Berita Bekasi Nomor Satu

PDI Perjuangan Kabupaten Bekasi Telaah Kejanggalan Rekapitulasi Suara Pilpres

ILUSTRASI: Warga berusaha mencari kandidat pilihannya dari balik kotak suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 031 Desa Lambangsari Tambun Selatan, Rabu (14/2). DPC PDI Perjuangan Kabupaten Bekasi masih menelaah temuan para saksi terkait kejanggalan dalam proses rekapitulasi suara Pemilu Presiden (Pilpres) di tingkat kecamatan. ARIESANT/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASIDewan Pimpinan Cabang (DPC) PDI Perjuangan Kabupaten Bekasi masih menelaah temuan para saksi terkait kejanggalan dalam proses rekapitulasi suara Pemilu Presiden (Pilpres) di tingkat kecamatan. Hasil temuan tersebut akan menjadi bukti yang akan disuarakan pada pleno Komisi Pemilihan Umum (KPU) baik tingkat kabupaten maupun provinsi.

Menurut Kepala Badan Saksi Pemilu Nasional (BSPN) Cabang PDI Perjuangan Kabupaten Bekasi, Jiovanno Nahampun, temuan ini akan dibahas di pleno KPU Kabupaten Bekasi. Jika tidak ada tindaklanjut, akan diteruskan ke tingkat provinsi.

“Hasil temuan ini akan kita bahas di pleno KPU Kabupaten Bekasi. Kalau tidak ada tindaklanjut dari pleno KPU Kabupaten Bekasi kita akan teruskan ke Jawa Barat. Untuk disampaikan saat pleno di KPU provinsi. Jadi berjenjang,” ujar Jio-sapaannya- kepada Radar Bekasi, Senin (26/2/2024).

Berdasarkan pantauan Radar Bekasi di lokasi, saksi partai besutan Megawati Soekarnoputri ini menolak hasil pleno rekapitulasi Pilpres yang berlangsung di Kecamatan Tambun Selatan.

Saksi DPC PDI Perjuangan ini melihat adanya kejanggalan di jumlah sisa surat suara setiap TPS. Saksi dari PDIP meminta salah satu kotak suara dibuka untuk memastikan kebenarannya. Ketika kotak dibuka, pihaknya mengaku surat suara sisa tidak sesuai jumlahnya.

“Menurut kita Pilpres ini sesuai pengamatan, kurangnya keadilan. Dari sebelum proses pendaftaran, terus kemudian pendaftaran, masa kampanye melibatkan pejabat negara. Pilpres ini benar-benar kurang demokrasi,” ungkap Jio.

Jio mengungkapkan bahwa penolakan hasil rekapitulasi Pilpres yang disampaikan oleh para saksi bukanlah instruksi dari partai atau pihak lainnya. Penolakan tersebut didasarkan pada observasi para saksi di lapangan.

Meskipun begitu, saat ini partainya sedang menelaah temuan tersebut. Jio juga mengklaim bahwa temuan ini tidak terbatas hanya pada Kecamatan Tambun Selatan, melainkan melibatkan seluruh Kabupaten Bekasi.

“Kebetulan pleno kecamatan berbeda-beda, ada yang horizontal dan ada yang vertikal. Jadi belum bisa kita simpulkan semuanya. Kita juga sambil berkoordinasi dengan badan hukum partai,” ungkapnya.

Jio yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Bapilu DPC PDI Perjuangan Kabupaten Bekasi ini menegaskan, temuan para saksi di tingkat kecamatan akan menjadi bukti bahwa ada kejanggalan dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Bahkan, temuan saksi saat rekapitulasi di Kecamatan Tambun Selatan ini menjadi salah satu bukti yang akan dibawa saat mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK), bahwa sisa surat suara diragukan keberadaannya.

BACA JUGA: Saksi Perempuan Partai Gerindra jadi Korban Pemukulan di Kota Bekasi

“Bisa jadi, karena temuan di Tambun Selatan ini akan dikoordinasikan untuk proses menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ini akan menjadi temuan,” tukasnya.

Menyikapi itu, Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Datin Bawaslu Kabupaten Bekasi, Khoirudin, menyatakan belum menerima laporan dari pengurus PDI Perjuangan terkait masalah tersebut.

Ia menjelaskan bahwa rekapitulasi memiliki aturan tersendiri yang diatur dalam PKPU nomor 5 tahun 2024, KPT 219, serta surat dinas lainnya yang dikeluarkan oleh KPU.

Oenk, akrab disapa Khoirudin, menegaskan pihaknya hanya menjalankan aturan yang berlaku. Proses rekapitulasi dimulai dari surat suara presiden, DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten. Jika terdapat permasalahan, proses ini membuka C hasil plano. Contohnya, jika hasil C dan hasil plano tidak sesuai atau terjadi bentrok. Sesuai aturan, Oenk menjelaskan bahwa semuanya dapat diawasi, mulai dari daftar hadir, surat suara yang tidak terpakai, dan hal lainnya.

Namun, karena kondisi PPK yang sudah lelah dan sebagainya, beberapa keberatan dimuat dalam formulir.

“Memang ada aturannya, ketika bentrok kemudian tidak disetujui oleh saksinya, punya hak menulis dalam surat keberatan. Contoh misalkan PDIP tidak menerima hasil pleno yang dilaksanakan di beberapa kecamatan terkait pemilihan presiden, karena surat suara yang tidak terpakai itu tidak sesuai dengan jumlahnya,” ucapnya.

Oenk menilai bahwa selama proses ini berlangsung, sebenarnya masih dalam ranah administratif, mengikuti tata cara dan prosedur yang berlaku. Dalam konteks ini, ia berpendapat bahwa tidak ada pelanggaran pidana maupun kode etik.

Meskipun demikian, Oenk bersama timnya tetap memantau situasi tersebut. Ketika ditanya mengenai ketidaksesuaian jumlah surat suara sisa, Oenk menyimpulkan bahwa PPK tidak seharusnya disalahkan karena permasalahan tersebut terjadi di tingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS).

“Nah, di TPS itu harusnya sudah clear, karena masing-masing partai di TPS itu pasti ada saksi. Ini yang harus kita maklumi bersama, bahwa dalam proses penghitungan kadang-kadang suka di lalaikan juga oleh saksi dan KPPS,” katanya.

“Sebenarnya sudah di Bimtek semuanya. Hanya mungkin yang namanya administrasi kadang-kadang ngasal, yang harusnya 10, disitu dihitungnya cuma 5. Jadi kita nggak bisa menyalahkan PPS maupun PKD, karena bicara administratif penulisan itu semuanya ada di TPS,” sambungnya. (pra)

 

 

 


Solverwp- WordPress Theme and Plugin