Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

Telat Serahkan Data, TKK Hilang

ILUSTRASI: Pegawai TKK dan ASN berjalan di lingkungan plasa Pemkot Bekasi. DPRD bakal memanggil Pemkot Bekasi untuk membicarakan nasib TKK. RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Tenaga Non Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kota Bekasi belum bisa sepenuhnya bernafas lega, mereka masih terus berharap pemerintah memberikan solusi untuk dapat berpindah status menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Menjelang akhir Juli kemarin, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) meminta Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) untuk pegawai Non ASN di instansinya masing-masing.

Lewat Surat Edaran (SE) Nomor B/ISII/IM SM.01.OO/2022, PPK di tiap instansi, mulai pusat hingga daerah untuk memetakan pegawai non ASN, baik Tenaga Honorer Kategori II (THKII) maupun pegawai non ASN lainnya. Bagi pegawai yang memenuhi syarat untuk diikutsertakan mengikuti seleksi CPNS maupun PPPK, pendataan dilakukan dengan ketentuan memperoleh honorarium dengan mekanisme langsung, diangkat paling rendah oleh pimpinan unit kerja, telah bekerja paling singkat satu tahun pada tanggal 31 Desember 2021, serta berusia 20 sampai 56 tahun.

Selain itu, PPK juga diingatkan tentang PP 49 tahun 2018, dimana setiap instansi pemerintah melakukan penataan pegawai non ASN. Menpan-RB meminta PPK melakukan inventarisasi data pegawai non ASN untuk disampaikan ke Badan Kepegawaian Negara (BKN) paling lambat 30 September 2022, penyampaian data ini harus disertai dengan Surat Pernyataan Tanggungjawab Mutlak (SPTJM) yang ditandatangani oleh PPK, perekaman harus menggunakan aplikasi yang disiapkan oleh BKN.

Bagi PPK yang tidak menyampaikan data sampai dengan tanggal yang ditentukan, tanpa menyertakan SPTJM, dan menggunakan aplikasi yang disiapkan oleh BKN, maka dianggap dan dinyatakan tidak memiliki tenaga non ASN.

Poin kedua SE tersebut menyebut bahwa pegawai non ASN yang telah bekerja di instansi pemerintah sesuai dengan pasal 99 ayat 2 PP nomor 49 tahun 2018, dimana pegawai non ASN dalam jangka waktu paling lama lima tahun sebagaimana disebut dalam ayat 1, dapat diangkat menjadi PPPK apabila memenuhi syarat sebagai mana diatur dalam PP. Sementara ayat 1, menyebutkan bahwa pegawai non PNS sebelum diundangkannya PP nomor 49 tahun 2018 masih tetap melaksanakan tugas paling lama lima tahun.

Forum Tenaga Kerja Kontrak (TKK) Kota Bekasi akan mengawal pendataan atau penataan pegawai non ASN di wilayah Kota Bekasi. Hal ini bertujuan untuk memastikan pendataan dilakukan secara akurat terkait dengan siapa saja yang dianggap memenuhi syarat untuk seleksi CPNS maupun PPPK.

Saat ini tercatat ada 10 ribu TKK yang telah bekerja sebelum PP nomor 49 tahun 2018 diundangkan, atau yang telah bekerja diatas lima tahun setelah PP diundangkan. Permintaan Menpan-RB untuk mendata diakui menjadi angin segar bagi TKK di Kota Bekasi.

Namun, masih menjadi pertanyaan besar, apakah seluruh TKK dapat difasilitasi untuk diangkat menjadi PPPK sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Sejauh ini, Forum TKK telah memperjuangkan nasib mereka di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) hingga kepala daerah, harapan mereka semua bisa terfasilitasi.

“Tapi pertanyaan kita dari teman-teman TKK, apakah mungkin dari 14 ribu itu teman-teman TKK bisa diakomodir,” kata Ketua Forum TKK Kota Bekasi, Rahmat Hidayat, Senin (8/8).

Saat ini TKK di tiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kota Bekasi telah bergerak mendata, mengumpulkan data-data yang dibutuhkan untuk menjadi PPPK. Memperjuangkan pengangkatan PPPK adalah salah satu tujuan forum TKK setelah berhasil memastikan TKK tetap dipertahankan keberadaannya sampai dengan tahun 2023 mendatang.

