RADARBEKASI.ID, JAKARTA-Sejak beberapa waktu terakhir, muncul kekhawatiran di masyarakat terkait isu bahwa transaksi menggunakan QRIS (Quick Response Indonesian Standard) akan dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen mulai tahun 2025. Menanggapi hal tersebut, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan bahwa isu tersebut tidak sepenuhnya benar.
Kepala BKF Kemenkeu, Febrio Nathan Kacaribu, memastikan bahwa konsumen yang bertransaksi menggunakan QRIS tidak akan dikenai PPN tambahan. Masyarakat, sambung dia, dapat tetap menggunakan QRIS tanpa harus membayar lebih karena pajak ini.
“Transaksi melalui QRIS dan sejenisnya tidak menimbulkan beban PPN tambahan untuk customer,” jelasnya.
Lantas, PPN atas layanan QRIS akan tetap dikenakan kepada merchant (penyedia barang atau jasa), bukan kepada konsumen. Kebijakan ini telah berlaku sejak tahun 2022 melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69 Tahun 2022.
BACA JUGA:Kaum Cashless Wajib Tau! Transaksi Digital Bakal Kena PPN 12 Persen
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Dwi Astuti menegaskan, biaya Merchant Discount Rate (MDR) akan ditanggung oleh merchant dan tidak boleh dibebankan kepada konsumen. MDR sendiri adalah biaya jasa yang dikenakan kepada merchant saat transaksi menggunakan QRIS.
Mengacu aturan Bank Indonesia, tarif MDR QRIS sebesar 0,3 persen bagi usaha mikro untuk transaksi di atas Rp 100.000, sedangkan untuk usaha kecil, menengah, dan besar sebesar 0,7 persen. Kebijakan tersebut sudah berlaku sejak 1 September 2023. Selain QRIS, aturan ini juga berlaku untuk biaya layanan pada uang elektronik (e-money), dompet elektronik (e-wallet), gerbang pembayaran, switching, kliring, penyelesaian akhir, dan transfer dana.
PPN berlaku untuk biaya layanan yang dibebankan kepada penyelenggara, seperti biaya layanan registrasi, pengisian ulang saldo (top-up), pembayaran transaksi, transfer dana, dan tarik tunai untuk uang elektronik. Begitu juga dengan layanan dompet elektronik yang termasuk biaya pembayaran tagihan dan paylater.
BACA JUGA:PPN 12 Persen Bikin Pengusaha di Bekasi Ketar-ketir
Adapun nilai uang elektronik itu sendiri, termasuk saldo, bonus poin, reward point, dan transaksi transfer dana murni, tidak dikenakan PPN. Sebagai contoh, jika pengguna melakukan top-up saldo uang elektronik dan dikenakan biaya administrasi, biaya administrasi tersebut yang terkena PPN.
“Misalnya, biaya administrasi top-up adalah Rp 1.000 dan tarif PPN yang berlaku saat ini sebesar 11 persen, maka PPN yang harus dibayar adalah Rp 110, sehingga total biaya layanan menjadi Rp 1.110,” jelasnya.
“Apabila PPN naik menjadi 12 persen, berarti besaran biaya administrasi yang perlu dibayar adalah sebesar Rp 120, sehingga totalnya menjadi Rp1.120,” tambah Dwi. (ce1)