Sampah plastik bukan hanya menjadi masalah yang harus segera ditangani di Bekasi atau di Indonesia, tapi dunia, terlebih jika sampah plastik tersebut sampai ke laut lewat aliran sungai. Belum semua sampah plastik di Bekasi berhasil diolah.
Berbagai langkah sudah coba dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat, mulai dari mengelolanya lewat bank sampah, program sedekah plastik, larangan penggunaan sampah plastik, hingga upaya menjaring sampah di badan sungai. Namun data World Population Review mencatat Indonesia sebagai salah satu negara yang memproduksi sampah plastik terbanyak di dunia, juga penyumbang sampah terbanyak ke laut.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi kerap mencuatkan pembentukan bank sampah, guna menikah sampah, dan meminimalisir sampah yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Beberapa kali permasalahan sampah yang menyorot perhatian adalah lokasi pembuangan sampah liar, hingga pemerintah merespon dengan menyegel lokasi dan menangkap pengelolanya.
Sementara itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi baru-baru ini menggelar sedekah sampah di lingkungan Aparatur Sipil Negara (ASN), pembersihan di sungai juga dilakukan dengan perahu khusus sejak beberapa waktu yang lalu. Regulasi larangan menggunakan kantong plastik juga dibuat dalam bentuk Peraturan Walikota (Perwal), tapi masih ada puluhan ribu ton sampah plastik yang dihasilkan di Kota Bekasi.
Kota Bekasi memproduksi sampah 1.800 ton per hari, 1.200 ton diantaranya dibuang ke TPA Sumur Batu, serta sekira 100 dikelola di bank sampah. Sementara dalam satu kegiatan di bulan September lalu, produksi sampah di Kabupaten Bekasi mencapai 2.800 ton per hari, 700 sampai 800 ton dibuang ke TPA Burangkeng.
Lantaran tidak semua bisa dikelola, diangkut ke TPA, dan yang sengaja dibuang sembarangan, ada sisa sampah yang bocor ke lingkungan, sampah ini lah kerap nampak di lingkungan atau di badan sungai.
Kabid Pengurangan Sampah dan Pengelolaan Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bekasi, Dewi Astianti mengatakan 15 persen dari total timbulan sampah saat ini merupakan sampah plastik. Sebagian sampah plastik tersebut berhasil direduksi oleh bank sampah dan pengepul.
“Data di bank sampah dan pengepul itu sekitar 73,4 ton per hari, plastiknya saja sekitar 60 persen, yaitu sekitar 44 ton per hari,” paparnya.
Kota Bekasi memiliki Perwal nomor 37 tahun 2019 tentang pengurangan penggunaan kantong plastik, sejauh ini efektif berlaku di retail modern. Dewi menyebut Pemkot Bekasi belum menjangkau pasar tradisional dalam pelaksanaan aturan ini, sebelum memiliki solusi yang terjangkau dari sisi harga dan kapasitasnya.
Dilihat dari persentase jumlahnya, pasar tradisional lebih banyak, sekira 65 persen dibandingkan toko modern. Ia memastikan hasil evaluasi selama ini, aturan sudah berjalan di toko modern.
“Yang pasar tradisional belum kita sasar, karena agak susah kalau kita tidak punya solusi pengganti kantong plastik yang secara harga dan kapasitas terjangkau,” tambahnya.
Selain berencana untuk menambah kapasitas TPA Burangkeng, kemarin resmi berdiri pabrik daur ulang botol plastik, di Kawasan Greenland International Industrial Center (GIIC) Kota Deltamas, Desa Cicau, Kecamatan Cikarang Pusat. Kehadiran pabrik ini diyakini dapat mengurangi beban TPA.
Pabrik yang baru berdiri ini disebut sudah terkoneksi dengan 300 bank sampah, meskipun baru 50 bank sampah yang sudah mampu menyuplai botol-botol plastik. Sehingga, pekerjaan rumah yang tersisa adalah meningkatkan produktivitas bank sampah.
“Ya, sehingga nanti, khusus untuk sampah botol plastik, tidak ada yang masuk ke TPA Burangkeng, itu lumayan bisa mengurangi beban kita dalam pengelolaan sampah,” kata Pj Bupati Bekasi, Dani Ramdan.
Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, sampah plastik adalah permasalahan dunia yang harus ditangani dengan baik. Pemerintah berkomitmen menyelesaikan 70 persen permasalahan plastik di tahun 2025, khususnya sampah plastik di laut.
“Hari ini sudah kita selesaikan 35% masalah sampah plastik di laut,” katanya dalam acara peresmian yang disiarkan langsung Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi.
Sisa persoalan sampah di laut masih banyak yang harus diselesaikan. Belum lagi, masih banyak sampah yang belum terhitung lantaran sampah plastik tersebut berada di dasar laut.
Keberadaan sampah di laut tidak hanya mengancam biota laut, melainkan juga manusia yang memakannya, berpotensi melahirkan generasi cacat.
Untuk memudahkan pengumpulan dan pembersihan sampah plastik yang bocor sampai ke laut, dibutuhkan teknologi untuk membuat sampah plastik mengambang di permukaan air.
“Teknologi ini lagi kita studi dan berharap bisa segera produksi. Dan, kita harap perusahaan plastik menggunakan teknologi ini dan semua. Jadi, plastik ketika masuk ke laut harus bisa mengambang sehingga mudah di-collect,” tambahnya. (Sur)