Berita Bekasi Nomor Satu
Tokoh  

Selamat Jalan Pakar Fikih Sosial, Begini Kenangan Nadirsyah Hosen Tentang Sosok (alm) KH Ali Yafie

Foto: Wapres Menjenguk KH Ali Yafie (dok istimewa)

RADARBEKASI.ID, JAKARTA –Innaalilahi wainnaa ilaihi roojiuun. Mantan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Periode 1990-2000 Prof KH. Ali Yafie, wafat, Sabtu (25/2/2023) malam.

Wafatnya salah satu pakar fikih Indonesia membuat sejumlah kalangan mengingat kembali ide-ide fikih sosial yang sempat dilontarkan (alm) KH Ali Yafie semasa hidupnya.

Salah satunya diungkap oleh cendekiawan NU yang kini tinggal dan menjadi dosen di Australia, Nadirsyah Hosen.

BACA JUGA: Innalillahi, Buya Syafii Maarif Wafat

Dalam testimoninya di sejumlah WhatsApp Group (WAG), putra Prof KH Ibrahim Hosen mantan rektor Institut Ilmu Alquran (IIQ) itu, mengenang kepakaran (alm) KH Ali Yafie di bidang fikih.

Berikut tulisan Nadirsyah Hosen tentang sosok (alm) KH Ali Yafie:

Wafatnya Prof KH Ali Yafie mengiris-iris batin kita. Beliau lahir pada tahun NU berdiri (1926) dan saat NU merayakan 1 abad, beliau tengah terbaring di RS. Dan tadi malam berita duka itu pun tiba. Lahul Fatihah.

Saya beruntung pernah menyaksikan perdebatan para ahli fiqh kita di MUI dan acara Departemen Agama tempo doeloe. Kiai Ali Yafie dan Abah saya (Prof KH Ibrahim Hosen) sama-sama aktif di MUI era orde baru. Keduanya ahli fiqh. Keduanya berakrobat secara fiqh menjaga agar kebijakan Pemerintah Soeharto tidak merugikan dan menyengsarakan umat Islam.

BACA JUGA: Harlah 1 Abad NU: Ulama dari 40 Negara Bahas Fikih Peradaban

Keterlibatan Kiai Ali Yafie yang asli produk pesantren di panggung nasional membawa beliau pada gagasan Fiqh Sosial. Berbeda dengan KH Sahal Mahfud (yg kemudian juga menjadi Ketum MUI dan Rais Am PBNU), gagasan Fiqh Sosial Kiai Ali Yafie bercorak sturuktural, sedangkan Kiai Sahal lebih bercorak kultural. Namun muara keduanya sama: kemaslahatan umat.

Saya juga beruntung dulu menyaksikan perdebatan KH Ma’ruf Amin dan KH Ali Yafie dalam forum ilmiah mengenai haji. Dengan santun tapi tegas, keduanya menyampaikan argumen fiqh masing-masing.

Dulu itu para ulama kita di PBNU dan MUI memang ulama yang menonjol kualitasnya. Karya dan pemikirannya jelas terekam dalam tulisan maupun forum ilmiah. Sekarang seolah kita mengalami krisis ulama mumpuni di berbagai level.

BACA JUGA: Ini Rekomendasi Muktamar Internasional Fikih Peradaban di Harlah 1 Abad NU

Bayangkan, saat tahun 1991 menerima gelar Profesor dari Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta, Kiai Ali Yafie dalam orasi ilmiahnya sudah bicara soal fiqh lingkungan hidup. Saat umat masih sibuk soal fiqh ibadah, beliau sudah melempar gagasan yang melampaui kajian fiqh klasik. Sepeninggal Abah saya, beliau didaulat menjadi Rektor IIQ Jakarta.

Wafatnya beliau seolah menjadi tanda peralihan ke generasi ahli fiqh di era digital. Semoga akan muncul penerus kepakaran beliau dari rahim Ibu Pertiwi, yang santun, alim, lentur dalam berpendapat tapi kokoh dalam bersikap. Selamat jalan Kiai. Tabik. (Nadirsyah Hosen)