RADARBEKASI.ID, BEKASI – Induk perusahaan group pemenang tender Pembangkit Listrik tenaga sampah (PLTSa) di Bekasi, Everbright Group diduga terseret kasus korupsi di Tiongkok. Proyek PLTSa di Ciketingudik, Bantargebang terancam mangkrak.
Pengamat Kebijakan Publik dan Keberlanjutan (sustainability) Sigmaphi, Gusti Raganata, memprediksi pelaksanaan proyek Pengolahan Sampah Energi Listrik (PSEL) di Kota Bekasi berpotensi mangkrak karena pimpinan group perusahaan pemenang lelang, yaitu Everbright Group, terseret masalah korupsi di Tiongkok.
Sebagai investor utama dalam konsorsium, kasus yang melilit Everbright Group di Tiongkok dapat berimbas pada anak usahanya, yaitu Everbright Environment Investment (EEI) yang menjadi mitra proyek PSEL di Kota Bekasi.
BACA JUGA: Bakal Lahan PLTSa di Ciketingudik Bantargebang Ditolak Warga, Ini Alasannya
”Proyek PSEL di Kota Bekasi terancam mangkrak, karena pendanaannya nanti terganggu, mengingat top eksekutif dan group perusahaannya di Tiongkok disorot akibat kasus korupsi,” kata Gusti, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (12/10/2023).
Seperti diberitakan media pemerintah Tiongkok, CCTV, awal pekan ini (9/10/2023), pimpinan Everbright Group, Li Xiaopeng, dinyatakan melakukan pelanggaran disiplin dan hukum yang serius, termasuk suap sehingga dikeluarkan dari partai.
Li Xiaopeng adalah eksekutif keuangan Tiongkok yang dinyatakan bersalah setelah menjadi target investigasi Badan Anti Korupsi Tiongkok pada April lalu. Penyelidikan menemukan bahwa Li menerima suap, memiliki saham ilegal dalam perusahaan-perusahaan yang tidak terdaftar, dan menyalahgunakan kekuasaan untuk memberikan pinjaman dan kontrak bisnis, menurut Channel News Asia, mengutip dari CCTV.
Gusti mendesak Penjabat (Pj) Wali Kota Bekasi Raden Gani Muhammad bersikap tegas membatalkan hasil pemilihan mitra pengolahan sampah jika tidak ingin proyek tersebut gagal. Selain ada masalah di induk perusahaan di Tiongkok, terjadi banyak kejanggalan selama proses lelang berlangsung.
Berdasarkan dokumen Request for Proposal (RFP) dari Kota Bekasi, lelang proyek senilai Rp 1,6 triliun itu menetapkan syarat utama bagi peserta harus memiliki bidang usaha yang relevan, yaitu Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) nomor 35111 (pembangkitan tenaga listrik) dan 38211 (pengolahan limbah dan sampah tidak berbahaya). Peserta lelang yang tidak memiliki KBLI tersebut pada saat tender berlangsung, otomatis gugur.
Ternyata, imbuh Gusti, hal itu tidak berlaku bagi konsorsium Everbright Environtment Investment (EEI). Meski tidak memiliki KBLI yang sesuai pada saat tender dimulai, EEI tetap dipilih sebagai pemenang. Sementara tiga peserta lainnya, gugur dengan alasan antara lain tidak memiliki KBLI yang sesuai.
BACA JUGA: Konsorsium Perusahaan Asal Tiongkok Menang Tender PLTSa Sumurbatu Bekasi
Selain itu, konsorsium Everbright disinyalir dibantu oknum-oknum yang mengatasnamakan Pemerintah Kota Bekasi dalam pengadaan lahan seluas sekitar 5 hektare untuk proyek PSEL, yang berlokasi di RW 04 Kelurahan Ciketingudik. Lahan tersebut di luar wilayah yang seharusnya, yaitu di Kelurahan Sumurbatu, meski di area Sumurbatu masih tersedia lahan yang cukup untuk pembangunan PSEL.
Belum lagi, pemenang tender diduga mengajukan biaya layanan pengolahan sampah atau tipping fee sebesar Rp 458.000 per ton per hari, di atas batas maksimal yang ditentukan sebesar Rp 405.000 per ton per hari. Seharusnya peserta tender tersebut gugur secara otomatis.
Menurut Gusti, catatan tersebut jelas-jelas menunjukkan keberpihakan oknum Pemkot Bekasi dari awal kepada peserta tertentu sehingga lelang hanya formalitas belaka. “Pj Walikota Bekasi jangan tutup mata dengan proses yang janggal ini, apalagi sampai masuk angin, lelang tersebut perlu dievaluasi dan diaudit menyeluruh,” kata Gusti.
Dengan pola lelang seperti ini, Gusti khawatir reputasi Indonesia di mata investor rusak akibat tender yang diadakan di Kota Bekasi. “Sekarang kita khawatir investor tidak percaya lagi dengan lelang-lelang proyek di pemerintah kabupaten kota, akibat pelaksanaan tender seperti yang terjadi di Kota Bekasi ini,” terang Gusti.
Menurut Gusti, mengingat strategisnya proyek ini, Pj Wali Kota Bekasi Raden Gani Muhammad diminta tidak membuat surat ketetapan atas hasil pemilihan mitra pengolahan sampah. “Jika memang tidak layak menjadi mitra, keputusan tersebut dapat ditinjau lagi dan digelar pemilihan ulang yang diawasi otoritas terkait,” kata Gusti.
Berdasarkan berita acara hasil evaluasi prasyarat teknis PSEL di Kota Bekasi, nomor 42.EV.HPT/PP/PLTSA.LH/2023, lelang ini dimenangkan oleh konsorsium asal Tiongkok EEI (Everbright Environtment Investment)-MHE-HDI-XHE. Sedangkan konsorsium CMC-ASG-SUS, dinyatakan tidak lulus.
BACA JUGA: Soal Jaminan Calon Investor PLTSa, Pemkot Bekasi Bilang Begini
Kedua peserta tender tersebut memasukkan dokumen penawaran teknis pada 6 September 2023 dan pengumuman lelang disampaikan pada 19 September 2023, sehari sebelum Wali Kota Tri Adhianto mengakhiri masa tugasnya yang berlangsung hanya sebulan.
Pembangunan instalasi pengolahan sampah menjadi energi listrik di Kota Bekasi tertuang dalam Perpres nomor 35 tahun 2018 tentang percepatan pembangunan instalasi pengolah sampah menjadi energi listrik berbasis teknologi ramah lingkungan. Kota Bekasi salah satu daerah yang ditunjuk untuk melaksanakan percepatan seperti tertuang dalam Perpres ini.
Penunjukan pihak ketiga pernah dilakukan Kota Bekasi pada tahun 2019, namun gagal karena pihak ketiga dinilai tidak dapat memenuhi komitmennya sehingga dinyatakan wan prestasi.
BACA JUGA: Respons Wali Kota Bekasi Soal Diminta Jangan Terburu-buru Tetapkan Investor PLTSa TPA Sumurbatu
Instalasi pengolahan sampah akan dibangun dengan biaya dari mitra terpilih, dengan kapasitas pengolahan 900 ton sampah per hari atau sekitar 290 ribu ton per tahun.
Saat ini, data pemerintah kota Bekasi, total produksi sampah di Kota Bekasi sebanyak 1.800 ton per hari, sekitar 80 persen dari sampah itu diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sumurbatu, Bantargebang, Kota Bekasi. (rbs)