RADARBEKASI.ID, BEKASI – Omih (65) hampir gagal menggunakan hak pilihnya atau “nyoblos” dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 15. Nenek warga Kampung Pasirkonci Desa Pasirsari Kecamatan Cikarang Selatan ini tidak menerima surat undangan atau formulir C6 dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bekasi.
Selain itu, nama yang tercantum di laman Daftar Pemilih Tetap (DPT) online juga berbeda. Nama Omih tercatat dengan nama yang aneh, yakni “Ya ampun”.
“Ya, saat istri menjenguk, dia bertanya, ‘Mak, sudah nyoblos?’ Mak Omih bilang belum dapat undangan. Pas saya cek di online, ternyata NIK-nya ada dan sudah terdaftar. Tapi namanya aneh,” kata Muhammad Ikbal (38), anggota keluarga Omih, Rabu (27/11).
Ikbal yang penasaran kemudian memeriksa laman resmi KPU RI dengan memasukkan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Hasilnya, nama nenek Omih tercatat dengan penulisan yang tidak biasa, yaitu “Ya ampun”.
“Saya bingung. NIK-nya sesuai, alamatnya juga benar, tapi kenapa namanya bisa seperti itu, malah tertulis ‘Ya ampun’?” tambah Ikbal.
Selain kesalahan penulisan nama, lokasi TPS yang tercatat juga jauh dari tempat tinggal Omih. Menurut Ikbal, TPS yang terdaftar berjarak sekitar dua kilometer dari rumah mereka.
“Saya juga aneh, padahal di depan rumah emak itu sekolah, di situ ada TPS yang dibangun. Tapi emak TPSnya jauh, ada kali dua sampai tiga kilometer. Kebayang kalau enggak dijemput, enggak dianterin, harus jalan jauh,” ujar Ikbal.
Setelah perjalanan cukup jauh menuju TPS 15, Omih akhirnya diterima oleh petugas KPPS untuk menggunakan hak pilihnya. Berdasarkan data yang dimiliki petugas KPPS, nama Omih tercatat dengan benar sesuai dengan KTP, meskipun nama yang tertera di laman KPU RI berbeda.
“Saya sempat komunikasi sama petugas di PPK, nama Mak Omih ada tercatat. Jadi tinggal datang aja bawa KTP. Cuma ya memang, itu namanya kenapa jadi ‘Ya ampun’ sama lokasi TPS ya jauh dari rumah,” sambungnya.
Sementara itu, Ketua Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Cikarang Selatan, Sarmin, mengakui adanya perbedaan nama yang tercatat di DPT online dengan yang terdaftar di lapangan atau TPS. Berdasarkan hasil pencocokan, DPT fisik yang ada di TPS sebenarnya sudah sesuai dengan identitas asli warga yang bersangkutan.
“Kasusnya Mak Omih pas dicek di DPT online namanya beda, kami tidak tahu human error di mana atau posisinya kesalahan di mana, banyak kasus begitu. Dalam kasus Bu Omih juga tadi yang bersangkutan sudah menunaikan hak pilihnya dengan nama yang sesuai,” tutur Sarmin.
Selain itu, pihaknya juga menemukan beberapa nama dengan NIK yang sama. Namun, setelah dilakukan pencocokan, beberapa nama yang tidak sesuai akhirnya dikeluarkan dari daftar. Sayangnya, meskipun telah diperbaiki, sistem DPT online terlambat melakukan pembaruan. Untuk itu, pihaknya langsung berkoordinasi untuk memastikan data yang tepat agar warga yang bersangkutan tetap dapat menggunakan hak pilihnya.
“Terkadang, DPT online belum terupdate. Kami sudah melakukan perbaikan, namun DPT online tidak segera memperbaharuinya. Kami baru menemukan hal ini,” tandas Sarmin. (ris)