RADARBEKASI.ID, BEKASI – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap peran tersangka H. M. Kunang (HMK), Kepala Desa Sukadami, Kecamatan Cikarang Selatan, sekaligus ayah dari Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang (ADK), dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan suap hadiah atau janji.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa HMK berperan sebagai perantara dalam praktik suap paket proyek pembangunan infrastruktur. Kasus ini melibatkan seorang kontraktor swasta bernama Sarjan (SRJ), yang selama ini kerap mengerjakan proyek-proyek di Kabupaten Bekasi.
Menurut Asep, HMK beberapa kali secara mandiri meminta jatah kepada Sarjan, bahkan tanpa sepengetahuan Ade Kuswara Kunang selaku bupati.
“HMK itu perannya sebagai perantara. Jadi ketika SRJ ini dimintai oleh ADK, HMK juga minta gitu. Minta, kadang-kadang tanpa pengetahuan dari ADK, HMK itu minta sendiri,” ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Sabtu (20/12).
Tak hanya kepada Sarjan, pria yang akrab disapa Abah Kunang itu juga disebut kerap meminta jatah kepada sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bekasi.
“Minta sendiri bahkan tidak hanya ke SRJ, ya minta ke SKPD-SKPD itu. Jadi beliau jabatannya memang kepala desa. Tapi yang bersangkutan itu adalah orang tua atau bapaknya dari bupati,” kata Asep.
“Jadi seperti itu perannya. Jadi kadang meminta sendiri, kadang juga menjadi perantara orang yang akan memberikan kepada ADK itu melalui Saudara HMK,” sambung Asep.
Ia menuturkan bahwa, menurut kesaksian para pemberi keterangan karena adanya hubungan keluarga dengan bupati membuat sejumlah pihak memilih melakukan pendekatan melalui abah Kunang, untuk mendapatkan persetujuan.
“Jadi HMK sendiri mungkin karena orang melihat bahwa yang bersangkutan ada hubungan keluarga gitu kan ya. Jadi bisa melalui HMK. Orang juga pendekatan melalui HMK,” ungkap Asep.
Bahkan di sisi lain, ia menerangkan sang anak yang menjabat sebagai bupati juga dikatakan pernah meminta sejumlah uang terhadap Sarjan meski proyek tersebut belum ada.
“Setelah itu, karena ini juga belum ada untuk uangnya, maka proyek-proyek yang nanti akan ada di 2026 dan seterusnya, itu sudah dikomunikasikan dengan Saudara SRJ dan sering meminta sejumlah uang padahal proyeknya sendiri belum ada,” tegas Asep.
Asep menyebutkan, total suap paket proyek pembangunan infrastruktur di Kabupaten Bekasi yang diberikan Sarjan kepada Ade Kuswara Kunang, baik secara langsung maupun melalui HMK, mencapai Rp9,5 miliar. Uang tersebut diserahkan dalam empat kali pemberian.
“Adapun total ‘ijon’ yang diberikan oleh SRJ kepada ADK bersama-sama HMK mencapai Rp9,5 miliar. Pemberian uang dilakukan dalam empat kali penyerahan melalui para perantara,” ungkap Asep.
Tak hanya itu, Asep menjelaskan bahwa Ade juga diduga mendapatkan penerimaan hasil suap, dari sejumlah pihak.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yakni Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang (ADK), H. M. Kunang (HMK) selaku Kepala Desa Sukadami, serta Sarjan (SRJ) sebagai kontraktor dari pihak swasta.
Ade Kuswara Kunang dan H. M. Kunang selaku pihak penerima suap dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 serta Pasal 12B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Keduanya juga dikenakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Sarjan selaku pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor. Ketiga tersangka langsung ditahan untuk 20 hari pertama, terhitung sejak 20 Desember 2025 hingga 8 Januari 2026, di rumah tahanan KPK. (cr1)











