Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

Keluarga Korban Pemerkosaan Diintimidasi

Illustrasi Pemerkosaan

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Keluarga perempuan penyandang disabilitas korban pemerkosaan mulai dihantui kekhawatiran. Pasalnya, kelompok pelaku melontarkan ancaman dan lontaran bahasa kotor secara tidak langsung melalui media sosial. Saat ini korban telah mendapatkan pendampingan dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bekasi, Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Kota Bekasi, kuasa hukum juga tengah meminta pendampingan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Kuasa hukum menegaskan pengakuan korban mengenai peristiwa yang dialaminya beberapa waktu lalu telah terbukti dari hasil visum. Kuasa hukum mendorong penyidik kepolisian untuk sungguh-sungguh menangani perkara ini dan segera menahan pelaku pertama dan kedua.

“Kami akan terus mendorong untuk segera melakukan penangkapan terhadap tersangka satu dan tersangka dua. Karena keluarga korban sudah mendapatkan intimidasi di grup-grup facebook,” kata kuasa hukum korban, Herli, Minggu (4/4).

Hingga akhir pekan kemarin, sudah pada proses penambahan saksi. Alat bukti sudah diserahkan kepada pihak kepolisian, diantaranya pakaian yang dikenakan oleh korban hari itu.

Keluarga korban mulai khawatir dengan percakapan yang muncul di media sosial. Setelah proses hukum berjalan hingga penetapan tersangka, kuasa hukum korban berencana untuk melaporkan akun yang melakukan serangan tidak langsung menggunakan perkataan tidak menyenangkan dengan perkara UU ITE.

“Jadi saling sahut-sahutan supaya pelaku terbela, mereka beralibi seperti itu, cuma pihak keluarga korban sudah saya sudah bilangin jangan terpancing dengan komen di medsos,” ungkapnya.

Pada waktu yang berbeda, Ketua LPSK, Hasto Admojo Suroyo mengatakan bahwa pihaknya bersedia untuk memberikan pendampingan setelah menerima pengakuan dari korban. Perlindungan diberikan kepada korban, termasuk keluarga korban jika didapati ada ancaman yang diterima.

“LPSK akan menghitung kerugian materil dan non materil, dan diajukan ke pengadilan, dan dimasukkan ke tuntutan jaksa,” paparnya.

Selain bantuan perlindungan hukum, LPSK juga bersedia untuk memberikan bantuan pemulihan medis, psikologis, dan psikososial. Pihaknya mengaku banyak menemukan kekerasan yang dihadapi oleh penyandang disabilitas, hal ini lantaran keterbatasan yang dimiliki.

Kepala Bidang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak (PPKTPA) pada DP3A Kota Bekasi, Mien Aminah mengaku sampai dengan saat ini pihaknya masih mendampingi laporan kasus tersebut, mulai dari proses hukum sampai dengan pemulihan psikis. Ditegaskan bahwa pendampingan dilakukan kepada korban baik penyandang disabilitas maupun non disabilitas sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku.

Dalam beberapa pertemuan, korban mengalami dampak psikologis cukup berat seperti mengurung diri dan dihantui rasa takut. Untuk itu pihaknya menurunkan tim untuk memulihkan psikologis korban, pemulihan psikologis tidak bisa selesai dalam waktu singkat, diperlukan waktu pemulihan secara bertahap, untuk itu pihaknya menggandeng universitas dan lembaga lain di Kota Bekasi.

Secara kasat mata, dampak fisik diakui tidak nampak jelas, butuh bantuan psikolog untuk mengetahui dampak yang timbul. Treatment dilakukan dan dievaluasi untuk memperbaiki kondisi psikis.

“Kadang-kadang itu tadi, karena ketidaktahuan orang tua sehingga menganggap anak-anaknya kalau ada kasus tidak masalah, padahal kalau kita dalami psikisnya terganggu. Karena tidak tidak disadari,” paparnya.

Selain pemulihan psikis, Pekerjaan Rumah (PR) yang harus diselesaikan adalah kemandirian korban mengingat usia korban sudah tergolong dewasa. Sejauh ini, DP3A sudah berkomunikasi dengan lembaga pelatihan kerja untuk memberikan keterampilan setelah psikologis korban pulih.

Sejauh laporan yang diterima oleh DP3A, anak-anak dan perempuan, baik penyandang disabilitas maupun non disabilitas rentan menjadi korban kekerasan. Diperlukan peran keluarga dan lingkungan sekitar untuk menjaga anak dan perempuan dari ancaman kekerasan.

Edukasi kepada kelompok masyarakat dilakukan sebelum pandemi, baik oleh DP3A, Kader, maupun lembaga-lembaga yang dibangun oleh masyarakat. Selama Pandemi, sosialisasi dilakukan pada kelompok-kelompok kecil dan sekolah untuk mengedukasi guru, pendidikan jarak jauh dapat menjadi media untuk menyampaikan edukasi kepada anak. (sur)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin