RADARBEKASI.ID, BEKASI – Sekilas, kondisi rumah dengan cat dinding dominan krem tidak ada yang berbeda dengan rumah lain saat ditinggal penghuninya beraktifitas pada siang hari. Namun siapa sangka, rumah kontrakan di Perumahan Villa Mutiara Gading, Jalan Piano 9, Blok F5, Kelurahan Setia Asih, Kecamatan Tarumajaya, Kabupeten Bekasi tersebut diduga menjadi lokasi penampungan Tindak Pidana Penjualan Orang (TPPO) jaringan Internasional dengan jual beli organ ginjal.
Nampak dari jarak dekat, sejumlah barang berserakan di teras rumah, termasuk alas yang nampak setengah terlipat. Tidak banyak warga yang berada di luar rumah siang kemarin, mereka pun masih bertanya-tanya apa yang sesungguhnya terjadi di lingkungan tempat tinggal mereka.
Kabar ini muncul ditengah masifnya ungkap kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) oleh kepolisian. Informasi yang sempat tersiar, terduga pelaku berencana untuk memberangkatkan para pendonor ke Kamboja untuk melakukan operasi donor ginjal.
Sejumlah penghuni rumah diamankan pada Senin (19/6) dini hari, sekira pukul 01:00 WIB. Beberapa hari menjelang penangkapan, pengurus lingkungan telah mendapat kabar mengenai salah satu warga yang terlibat masalah besar.
Beberapa orang diamankan dari dalam rumah. Karena tak melapor kepada pengurus lingkungan, istri Ketua RT 03/18, Nuraisyah (44) mengaku tidak mengenali satupun penghuni rumah.
“Ga ada yang kenal saya, baru kemarin bapaknya bilang ada yang namanya ini, ini, ini. Saya sempat cek sama KTP (penghunu) yang pertama dikasih juga gak ada orangnya, sudah ganti orang,” katanya, Selasa (20/6).
Beberapa kali Nuraisyah sempat melihat para penghuni saat berada di sekitar rumah kontrakan tersebut. Seingat dia, ada tiga hingga empat penghuni, terdiri dari laki-laki dan perempuan, semua berusia dewasa.
Setidaknya sudah empat bulan rumah kontrakan ini ditinggali oleh para terduga pelaku. Penghuni rumah kontrakan ini disebut cenderung tertutup.
Tidak mudah bagi Nuraisyah dan suaminya mendeteksi salah satu penghuni rumah yang menjadi target kepolisian. Pasalnya, beberapa kali datang, nama yang dimaksud selalu tidak ada di rumah hingga akhirnya yang bersangkutan diketahui berada di rumah pada Minggu (18/6) sore.
Ia mengaku belum mengetahui masalah apa yang menimpa penghuni rumah kontrakan di wilayahnya.”Gatau saya, polisi juga nggak ngasih tau curiganya karena kasus apa,” tambahnya.
Warga sekitar juga mengaku tidak mengetahui aktivitas sehari-hari para penghuni rumah. Penghuni rumah kerap berganti-ganti, beberapa waktu sempat dihuni oleh 16 orang secara bersamaan.
Sudah menyewa satu rumah, tidak jarang penghuni rumah kontrakan ini dijumpai oleh warga sekitar tidur di teras rumah.”Bukan ini ada sekitar 16 orang, kemarin tinggal 4 orang. Kaya seperti itu penampungan,” kata salah satu warga, DU (60).
Ia mengaku sempat menaruh kecurigaan kepada para penghuni rumah kontrakan tersebut. Semua penghuni rumah diketahui tidak menggunakan kendaraan atau berjalan kaki.
Meskipun demikian, DU sempat menyaksikan ada kendaraan roda empat digunakan oleh penghuni kontrakan pada waktu-waktu tertentu. Kecurigaan semakin menguat saat ia melihat penghuni keluar dari rumah menenteng koper.”Saya memang dari dulu udah curiga, ini siapa sih. Saya kan takutnya ntar jangan-jangan dagang narkoba,” tambahnya.
Penggerebekan dilakukan pada senin dini hari (19/6), dengan mengamankan sejumlah korban yang diduga akan di jual ke Kamboja. Ditempat tersebut, aparat kepolisian juga mengamankan sejumlah dokumen kesehatan.
Kasus ini terungkap setelah saksi mengetahui adanya penjualan ginjal di akun Facebook Donor Ginjal Indonesia. Akun tersebut menawarkan penjualan ginjal dengan harga Rp 135 juta dengan sejumlah persyaratan.
Kapolres Metro Bekasi, Kombes Pol Twedi Aditya Bennyahdi memastikan bahwa kasus tersebut ditangani oleh Ditreskrimum Polda Metro Jaya, bukan jajarannya. Oleh karena itu sampai sekarang dirinya tidak memberikan keterangan apa pun perihal peristiwa tersebut, walaupun lokasi penangkapan berada di wilayah hukum Polres Metro Bekasi.
“Penanganannya di Ditreskrimum,” ucapnya melalui pesan singkat ke Radar Bekasi.
Terpisah, Kriminolog Universitas Indonesia (UI), Bagus Sudarmanto mengatakan bahwa penjualan organ tubuh bisa dikategorikan sebagai TPPO. Meskipun antara terduga pelaku yang berbeda sebagai perantara dengan pendonornya, sudah mempunyai kesepakatan jual beli oragan tubuh.”Bisa dikategorikan TPPO, karena itu eksploitasi terhadap manusia,” katanya.
Ia mencontohkan beberapa modus TPPO, diantaranya modus pernikahan dan adopsi bayi yang disebut tersamar lantaran maskh sedikit kasus yang terungkap ke permukaan.
Kejahatan perdagangan manusia ibu dapat disebut sebagai kejahatan lintas batas negara atau transnasional crime, jika lokusnya dilakukan di lebih dari satu negara. Namun, TPPO juga bisa dilakukan terbatas hanya di dalam negeri, sepeti kasus anak dibawah umur yang dijual dan dijerumuskan menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK).
“Intinya kejahatan tersebut bertujuan untuk tujuan eksploitasi orang, baik di dalam maupun di luar negara,” ungkapnya.
Pada level kejahatan yang terjadi melebihi batas negara dinilai bukan lagi sebagai kejahatan yang terorganisir, melainkan kejahatan yang dilajukan oleh organisasi kejahatan atau Organize Crime. Bahkan, bisa saja dilakukan oleh organisasi kejahatan lintas negara atau Transnasional Organize Crime.
Ia menyebut bahwa TPPO merupakan ancaman nyata yang mengintai masyarakat. Sebab, Human Trafficking merupakan salah satu masalah global, terutama pada negara-negara berkembang yang tentang menjadi korban penipuan untuk dieksploitasi.
“Banyak sindikat perdagangan manusia yang beroperasi lintas negara dengan memanfaatkan berbagai persoalan kesenjangan antara negara,” tambahnya.
Dalam beberapa kasus TPPO di Indonesia, salah satu faktornya adalah keinginan para korban untuk mencari pekerjaan atau penghasilan yang lebih besar. (sur/pra)