Berita Bekasi Nomor Satu

Konfrontir Penyidik dan Bripka Madih

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Konflik lahan antara Bripka Madih dengan pengembang perumahan serta beberapa warga di sekitar rumahnya mendapat bantahan, hal ini terbuka pada konferensi pers di Markas Polda Metro Jaya kemarin. Meskipun demikian, Bripka Madih membantah penjelasan terkait dugaan penyerobotan tanah seluas 2.000 meter miliknya, lantaran disebut belum pernah dijual sama sekali.

Bertempat di Markas Polda Metro Jaya, klarifikasi digelar dengan menghadirkan berbagai pihak, mulai dari Kepala Kantor ATR/BPN Kota Bekasi, pemerintah kota, ketua RW, termasuk Madih sendiri. Disimpulkan bahwa benar adanya laporan oleh orang tua Madih tentang penyerobotan lahan pada tahun 2011, pihak kepolisian menghadirkan semua pihak untuk memberikan penjelasan terkait dengan dugaan penyerobotan lahan yang dialami Madih, Minggu (5/2).

Kepada media, Madih menjelaskan bahwa ia tidak meminta untuk dibela dalam kasus yang dihadapinya, ia menyebut ada ada beberapa bidang tanah yang telah dijual. Terhadap tanah-tanah yang telah dijual ini, ia dan keluarganya mengakui hal itu.

ia menceritakan selama memperjuangkan tanah yang ia sebut masih milik orang tuanya, telah melapor ke beberapa pihak termasuk kantor ART/BPN. Dari beberapa pernyataan yang ia terima selama ini, Madih mengaku menerima pernyataan dari ATR/BPN sebagian, yakni dengan tidak dikabulkannya pengajuan sertifikat tanah oleh beberapa warga akibat keberatan yang disampaikan.

“Makanya tadi Alhamdulillah ane terima bapak BPN yang terhormat, menjelaskan sesuai. Tapi yang lainnya, yang 2.000 lebih itu ane nggak terima, karena belum dijual sama sekali,” ungkapnya.

Madih masih kekeh tidak menerima penjelasan data yang ia terima kemarin. Meskipun, berkas-berkas bukti yang disampaikan terdapat tanda tangannya sendiri. Untuk menemukan titik terang kasus ini, Madih tetap meminta kasus ini dibuka sejelas-jelasnya.

“Mohonlah keadilan yang seadil-adilnya, kepada bapak yang terhormat pimpinan di kepolisian, bapak Kadiv Humas, Subhanallah, mohonlah dibuka secara gambling,” tambahnya.

Pada kesempatan yang sama, Dirkrimum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Hengki Haryadi menjelaskan bahwa perkara yang dilaporkan oleh orang tua Madih tahun 2011 silam sudah ditindaklanjuti oleh kepolisian. Penyidik saat itu, disebut telah memeriksa 16 saksi, diantaranya saksi pembeli dengan membawa bukti-bukti.

“Yang kedua kami bicara data dan fakta, terjadi hal yang tidak konsisten atau pun berbeda dengan apa yang disampaikan oleh Bripka Madih di media maupun dengan data yang ada di kami terkait LP pada tahun 2011,” katanya.

Hengki menjabarkan perbedaan tersebut diantaranya adalah luas lahan yang diduga diserobot, Madih menyebut tanah tersebut seluas 3.600 meter persegi, dan tidak pernah dijual sama sekali. Sementara pada laporan kepolisian di tahun 2011, tanah yang dipermasalahkan hanya 1.600 meter persegi, serta berdasarkan keterangan saksi yang terdiri dari keluarga Madih pada perkara tahun 2011 mengakui adanya penjualan lahan oleh keluarganya.

Pada perkara ini, kepolisian mendapati 10 Akta Jual Beli (AJB), penjualan dilakukan langsung oleh orang tua Madih kepada beberapa pihak. tanah tersebut dijual dalam kurun waktu tahun 1979 sampai tahun 1992. Selain itu, pihak kepolisian juga menemukan ada satu surat pernyataan hibah dari almarhum ayah Mahdi kepada warga bernama Boneng, ditandatangani dan diakui oleh Mahdi dalam pemeriksaan oleh kepolisian.

“Tetapi tadi disangkal, katanya saya tidak pernah menyerahkan. Ya, itu nanti kita buktikan lagi, apakah tanda tangan pak Bripka Mahdi ini palsu yang ada di Polda, nanti kita bawa ke laboratorium forensic,” ungkapnya.

Penyidik berinisial TG yang bertugas menangani laporang orang tua Bripka Mahdi juga akan dikonfrontir, menjadi bagian untuk menemukan titik terang persoalan tersebut.

Kepala kantor ATR/BPN Kota Bekasi Amir Sofwan membenarkan ada beberapa warga yang dihentikan permohonannya ikut dalam Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) lantaran didapati laporan pada lahan yang dimaksud oleh Madih. lebih lanjut, Amir menyebut bahwa pihaknya akan mendukung penyelesaian masalah ini dengan maksud warga yang tidak bisa ikut dalam program PTSL bisa diatasi.

“Artinya dalam kesempatan yang baik ini kami ingin sampaikan, bahwa lokasi yang dipersoalkan oleh pak Mahdi ini kebetulan belum bersertifikat, dan pernah ingin diajukan sertifikat tetapi atas masukan dari pak Madih pada tim mai di PTSL, kemudian ada juga protes dari warga ya kenapa mereka tidak bisa ikut PTSL. Ini dikarenakan ada persoalan-persoalan memang harus kita selesaikan,” ungkapnya.

Ia menyampaikan bahwa pihaknya mendukung pihak kepolisian untuk membuktikan hal-hal lain dalam perkara ini. Amir memastikan bahwa kwitansi tidak bisa digunakan sebagai syarat penerbitan sertifikat tanah, BPN dalam hal ini tegas hanya menerima bukti jual beli (AJB) untuk menerbitkan sertifikat.

Sementara Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri menuturkan bahwa apa yang diungkap Bripka Madi ini mengingatkan semua dengan whistleblowing. Sebuah sifat yang perlu ditumbuhkan dengan subur di internal kepolisian. ”Siapa yang mengetahui penyimpangan, kalau bukan personel sendiri,” urainya.

Namun begitu, memang berat untuk menjadi whistleblower. Sebagian besar orang akan menolak menjadi whistleblower karena khawatir serangan balik. Baik dari orang yang membuat skandal atau malah dari lembaga bekerjanya. ”Tentunya menjadi tanda tanya, mengaka kasus KDRT Madih yang lama dimunculkan juga,” jelasnya.

Sebenarnya sangat mudah untuk bisa menuntaskan kasus ini, ada tiga perkara yang perlu diselesaikan. Soal kepemilkan tanah, dugaan permintaan uang oleh oknum dan kasus KDRT. ”Namun, kalau akar masalahnya itu ketidakpercayaan, maka perlu untuk membuat tim gabungan pencari fakta. Tapi, apa iya mau bikin TGPF terus, betapa borosnya akibat ketidakpercayaan ini,” paparnya. (sur)

Solverwp- WordPress Theme and Plugin