“Tapi apakah kita ingin menjadi TKK ‘bangkotan’ kalau kata orang Bekasi, kita ingin naik status,” tambahnya.

Ia meminta seluruh TKK di Kota Bekasi untuk ikut mengawal permasalahan migrasi tenaga kontrak menjadi PPPK.

Anggota Komisi 1 DPRD Kota Bekasi, Adhika Dirgantara mengatakan bahwa informasi yang diterima, Pemkot Bekasi tengah melakukan pendataan. Hanya saja, ia belum menerima kabar ini secara pasti.

Adhika meminta Pemkot Bekasi serius menindak lanjuti SE Kemenpan-RB.”Kemudian menginformasikannya ke DPRD juga selain melaporkan ke Kemenpan dan BKN,” ungkapnya.

Senada, Ketua Komisi I DPRD Kota Bekasi, Faisal mengatakan bahwa informasi yang diterima Pemkot Bekasi telah melakukan pendataan. Hanya saja, pihaknya belum mengadakan rapat lanjutan dengan Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (BKPSDM) Kota Bekasi.

“Kita liat perkembangan nya saja, buat saya yang penting pemerintah bertanggung jawab dengan formasi yang ada,” ungkapnya.

Sementara itu, Kepala BKPSDM Kota Bekasi, Karto memastikan bahwa pihaknya tengah bersiap-siap melakukan pendataan pegawai non ASN. Sejumlah data yang diperlukan sudah dimiliki oleh BKPSDM, hanya tinggal melengkapi kekurangan dari persyaratan yang diperlukan.”Kita baru persiapan pendataan,” katanya.

Beberapa kali Karto menyebut bahwa Pemkot Bekasi masih memerlukan keberadaan TKK, ia juga berharap ada kebijakan yang dapat membuat lega seluruh TKK di Kota Bekasi.

Sedangkan pendataan kali ini, Pemda hanya diminta untuk mendata para pegawai non ASN. Belum ada kebijakan lain yang diterima dari pemerintah pusat.Ia meyakini pendataan bisa diselesaikan sampai dengan tenggat waktu yang ditentukan, 30 September 2022 mendatang.

“Kalau dilihat dari edarannya kan kita hanya mendata tenaga honorer yang ada di daerah, kebijakannya belum, apakah nanti dijadikan PPPK secara otomatis atau seperti apa,” tambahnya.

Awal Agustus kemarin, Wakil Gubernur Provinsi Jawa Barat (Jabar), Uu Ruzhanul Ulum mendampingi tenaga honorer di Jabar mengunjungi Kemenpan-RB. Disebut bahwa selain tenaga honorer yang masih ingin tetap bertahan, pemerintah provinsi Jabar juga disebut masih membutuhkan keberadaan tenaga honorer.

“Karena PNS sekarang di Jabar kurang, solusinya PPPK belum semua, sementara pekerjaan masih banyak yang harus dilakukan sebagai pelayanan terhadap masyarakat,” kata Uu belum lama ini saat berkunjung ke Kota Bekasi.

Kepada Kemenpan-RB, Uu bersama dengan para pegawai honorer menyampaikan beberapa hal. Diantaranya meminta untuk tenaga honorer di Jabar tidak dulu dihapus, meminta tenaga honorer yang telah diangkat untuk ditempatkan di tempat asal atau tidak dipindah, dan meminta yang diangkat menjadi PPPK adalah pegawai honorer yang telah lama atau bahkan yang telah belasan tahun mengabdi.

“Jangan sampai yang baru sekian tahun karena memang ada kesempatan masuk, jadi itu akan jadi kecemburuan orang lain,” tukasnya.

Jumlah tenaga honorer di wilayah Jabar sangat besar. Orang nomor dua di Jabar ini mencontohkan, untuk tenaga honorer kesehatan saja, dari total sekira 13 ribu orang, baru diangkat 400 orang menjadi PPPK. Yang lainnya, 60 persen dari tenaga pendidik dan kependidikan di sekolah-sekolah terutama Sekolah Menengah Atas dan Kejuruan (SMA/K) berstatus honorer. (Sur)

Solverwp- WordPress Theme and Plugin