Berita Bekasi Nomor Satu

Hampir Setahun, Penyidikan Kasus Dugaan Korupsi Tunjangan Rumah Anggota DPRD Kabupaten Bekasi Belum Kelar

ILUSTRASI: Pengendara saat melintas di Kantor DPRD Kabupaten Bekasi di Desa Sukamahi, Cikarang Pusat. ARIESANT/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Pengusutan kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait anggaran tunjangan rumah (tuper) bagi ketua, wakil ketua, dan anggota DPRD Kabupaten Bekasi periode 2019-2024, belum juga kelar. Padahal, penyidikan telah berlangsung hampir setahun

Sampai saat ini, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat, masih terus mendalami dugaan keterlibatan sejumlah pihak.

“Masih proses penyidikan, jalan terus. Saat ini tahapannya masih meminta keterangan sejumlah saksi-saksi,” kata Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Jawa Barat, Roy Rovalino Herudiansyah, di Desa Cicau, Cikarang Pusat, Senin (1/12).

BACA JUGA: Belum Ada Tersangka, Kejati Masih Cari Alat Bukti Kasus Tunjangan Rumah DPRD Kabupaten Bekasi

Meskipun perkara telah masuk tahap penyidikan, Roy menegaskan, belum ada satu pun pihak yang ditetapkan sebagai tersangka.

“Penyidikan perkara ini tetap mengedepankan prinsip hukum presumption of innocence atau praduga tak bersalah sampai penyidik menemukan pembuktian kesalahan secara penuh serta tanpa ada keraguan,” ucapnya.

Sementara, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Jabar, Nur Sricahyawijaya, menambahkan bahwa proses penyidikan masih berjalan. Tim masih mengumpulkan alat bukti sekaligus merumuskan penghitungan potensi kerugian negara.

“Belum ada penetapan tersangka, kerugian negara juga belum terhitung. Kita juga akan ekspos dulu ke Kejagung, nanti akan kita sampaikan kembali,” katanya.

Sebagaimana diketahui, dugaan perbuatan melawan hukum ini mencuat dari hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Jawa Barat. BPK menemukan perlunya revisi terhadap Peraturan Bupati Bekasi Nomor 196 Tahun 2002 yang mengatur besaran tunjangan perumahan bagi pimpinan dan anggota DPRD.

Dalam aturan tersebut, ketua DPRD menerima tunjangan Rp42,8 juta per bulan, wakil ketua Rp42,3 juta, dan anggota Rp41,8 juta. Namun, hasil survei BPK menunjukkan nilai tersebut tidak wajar jika dibandingkan dengan harga sewa rumah di pasaran—yakni ketua sebesar Rp22,9–Rp29,1 juta per bulan, wakil ketua Rp20,8 juta, dan anggota Rp15,9 juta.

Selain itu, BPK juga menilai Sekretaris DPRD Kabupaten Bekasi sebagai pengguna anggaran tidak mempertimbangkan harga pasar dan standar luas rumah dalam mengusulkan besaran tunjangan perumahan.

Sementara itu, Kepala Bagian Keuangan Sekretariat DPRD Kabupaten Bekasi, EY Taufik, mengaku dirinya sudah pernah dimintai keterangan oleh penyidik Kejati.

“Saya hanya menyampaikan apa ditanya saja. Namun untuk lebih detailnya saya tidak bisa memberikan keterangan. Kalau saya sudah pernah diperiksa ya benar,” kata Taufik.(and)