RADARBEKASI.ID, BEKASI – Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menyoroti masih adanya praktik pungutan liar yang dialami para pencari kerja (pencaker) di Kabupaten Bekasi.
Ia mengungkapkan, sejumlah oknum meminta bayaran hingga puluhan juta rupiah kepada pencari kerja hanya untuk mendaftar kerja tanpa jaminan akan diterima bekerja di pabrik.
“Di Cikarang itu (bayar,red) Rp5 juta sampai Rp20 juta betul terkonfirmasi. Itu untuk masuk sekedar daftar dulu, belum tentu diterima. Belum masuk aja kita sudah diperas, bukan hanya investor buruh juga diperas,” ujar Said kepada wartawan, Rabu (11/6).
BACA JUGA: Masih Disortir, Wakil Bupati Bekasi Minta Pelamar Job Fair Sabar
Ia mengatakan, seharusnya Dinas Tenaga Kerja dapat berperan sebagai bank data bagi angkatan kerja setiap tahunnya. Hal ini dapat dilakukan melalui pendataan dari kartu kuning yang menjadi persyaratan wajib saat melamar pekerjaan.
Selain itu, perusahaan juga perlu diwajibkan untuk melapor setiap tahun, sehingga Dinas Tenaga Kerja dapat mengetahui kondisi dan kebutuhan tenaga kerja secara aktual.
“Setiap tahun perusahaan punya bisnis plan. Dia bisa hitung kebutuhan produksi akan berapa dia akan rekrut, berapa dia selesai kontrak, berapa yang di angkat karyawan tetap, itu ada, namanya wajib lapor ke Dinas Tenaga Kerja,” ujarnya.
“Maka antara kebutuhan pasar kerja ngisi kartu kuning dengan kemampuan perusahaan menyerapkan jadi ketemu,” katanya.
Selain itu, Said juga menyoroti pelaksanaan Job Fair bertajuk Bekasi Pasti Kerja Expo yang digelar oleh Pemerintah Kabupaten Bekasi di President University Convention Centre, belum lama ini.
Menurutnya, kericuhan yang terjadi dalam bursa kerja tersebut mencerminkan buruknya pengelolaan angkatan kerja. Padahal, Kabupaten Bekasi memiliki ribuan perusahaan yang terus bertambah setiap tahunnya, sehingga menjadi magnet bagi angkatan kerja baru dari berbagai wilayah.
Said menyebut ada beberapa faktor yang menyebabkan buruknya manajemen tenaga kerja.
Salah satunya janji-janji politik yang tidak diimbangi dengan kebijakan nyata di sektor ketenagakerjaan.
Ia menilai, pelaksanaan Job Fair secara tatap muka yang mempertemukan pencari kerja dengan perwakilan perusahaan sudah tidak lagi relevan di era digital seperti sekarang.
“Job Fair itu sudah tidak reliabel lagi di dunia yang sudah maju. Sekarang bisa pakai aplikasi. Cukup isi data lewat telepon, tidak perlu datang langsung ke lokasi,” ujarnya.
Said juga mengenang pengalamannya saat dulu bekerja di Kabupaten Bekasi. Menurutnya, di masa lalu para investor justru aktif mencari tenaga kerja, baik melalui pemerintah daerah maupun serikat buruh. Kini, kondisinya justru berbalik. Lowongan kerja semakin sulit ditemukan meskipun investasi terus meningkat.
“Di Bekasi itu 1990an pengusaha yang mengejar-ngejar ke buruh. Tidak ada Job Fair sampai berebut,” pungkasnya. (ris)