RADARBEKASI.ID, BEKASI – Akademisi Universitas Pelita Bangsa, Yunda Wulan, menyebut munculnya Sertipikat Hak Milik (SHM) di sempadan sungai merupakan ulah oknum.
Pernyataan ini disampaikan terkait temuan Satpol PP Kabupaten Bekasi mengenai 77 bangunan di sempadan sungai memiliki SHM saat melakukan pendataan sebelum penertiban untuk normalisasi di Desa Sukajaya Kecamatan Cibitung dan Desa Sukamanah Kecamatan Sukatani.
Wulan menegaskan bahwa tanah di sempadan sungai merupakan milik negara, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 38/2011 tentang Sungai dan Permen PUPR No 28/2015 tentang Garis Sempadan Sungai dan Danau.
BACA JUGA: BPN Kabupaten Bekasi Perlu Jelaskan Munculnya SHM di Sempadan Sungai
“Mengacu peraturan tersebut, jelas tanah itu merupakan tanah negara yang tidak boleh dimiliki oleh siapapun, terkecuali hanya dimanfaatkan,” ujar dosen Fakultas Hukum Universitas Pelita Bangsa ini.
Dikatakan, meskipun garis sempadan sungai sudah ditentukan, banyak masyarakat yang mengklaim memiliki hak atas tanah tersebut.
Menurut Wulan, ini menunjukkan adanya oknum yang mengurus kepemilikan atas tanah yang seharusnya hanya bersifat hak pakai atau pemanfaatan lahan.
“Jadi ulah oknum. Ini dapat menimbulkan masalah baru bagi masyarakat yang memiliki SHM atas tanah tersebut. Secara hukum, tidak ada pembenaran untuk memiliki tanah di bantaran sungai,” tegasnya.
Wulan menambahkan bahwa dari sudut pandang hukum perdata, keabsahan kepemilikan tanah di bantaran sungai perlu dipertanyakan, termasuk dasar peralihan haknya.
Dikatakan, dalam KUHPerdata, Pasal 1320 mensyaratkan bahwa perjanjian harus berdasarkan hal yang halal. Hal ini tidak terpenuhi karena tanah yang dimiliki merupakan tanah negara.
BACA JUGA: Pemilik Bangunan di Sempadan Sungai Punya SHM
Menurutnya, negara tidak berkewajiban membayar ganti rugi kepada masyarakat.
“Karena pertimbangan kemanusiaan, biasanya negara membuat kebijakan untuk memberikan uang kerohiman atau apapun itu disebutnya,” jelasnya.
Sementara itu, saat dikonfirmasi, Humas BPN Kabupaten Bekasi, Risky Ricardo, belum memberikan penjelasan mengenai hal ini, dengan alasan masih melakukan koordinasi dengan bidang terkait.
Camat Cibitung, Encun Sunarto, juga mengaku belum mengetahui adanya bangunan dengan SHM di bantaran sungai di wilayahnya. “Sepengetahuan saya, ada batas yang dikuasai PJT dari garis tertentu, jadi sisanya pasti milik adat,” ungkapnya.
Encun menyatakan perlunya verifikasi dokumen. “Kita harus melihat alas haknya. Ada akta yang harus ditingkatkan statusnya menjadi sertipikat. Program PTSL memberikan kemudahan, namun tetap ada verifikasi dan pengukuran lahan yang akan disertifikatkan,” ujarnya.
“Ini adalah proses pembuatan hak kepemilikan lahan sesuai standar operasional prosedur (SOP),” tutupnya. (and)