Berita Bekasi Nomor Satu

PHK Lanjutan Mengancam

Illustrasi : Sejumlah buruh berjalan kaki saat pulang kerja di kawasan industri MM2100 Cibitung, Kabupaten Bekasi, Selasa (19/1). Pemerintah Kabupaten Bekasi mencatat, korban PHK di Kabupaten Bekasi bertambah. ARIESANT/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Tanda-tanda pandemi Covid-19 akan berakhir belum terlihat. Sektor perekonomian sebagai penopang kehidupan warga pun belum pulih, bahkan menyisakan luka bagi tenaga kerja di Kota dan Kabupaten Bekasi. Disisi lain, sektor ritel mulai berfikir untuk mengurangi karyawan lantaran iklim bisnis tidak kunjung membaik.

Sampai dengan bulan Desember 2020 kemarin, laporan yang diterima oleh Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) dari perusahaan di Kota Bekasi, angka Pemutusan Hubungan kerja (PHK) mencapai 1.601 pekerja. Jumlah ini tidak menutup kemungkinan kembali naik jika peritel benar-benar memutuskan untuk memberhentikan karyawan.

Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengaku, sampai dengan saat ini kondisi bisnis ritel masih belum menunjukkan perbaikan. Kondisi ini juga dipengaruhi oleh pengetatan kegiatan masyarakat oleh pemerintah melalui PPKM, meskipun jam operasional diperlonggar dari pukul 19:00 WIB menjadi pukul 20:00 WIB. Kondisi ini menurutnya tidak memberikan pengaruh signifikan.

Masyarakat saat ini masih membatasi kegiatan di luar rumah, termasuk pergi berbelanja di retail. Sedangkan, PPKM nyatanya dinilai tidak memberikan pengaruh berarti di sektor kesehatan apalagi ekonomi.

“Saat ini kita ada di kondisi yang prihatin, mulai memikirkan ada pengurangan tenaga kerja, kemudian juga ada yang dirumahkan, atau diPHK, dan sebagainya. Sekarang peritel sudah memikirkan itu,” terang ketua Aprindo, Roy Mandey kepada Radar Bekasi, Selasa (2/1).

Ia mengakui, tingginya penyebaran Covid-19 dan nafas ekonomi yang makin tersengal-sengal ini sebagai situasi dilematis. Namun, bukti selama ini tidak ada cluster di dunia ritel membuat pihaknya meminta jam operasional dikembalikan pada jam operasional normal.

Semakin ketat operasional ditengah tingginya tingkat penyebaran ini dinilai selain mengganggu iklim bisnis retail, juga mengurangi konsumsi masyarakat. Pola konsumsi masyarakat terganggu, ditambah dengan sejumlah wilayah di luar Jawa dan Bali tetap memberlakukan jam operasional sampai pukul 19:00 WIB.

Untuk mendapatkan pelonggaran jam operasional seperti sedmula, pihaknya siap untuk diawasi secara ketat oleh Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 di setiap wilayah.”Kita tetap melakukan protokol kesehatan, sangat siap (diawasi ketat), kita lebih baik dinormalkan saja dengan pengawasan yang ketat,” tambahnya.

Opsi terakhir, pengurangan karyawan harus diambil lantaran cadangan modal yang dimiliki untuk mengarungi hampir satu tahun pandemi sudah terkuras habis. Sementara gaji karyawan, dipastikan sudah mengalami pengurangan, gaji karyawan memakan hampir 40 persen dari total biaya operasional yang dikeluarkan.

Pihaknya telah menyuarakan opsi pemulihan ekonomi melalui kementerian perdagangan juga pada kementerian keuangan dalam untuk bisa mendapatkan bantuan operasional kredit serta gaji karyawan. Bantuan gaji dapat diberikan langsung kepada karyawan, sementara bantuan operasional dapat diberikan melalui restrukturisasi pinjaman kredit dengan bunga rendah.

Sementara itu, catatan Disnaker Kota Bekasi sampai dengan akhir tahun total 411 pekerja dirumahkan, 923 pekerja diliburkan, 1.601 pekerja terkena PHK.”Dengan jumlah total pekerja 84.777 pekerja, maka prosentase jumlah pekerja yang terkena PHK di Kota Bekasi dalam masa pandemi ini adalah 1,9 persen, dan prosentase jumlah pekerja yang dirumahkan adalah 0,5 persen,” papar Kepala Disnaker Kota Bekasi, Ika Indah Yarti.

Jumlah ini lebih besar dari catatan di Provinsi Jawa Barat sebanyak 19.384 pekerja terkena PHK, dan 80.151 pekerja dirumahkan. Pihaknya telah melakukan langkah sesuai ketentuan pasal 151 UU nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Yakni menghindari terjadinya PHK akibat dari pandemi Covid-19.

Pihaknya meminta kepada pengusaha untuk menerapkan mekanisme penyesuaian upah pekerja berdasarkan kemampuan jumlah produksi dan mengatur skema libur atau dirumahkan.

“Dalam meredam terjadinya gelombang PHK, pemerintah daerah menghimbau melaksanakan mekanisme perundingan dengan pekerja terkait upah, jam kerja, libur atau dirumahkan yang sesuai dengan kemampuan perusahaan,” tandas sembari mengaku, korban PHK maupun angkatan kerja baru, pihaknya memberikan kesempatan melalui kartu pra kerja.

Terpisah, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Bekasi menilai keputusan perusahaan melakukan PHK merupakan suatu pilihan dalam kondisi saat ini. Dimana, perusahaan tidak mungkin mempertahankan para pekerjanya, jika perusahaan mengalami krisis.

“Sebetulnya teman-teman di industri itu tidak mungkin melakukan pemutusan hubungan kerja pada dasarnya. Kalau memang keadannya tidak terlalu memaksa,” ujar Ketua Apindo Kabupaten Bekasi, Sutomo, kepada Radar Bekasi, Selasa (2/2).

Sutomo mengibaratkan, jika kapal yang sedang berlayar dengan muatan yang banyak, pada kondisi tertentu harus yang diturunkan ke laut, agar tidak tenggelam. Misalnya, dikurangi bebannya,”Intinya ada semacam upaya untuk industri itu jalan, maka harus ada tindakan pengurangan jumlah karyawan. Itu hal yang biasa menurut saya,” tuturnya.

Terlebih, pada tahun 2021 ini kondisi ekonomi di Kabupaten Bekasi, sekaligus Indonesia belum menentu. Menurutnya, tidak mungkin perusahaan terus bertahan dengan jumlah karyawan (pekerja) yang banyak, seperti saat kondisi normal. “Kalau kondisinya tidak menentu, kita juga tidak bisa berspekulasi. Seperti saat kondisi normal,” tukasnya.(sur/pra)

Solverwp- WordPress Theme and Plugin