Berita Bekasi Nomor Satu

Kenaikan Harga BBM dan Lampu Kuning Kemiskinan

Nindya Putri Sulistyowati, SST (Statistisi Pertama BPS RI)

 

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) masih menjadi isu utama yang dibicarakan mulai dari pejabat, pengusaha, bahkan ibu-ibu rumah tangga. Hal ini tidak terlepas dari keputusan pemerintah yang beberapa waktu lalu menaikkan harga BBM khususnya BBM bersubsidi. Kenaikan harga BBM jenis ini tentu akan berdampak langsung dan tidak langsung kepada seluruh masyarakat Indonesia. Lantas hal apa yang perlu diperhatikan pasca-kebijakan pemerintah ini?

Harga BBM

Kenaikan harga BBM di Indonesia sejatinya telah diprediksi beberapa hari sebelumnya. Sebagai gambaran, antrean panjang masyarakat dalam mendapatkan BBM telah terjadi di beberapa lokasi lebih dari hari-hari biasanya. Bahkan, kenaikan harga BBM sudah diprediksi oleh banyak pengamat jauh hari mengingat kenaikan harga minyak dunia yang terus terjadi.

Dilansir dari situs investing.com, harga rata-rata minyak dunia jenis WTI pada awal tahun 2021 sebesar 57 USD per barrel.  Harga tersebut terus naik menjadi 71 USD per barrel pada pertengahan tahun dan naik menjadi 78 USD menjelang akhir tahun 2021.  Hal tersebut terjadi akibat permintaan yang meningkat seiring dengan relaksasi kegiatan usai adaptasi wabah Covid-19. Peningkatan harga BBM dunia masih terjadi sampai dengan Bulan Februari. Pada Bulan Maret, terjadi ketegangan global yang melibatkan Rusia dan Ukraina. Dampaknya rantai distribusi komoditas, termasuk BBM terkendala hingga meningkatkan harga sampai dengan 108,26 USD per barrel. Selama kurun waktu Maret sampai Juli, harga rata-rata BBM berada di atas 100 USD. Sementara itu, APBN 2022 disusun dengan asumsi ICP (harga patokan minyak mentah Indonesia) sebesar 63 USD per barrel. Oleh karena itu, diperlukan subsidi BBM yang sangat besar mencapai 500 triliun rupiah guna menutupi defisiti antara harga jual lokal dan harga beli.  Dengan semakin membengkaknya subsidi, pemerintah akhirnya memutuskan untuk menaikkan harga BBM guna menyelamatkan APBN 2022.

Dampak Kenaikan Harga BBM

Kenaikan harga BBM yang dilakukan oleh pemerintah akan berdampak kepada hampir seluruh lapisan masyarakat. Tak hanya sektor transportasi yang menanggung beban, namun juga berdampak pada seluruh aspek ekonomi. Sektor transportasi sebagian besar hanya berfungsi sebagai biaya antara dalam distribusi barang. Oleh karena itu, peningkatan harga barang akan terjadi jika tidak ada intervensi pemerintah secara masif.

Faktanya, Indonesia pernah mengalami perubahan harga bahan bakar minyak selama 61 kali sebelum perubahan yang terakhir (katadata.co.id). Secara history data Badan Pusat Statistik (BPS) sejak tahun 2008, setiap kenaikan harga BBM di bulan ke-n akan berdampak pada inflasi di bulan tersebut atau 1 bulan selanjutnya. Bahkan kenaikan BBM di tahun berjalan juga akan meningkatkan kenaikan inflasi kalender dibanding periode yang berdekatan. Sebagai gambaran pada tahun 2008, 2013, dan 2014 di saat kenaikan harga BBM, inflasi kalender berada pada angka 11, 8, dan 8 persen sementara di tahun yang berdekatan inflasi hanya berkisar 2-7 persen. Namun anomali terjadi pada tahun 2018 dimana inflasi kalender sebesar 3,13 persen.

Peningkatan harga komoditas tentu akan berdampak pada peningkatan garis kemiskinan. Dengan naiknya garis kemiskinan, masyarakat rentan miskin akan beresiko menjadi golongan masyarakat miskin. Selain indikator persentase penduduk miskin, meningkatnya garis kemiskinan juga akan meningkatkan indeks kedalaman kemiskinan p1. Semakin dalam penduduk miskin di suatu wilayah maka akan semakin berat usaha yang harus dilakukan guna keluar dari jerat kemiskinan.

Berdasarkan pengalaman dampak kenaikan BBM, pada tahun 2013 semester 2 persentase jumlah penduduk miskin meningkat menjadi 11,47 persen dari 11,37 persen di semester sebelumnya. Begitu juga pada tahun 2015 semester 1 dengan persentase angka kemiskinan sebesar 11,22 persen atau naik 0,26 persen dari semester sebelumnya.  Hal yang sama terjadi pada indikator kedalaman dan keparahan kemiskinan.

Kenaikan harga BBM juga menimbulkan dampak multiplier. Dengan meningkatnya harga BBM maka akan meningkatkan biaya antara sehingga pelaku usaha harus menaikkan harga jual barang dan jasa. Di sisi lain rumah tangga selaku konsumen akhir akan cenderung untuk menghemat pengeluaran. Di saat daya beli menurun dan preferensi rumah tangga untuk menghemat pengeluaran, maka akan terjadi kontraksi ekonomi dan menimbulkan masalah pengangguran. Dari data BPS, angka pengangguran setelah kenaikan BBM pada semester 2 tahun 2013 meningkat dari 5,88 menjadi 6,17 persen. Sementara itu pada tahun 2015 tidak menunjukkan kenaikan akibat harga BBM sempat menurun pada periode survey Februari. Dengan meningkatnya pengangguran maka akan muncul dampak kerawanan sosial yang lain.

Solusi Nyata Pemerintah

Kehadiran pemerintah sangat diperlukan terutama pasca-kebijakan kenaikan harga BBM. Tidak hanya rumah tangga miskin yang akan terdampak namun mencangkup seluruh masyarakat yang ada. Di tengah keterbatasan anggaran dan jangkauan pemerintah, insentif dan kompensasi yang diterima oleh masyarakat tidak cukup dalam bentuk bantuan sosial namun juga pemantauan usaha terdampak, khususnya UMKM. Dengan modal yang tidak banyak, UMKM cenderung akan lebih mengalami kesulitan di tengah proses adaptasi titik ekuilibrium baru untuk permintaan barang dan jasa. Peran pemerintah daerah akan sangat bermanfaat sebagai fungsi pengawasan dan pembinaan guna menekan dampak kenaikan harga bbm sehingga menekan dampak multiplier masalah sosial yang lain. (*)

Solverwp- WordPress Theme and Plugin