RADARBEKASI.ID, BEKASI – Pengamat Transportasi, Harun Alrasyid, menekankan pentingnya komunikasi antara stakeholder dan pengusaha angkutan perkotaan (angkot) terkait kehadiran BisKita.
Pernyataan ini disampaikan Harun saat dimintai tanggapannya mengenai rencana Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi untuk melakukan uji coba pengoperasian BisKita pada 1 Desember 2024, dengan rute dari LRT Jabodebek hingga Terminal Kalijaya Cikarang.
Menurut Harun, yang juga merupakan akademisi di Universitas Islam 45 (UNISMA) Bekasi, komunikasi sangat penting untuk menghindari konflik sosial, seperti yang telah terjadi di beberapa daerah.
“Komunikasi dengan stakeholder, termasuk sopir atau pengusaha angkot, sangat diperlukan. Jangan sampai muncul konflik sosial. Hal ini bukan hanya pernah terjadi di Kota Bekasi, tetapi juga di Semarang dan Bandung, di mana konflik sering muncul akibat kurangnya komunikasi yang baik dengan pengusaha angkot,” ujarnya saat ditemui di UNISMA Bekasi, Rabu (30/10).
BACA JUGA: Rute BisKita di Kabupaten Bekasi Harus Tepat Sasaran
Dengan adanya komunikasi yang baik, dampak kehadiran layanan transportasi seperti BisKita dapat lebih dipahami.
“Jangan sampai mereka merasa dirugikan dengan operasionalnya BisKita ini,” ucapnya.
Selain itu, Harun juga menyoroti perlunya pemerintah mempertimbangkan rute yang akan dilalui oleh BisKita. Ia mengingatkan agar tidak menetapkan rute yang peminatnya sedikit.
“Karena pengoperasian transportasi publik tergantung dari seberapa banyak orang menuju rute-rute yang diinginkan,” ucapnya.
Terkait benturan rute antara BisKita dan Elf K-01, Harun menyarankan perlunya perubahan rute untuk salah satu moda transportasi. Ia berpendapat bahwa angkot bisa berfungsi sebagai feeder bagi BisKita.
“Jangan sampai dalam satu rute terjadi tumpukan banyak angkot. Transportasi tradisional sudah kalah saing dengan transportasi umum daring; jangan sampai mereka harus bersaing lagi dengan moda transportasi yang dikelola pemerintah. Oleh karena itu, komunikasi menjadi sangat penting,” tegasnya.
Ia menambahkan, daerah seperti Kabupaten Bekasi menghadapi tantangan besar dalam hal transportasi, terutama karena kondisi jalan yang sulit dan lahan yang terbatas. Dengan jumlah penduduk yang semakin meningkat, kebutuhan akses mobilitas juga bertambah.
“Untuk kota yang berkembang seperti Bekasi, persoalan transportasi adalah yang paling utama. Hampir 40 persen pendapatan penduduk habis untuk transportasi. Pemerintah harus turun tangan dalam hal ini,” ungkapnya.
Harun menekankan bahwa kemiskinan bukan hanya karena pendapatan yang rendah, tetapi juga karena pengeluaran yang besar, salah satunya untuk transportasi.
“Dengan adanya transportasi yang aman, nyaman, dan terjangkau, hal ini akan sangat membantu masyarakat. Oleh karena itu, transportasi sudah menjadi kebutuhan primer yang harus dipenuhi,” pungkasnya. (oke)