawaratan Hakim atau RPH. Forum itu untuk menentukan hakim panel di setiap perkara yang diproses. MK, lanjut Enny, mempertimbangkan sejumlah hal untuk memastikan pembagian hakim panel di setiap perkara tidak menimbulkan konflik kepentingan, di antaranya ialah independensi dan imparsialitas sesuai kode etik hakim mahkamah.

“Misalnya daerah, seperti saya tidak mengadili perkara yang diajukan dari wilayah Jogja,” kata lulusan S3 Ilmu Hukum Program Pascasarjana UGM ini.

Terpisah, Ketua MK Suhartoyo menjelaskan MK membuka layanan pengajuan permohonan sengketa hasil pemilihan sampai 18 Desember 2024. Pemohon dapat mengajukan permohonan ke MK tiga hari kerja sejak Komisi Pemilihan Umum (KPU) daerah masing-masing mengumumkan penetapan perolehan suara hasil Pilkada.

“Batas waktu kan masing-masing berbeda tergantung provinsi itu, tapi provinsi menetapkannya kalau sudah ditetapkan baru tiga hari kerja setelah sejak ditetapkan itu,” ujar Suhartoyo.

Setelah mengajukan permohonan, pemohon dapat memperbaiki dan melengkapi permohonan paling lama tiga hari kerja sejak dikirimkannya e-AP3 (Akta Pengajuan Permohonan Pemohon Elektronik) kepada Pemohon atau kuasa hukum.
Permohonan yang dinyatakan memenuhi persyaratan akan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK) melalui sistem e-BRPK. Pemohon akan menerima Akta Registrasi Perkara Konstitusi (ARPK) sebagai bukti pencatatan permohonan dalam BRPK tersebut.

“Setelah perbaikan, kemudian akan diregistrasi oleh Mahkamah Konstitusi. Setelah diregistrasi nanti para hakim akan menggelar gelar perkara pada masing-masing panelnya, kemudian nanti menetapkan hari sidangnya,” kata Suhartoyo.

Persidangan akan dilaksanakan dengan tiga panel yang terdiri dari masing-masing tiga hakim konstitusi. Sementara itu yang berbeda, perselisihan hasil Pilkada diputus Mahkamah Konstitusi dalam tenggang waktu 45 hari kerja sejak permohonan dicatat dalam e-BPR. (sur/pra/net)