Berita Bekasi Nomor Satu

Setelah Uni Eropa, Ukraina Minta Tolong ke Indonesia

Petugas memadamkan api di sebuah rumah yang terbakar setelah serangan bom di wilayah Donetsk, Ukraina. Foto: Reuters

RADARBEKASI.ID, JAKARTA – Makin hari, jumlah wilayah di Ukraina yang dikuasai Rusia makin bertambah. Iring-iringan ribuan pasukan Rusia terus merangsek menuju Kiev, ibu kota Ukraina.

Situasi berbahaya ini yang kemudian memaksa Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy pada Selasa (1/3) WIB mendesak Uni Eropa agar membantu mereka mengusir tentara Rusia dari Ukraina.

Desakan itu disampaikan sehari setelah Ukraina menandatangani permintaan resmi untuk bergabung dengan blok tersebut.

“Uni Eropa akan lebih kuat bersama kami, pasti. Tanpa kalian, Ukraina bakal kesepian,” kata Zelenskiy kepada Parlemen Eropa melalui tautan video sebagaimana dilansir Reuters.

“Buktikan bahwa kalian bersama kami. Buktikan bahwa kalian tidak akan membiarkan kami pergi. Buktikan bahwa kalian memang orang Eropa dan kemudian hidup akan menang di atas kematian dan pelita akan menang di atas kegelapan. Jayalah Ukraina,” kata Zelensky.

Tak hanya meminta bantuan kepada Uni Eropa. Pemerintah Ukraina juga meminta bantuan kepada Indonesia. Permintaan ini disampaikan mengingat Indonesia memiliki peran penting sebagai Presidensi G20. Indonesia juga dikenal sebagai negara muslim terbesar di dunia.

Permintaan dukungan itu disampaikan Kedutaan Besar Ukraina di Jakarta melalui sebuah surat resmi. Surat tersebut dikeluarkan pada Selasa (1/3) malam.

Adapun isi surat tersebut adalah sebagai berikut:

“Bangsa Indonesia! Anda adalah bangsa yang kuat dan gagah, Anda adalah pejuang kebenaran dan kebebasan, Anda adalah tulang punggung perdamaian dan keadilan di negara Anda yang bebas dan demokratis,” kata pernyataan Kedubes Ukraina tersebut.

“Rakyat Indonesia, keadaan saat ini sungguh berat dan menyakitkan bagi kami. Oleh karena itu, kami menunggu dukungan Anda. Kami berharap dapat mendengar suara Anda yang lantang dan berani dalam membela kami,” kata pernyataan tersebut.

Dalam pernyataan itu, pemerintah Ukraina juga menyerukan agar Indonesia bersama negara-negara lain di dunia mempertahankan sistem keamanan global dan prinsip hidup berdampingan secara damai serta prinsip pembangunan yang telah dipelihara dengan seksama oleh dunia pascatragedi Perang Dunia II.

“Kita tidak punya hak untuk tetap membisu. Jika terus begitu, maka kita tidak akan memiliki hari esok. Rakyat Indonesia, dukunglah kami. Merdeka atau mati!,” demikian isi pernyataan tertulis tersebut.

Sementara itu, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana mengingatkan agar Indonesia tidak memihak dalam konflik antara Rusia dan Ukrania.
“Menurut saya, sebaiknya (Indonesia) tidak memihak. Agar kita bisa aktif berkontak dengan berbagai pihak yang bertikai untuk menciptakan kedamaian. Itu yang saya dapat tangkap dari keinginan Presiden Jokowi,” ujar Hikmahanto.

Menurutnya, posisi Indonesia dalam konteks menjalankan politik luar negeri yang bebas aktif adalah meminta semua pihak untuk menahan diri dalam penggunaan kekerasan (use of force) dan bila telah terjadi agar siapa pun yang menggunakan untuk menghentikannya.

Sementara, pakar kajian Hubungan Internasional Kawasan Eropa Timur dan Tengah dari Universitas Airlangga, Radityo Dharmaputra IntM MA mengatakan, invasi Rusia ke Ukraina disebabkan oleh persepsi Presiden Rusia Vladimir Putin yang menganggap bahwa kesamaan akar bahasa dan budaya antara Rusia dan Ukraina bisa membenarkan aksi demiliterisasi.

Meski demikian, Radityo berpendapat bahwa aksi tersebut tidak bisa dibenarkan. “Kesamaan akar bahasa dan budaya tidak bisa dijadikan justifikasi,” kata Radityo dalam diskusi itu diadakan oleh Cakra Studi Global Strategis (CSGS), Badan Pusat Kajian yang berada di bawah Departemen Hubungan Internasional Universitas Airlangga.

Dia juga berpendapat, NATO belum akan mengintervensi permasalahan yang terjadi di Ukraina hingga Rusia bertindak lebih jauh. NATO juga belum akan memasukkan Ukraina menjadi anggotanya.

“NATO enggan Ukraina masuk karena (NATO) tidak mau berurusan dengan Rusia,” ungkapnya.

Radityo juga menilai masih terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa akan terjadi Perang Dunia III seperti yang diberitakan banyak media. “Kita masih belum tau endgame-nya,” ujarnya. (wsa)