RADARBEKASI.ID, BEKASI – Pemerintah Kota Bekasi terancam kehilangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rp765 miliar pada 2024 ini.
Kondisi ini dinilai akan berdampak kepada pegawai, kualitas pelayanan publik, hingga kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan informasi yang didapat, Pengamat Kebijakan Publik dan Politik, Ricky Tambunan menyampaikan bahwa realisasi PAD masih diangka 77 persen atau sebesar Rp2,58 triliun dari target Rp3,3 triliun.
Situasi ini menurutnya, sangat berbeda dengan realisasi PAD 2023, dimana realisasi PAD mencapai 95 persen. Belum lagi, belanja Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Bekasi terlihat baru mencapai 59 persen. Kondisi ini membuat kinerja Bapenda dinilai sangat memprihatikan.
BACA JUGA: Capaian PAD 2024 Kota Bekasi Melempem, Komisi III DPRD Pesimis
“Tidak tercapainya PAD dapat memberikan dampak yang signifikan, baik kepada pegawai daerah maupun masyarakat. Dampak ini akan meliputi aspek ekonomi, sosial, dan administratif,” katanya, Kamis (26/12).
Rendahnya capaian PAD 2024 ini dinilai akan berdampak pada berbagai sektor. Dari sisi pegawai, dampak yang menghantui adalah penurunan besaran tunjangan kinerja, insentif, hingga fasilitas yang biasanya diberikan kepada pegawai. Sebab, maksimal belanja pegawai 30 persen dari APBD.
Keterbatasan anggaran operasional juga akan berdampak pada terhambatnya alokasi anggaran untuk pemeliharaan fasilitas, pelatihan, dan pengadaan. Hal ini berpotensi mempengaruhi produktivitas kerja. Tidak tercapainya PAD juga berpotensi memunculkan tekanan psikologis bagi pegawai.
Dampak berikutnya berkaitan dengan pembangunan infrastruktur dan kesejahteraan masyarakat. Tidak tercapainya realisasi PAD secara terus menerus dapat menghambat pertumbuhan ekonomi lokal, pembangunan daerah mengalami stagnasi.
BACA JUGA: Capaian PAD Kota Bekasi Baru 67 Persen
Sementara dari sisi dampaknya bagi masyarakat, akan terasa saat pemerintah mengalami keterbatasan pembangunan infrastruktur. Selain infrastruktur, kualitas layanan dasar bagi masyarakat lainnya juga berpotensi terganggu seperti layanan kesehatan dan pendidikan.
Ricky juga menekankan kepemimpinan sebagai salah satu faktor realisasi PAD yang masih jauh dari target ini.
“Sepertinya, dalam hal ini Pj wali kota tidak paham terhadap makro ekonomi, dimana tentu akan berdampak negatifnya kepada masyarakat secara luas,” ucapnya.
Ia mengingatkan tentang upaya menaikkan pajak dan retribusi guna menutupi kekurangan PAD akan membebani masyarakat.
Lebih jauh Ricky menyebut bahwa dampak jangka panjang yang bisa terjadi adalah turunnya kepercayaan publik kepada pemerintah daerah, jika tidak ada transparansi dan solusi untuk meningkatkan PAD.
BACA JUGA: Bapenda Akui Pajak BPHTB Kota Bekasi Belum Capai Target, Ini Alasannya
Kondisi ini mestinya tidak terjadi, sambungnya, lantaran indikator ekonomi tahun 2024 jauh lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Kekurangan PAD sebesar Rp765 miliar ini disebut tidak berbanding lurus dengan kondisi Kota Bekasi sebagai pemilik PDRB terbesar di Jawa Barat.
“Sebab Kota Bekasi memiliki PDRB terbesar di Jawa Barat, yakni sebesar Rp279 triliun. Mestinya ini berkorelasi positif dengan PAD, bukan malah sebaliknya. Ini aneh bin ajaib bukan?,” tambahnya. (sur)