Berita Bekasi Nomor Satu

Serba Salah Sanksi PSBB

CEK SUHU TUBUH : Petugas Dinas Perhubungan mengukur suhu tubuh pengendara sepeda motor yang melintas di Jalan Sultan Agung Bekasi Barat Kota Bekasi, saat penerapan PSBB. Meski sudah diberlakukanya PSBB pada hari keenam, angka penularan wabah virus Corona (Covid-19) semakin meningkat. RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI.
CEK SUHU TUBUH : Petugas Dinas Perhubungan mengukur suhu tubuh pengendara sepeda motor yang melintas di Jalan Sultan Agung Bekasi Barat Kota Bekasi, saat penerapan PSBB. Meski sudah diberlakukanya PSBB pada hari keenam, angka penularan wabah virus Corona (Covid-19) semakin meningkat. RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI.

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Kota Bekasi sudah berjalan enam hari, Senin (20/4). Namun, grafik peningkatan jumlah kasus Covid-19 di Kota Bekasi terus bergerak naik, sementara pergerakan orang dari dan ke Kota Bekasi masih banyak.

Jika sebelumnya disebut ada sanksi tegas sesuai Undang-Undang Karantina Kesehatan akan diterapkan, sampai saat ini masih ‘setengah hati’. Meskipun berbagai upaya himbauan sudah diberikan, mulai dari pembatasan jam malam, pembatasan jam operasional toko, hingga meminimalisir kegiatan di luar rumah.

Beberapa penyebab disinyalir menjadi pertimbangan pemerintah dalam pelaksanaan PSBB untuk memutus rantai Covid-19. Diantaranya kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi oleh pemerintah hingga iklim ekonomi yang otomatis memburuk, terutama di daerah yang di tetapkan PSBB seperti Kota Bekasi.

Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi menyebut pergerakan orang masih tergolong besar. Di stasiun masih ada pergerakan 2000 orang, di perbatasan Kota Bekasi dengan Kabupaten Bekasi, volume kendaraan juga masih cukup padat. Kendaraan yang melintas masuk ke wilayah Kota Bekasi ini sebagian besar menuju ke arah DKI Jakarta.

“Rame, 2 ribuan lebih masih, masih rame. Ya meminta kepada kepala stasiun tadi (upaya Pemkot Bekasi), pertama tadi jaraknya, distancingnya dijaga, yang kedua masker,” terang Rahmat menyampaikan hasil pantauannya di stasiun Bekasi Timur dan stasiun Bekasi Kota, Senin (20/4).

Meskipun demikian, Rahmat mengklaim selama enam hari pelaksanaan PSBB, angka pergerakan orang lebih kecil dari biasanya, meskipun belum maksimal. Terutama pergerakan di jalan nasional dan jalan provinsi disebut masih tinggi. Mulai hari ini, pengguna jalan yang sudah pernah tercatat melanggar aturan PSBB, disebut tidak lagi diberikan toleransi dan diarahkan kembali ke wilayah asalnya, juga memberikan surat teguran sepeti yang dijelaskan oleh Direktorat Dirjen Lalulintas Polda Metro Jaya beberapa waktu lalu di Bekasi.

Namun saat ditanya perihal sanksi sesuai dengan UU Karantina Kesehatan nomor 6 tahun 2018 berupa pidana penjara satu tahun atau pidana denda Rp 100 juta, Rahmat mengaku serba salah untuk menerapkannya. Pihaknya masih menimbang-nimbang konsekuensi yang diberikan kepada pelanggar PSBB ditengah situasi ekonomi serba tidak pasti saat ini.

“Sudah lagi susah mau (ditindak tegas), kondisi begini. Nah itu bayangin deh, makannya saya bilang hari pertama dan kedua persuasif. Ke dua dan empat peringatan, dan lima, enam, dan seterusnya yasudah penindakan (putar balik wilayah asal dan diberikan surat teguran),” lanjut Rahmat.

Beberapa waktu lalu, lima kepala daerah Bodebek telah mengajukan surat usulan penghentian operasional KRL Commuter Line, termasuk Wali Kota Bekasi. Namun, ditolak oleh Kementrian Perhubungan (Kemenhub), dan lebih memilih untuk mengatur kapasitas penumpang. Rahmat menilai untuk menekan penyebaran Covid-19 ini, perlu pembatasan pergerakan orang, bukan pembatasan pergerakan barang. Oleh karena itu, secara otomatis jika kendaraan angkutan massalnya tetap bergerak, orang juga ikut bergerak.

Selama tidak ada pergerakan orang, Rahmat meyakini penyebaran Covid-19 i dengan cepat bisa ditekan. Selama dalam situasi seperti ini, ia tidak bisa memastikan kapan pandemik ini berakhir.

“Waduh, wallahualam bishawab. Karena kita juga nggak lihat musuhnya (virus), yang ada setiap hari bertambah (jumlah kasus). Bahkan, kemaren ada 7 (bertambah) kan yang meninggal. Memang orang meninggal kita nggak tahu ya,” tukasnya.

Catatan Rahmat, per enam jam jumlah kasus positif naik tiga kasus. Sehingga saat ini jumlah kasus positif di Kota Bekasi sudah menginjak angka 195 orang, (Lihat Grafis).

Terpisah, Dosen Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara, Anggreany Haryani Putri menilai pemerintah dalam hal ini menyadari konsekuensi yang akan diterima. Yakni, jika pergerakan orang di batasi semaksimal mungkin, kegiatan perusahaan ditekan, serta penegakan hukum sesuai dengan UU Karantina Kesehatan, maka memberikan pengaruh terhadap iklim perekonomian, sekaligus pemerintah wajib memenuhi kebutuhan hidup masyarakatnya.

“Benar upaya penegakan secara tegas terkait UU Karantina Kesehatan bisa lebih efektif menekan perluasan Covid-19 karena disana tidak lagi ada orang yang bisa lalu lalang seperti sekarang. Tapi apakah pemerintah siap menanggung semua beban kebutuhan masyarakatnya dari segala golongan,” terang dosen yang biasa disapa Anggie ini.

Mengutip pasal 55 dalam UU Karantina Kesehatan, pemerintah menanggung kebutuhan dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina. Kedua, pemerintah pusat bertanggung jawab sebagai penyelenggara karantina wilayah bersama dengan pemerintah daerah dan pihak terkait.

Terkait dengan operasional perusahaan sehingga memaksa pergerakan orang, menurutnya ini bermuara pada kebijakan pemerintah, untuk menindak perusahaan yang tidak mengantongi izin operasional selama PSBB. Perusahaan dapat diberilan tindakan tegas sesuai UU Karantina Kesehatan.

Pemerintah harus segera mengevaluasi pelaksanaan PSBB selama lima hari ini, jika tidak bisa lagi dengan himbauan atau teguran, maka harus ditegakkan ketentuan sesuai dengan UU Karantina Kesehatan.

“Kalau dari sisi hukum sendiri sebenernya bukan dibiarkan, tetapi di berikan hibauan terlebih dahulu. Jika belum dipatuhi, bisa diberikan peringatan yang lebih tegas, dan jika memang sudah tidak bisa lagi harus dievaluasi dan benar benar harus ditegakkan, ya harus diberikan sanksi sesuai dengan UU. Karena hukum itu ada untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum. Hal ini sudah diatur dalam teori Kepastian hukum dan perlindungan hukum. Namun, harus melihat nilai manfaat sesuai dengan asas kemanfaatan hukum,” lanjutnya. (Sur)

Solverwp- WordPress Theme and Plugin