Berita Bekasi Nomor Satu

Arab Saudi Jauhi Amerika Serikat Merapat ke Rusia, Ini Penyebabnya

Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman dan Presiden Rusia Vladimir Putin terlihat sangat akrab di sela-sela pertemuan G20 Buenos Aires pada 2018 silam. Foto: ALEJANDRO PAGNI / AFP

RADARBEKASI.ID, RIYADH – Menteri Energi Arab Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman geram karena Amerika Serikat terus menekan Saudi agar tak memangkas produksi minyaknya.

Sanksi Barat kepada Rusia berkaitan dengan invasi di Ukraina gagal mengamputasi kemampuan Rusia dalam mengongkosi perang di Ukraina, salah satunya karena sumbangsih harga minyak yang justru melambung tinggi.

Rusia diuntungkan oleh harga minyak tinggi ini. Sebaliknya, harga minyak yang tinggi berpengaruh buruk terhadap dunia, terutama negara-negara yang tergantung minyak impor.

BACA JUGA: Arab Saudi Terpilih Tuan Rumah Piala Dunia Antarklub 2023

Ketika negara-negara OPEC+ bertemu pada 5 Oktober 2022, AS menekan Saudi agar memprakarsai kenaikan produksi agar pasokan global berlebih sehingga harga minyak tak lagi tinggi.

“Saya terus saja mendengar, kalian kawan kami atau bukan? Adakah ruang bahwa, ‘kami hadir demi Arab Saudi dan demi rakyat Arab Saudi?” kata Pangeran Abdulaziz.

Pada akhirnya Saudi tak menggubris permintaan AS. Produsen minyak mentah terkemuka di dunia ini malah memimpin OPEC+ memangkas produksi minyak sampai 2 juta barel per hari.

BACA JUGA: Arab Saudi Resmi Terpilih Jadi Tuan Rumah Piala Asia 2027

Alhasil, harga minyak tetap tinggi dan krisis energi pun kian menyengsarakan banyak negara, dari negara kaya di Eropa pendukung Ukraina, sampai negara-negara miskin yang rentan dari krisis energi.

Keadaan itu memperparah situasi yang sudah buruk akibat krisis pangan dan wabah inflasi yang mengganas ketika pandemi COVID-19 memasuki fase akhirnya.

Sikap Saudi itu adalah salah satu gambaran besar mengenai pergeseran dalam kebijakan luar negeri negara yang menjadi kustodian Kota Suci Mekah dan Madinah itu.

Mereka tak lagi bertindak karena kepentingan global dan sekutu-sekutunya seperti Amerika Serikat.

Di bawah pemimpin de facto Pangeran Mohammed bin Salman, Saudi semakin fokus ke dalam negeri dalam memburu kepentingan-kepentingan nasionalnya dalam tingkat maksimum. (jpnn)