RADARBEKASI.ID, BEKASI – Banyak cara dilakukan masyarakat utara di Kabupaten Bekasi memanfaatkan momentum Ramadan guna melestarikan lingkungan pesisir. Warga di Kampung Beting, Desa Pantai Bahagia, Kecamatan Muaragembong memilih menggelar Ngaji Ekologi sekaligus diskusi dan diakhiri buka puasa bersama.
Kegiatan tematik yang diselenggarakan Labtek Apung berkolaborasi dengan ITB dan Padepokan Umah Suwung, mencoba menggugah kesadaran masyarakat pesisir dalam melestarikan lingkungan lewat pemahaman ekologi, religi dan budaya.
Bertajuk ‘Ngaji Ekologi-Penghayatan Dampak Lingkungan Pesisir, kegiatan menghadirkan Kiai Abdullah Wong pada Sabtu (30/3/2024) di Masjid Salapiyah Al Huda, Kampung Beting, Desa Pantai Bahagia, Kecamatan Muaragembong, Kabupaten Bekasi.
BACA JUGA: Permasi Jakarta Raya Gelar Sanlat Ramadan dan Santunan Yatim
Motor kegiatan ini, Novita Anggraini menjelaskan, ini adalah tahun ketiga Labtek Apung mengadakan pengabdian kepada masyarakat di hilir Sungai Citarum. ”Citizen science yang selama ini kita terapkan ke masyarakat, perlahan-lahan dapat membangun semangat masyarakat dalam membaca dan mengidentifikasi persoalan lingkungan,” ungkap Novita dalam pers rilis yang diterima Radarbekasi.id.
Latar belakang kegiatan ini, imbuh Novita, bersumber dari maraknya kompleksitas fenomena kerusakan lingkungan yang terjadi di mana-mana. ”Salah satunya di tempat kami melakukan penelitian selama ini, yaitu hilir Sungai Citarum. Mulai dari deforestasi mangrove, abrasi, krisis air, hingga konflik multispesies, ketika manusia menjadi kekuatan geologis yang mengubah lanskap planet,” ungkapnya.
Ngaji Ekologi, sambung Novita lagi, adalah sebuah ihtiar bersama mengatasi ekologi yang dimulai dari kesadaran religius warga Kampung Beting untuk bersama-sama menumbuhkan pemahaman atas konsep berbagi ruang hidup antara manusia dengan entitas makhluk lainnya.
BACA JUGA: Ponpes Putri Muslimah Sejati Isi Ramadan dengan Tasmi Hifdzul Qur’an hingga Buka Puasa Bersama
Sementara, Kiai Abdullah Wong, dalam ceramahnya menyampaikan menjaga lingkungan merupakan tugas manusia yang telah dihidupkan oleh alam semesta. Dan itu ditegaskan di dalam Al-Quran dengan mendefinisikan keterkaitan antara ilmu dan alam.
”Di beberapa belahan dunia sungai adalah sumber peradaban. Sungai memiliki nilai yang sangat sakral. Lantas bagaimana sejauh ini, kita memaknai keberadaannya yang telah banyak memberikan kita banyak kehidupan,” cetusnya.
Kiai Abdullah Wong juga menyampaikan pesan ekologi melalui sebuah buku saku yang dibagikan seluruh jamaah yang datang berjudul “Sajadah Tak Berujung”. Intinya, Islam yang bermakna pasrah dan menyerah ini hanya diperbolehkan kepada Allah SWT, bukan kepada apa dan siapapun. Kepasrahan manusia kepada Allah SWT sebagai hamba, dibuktikan dengan kepatuhan menyeluruh untuk berbakti dan mengabdi, bahwa tak ada kebaktian yang utama selain memberikan kemanfaatan seluas-luasnya kepada sesama manusia. Itulah ekspresi ibadah sebagai puncak keberislaman memanusiakan manusia.
BACA JUGA: Tips Menjaga Kesehatan Gigi Anak saat Berpuasa Ramadan
Untuk mencapai puncak keberislaman itu, lanjut Kiai Abdullah Wong, tak cukup dengan sikap hormat, toleran hingga menolong. Langkah memanusiakan manusia mesti dimulai dari memberi jaminan rasa aman dan nyaman kepada manusia lain. Dan ini dampak dari manusia beriman, memberi rasa aman dan nyaman kepada orang lain. ”Itulah kenapa dalam tradisi teologi Islam disebutkan bahwa menyingkirkan duri di jalan merupakan cabang iman yang tidak dapat diremehkan,” ungkapnya.
Bayangkan, lanjutnya, betapa Islam begitu peduli untuk urusan duri atau paku yang tercecer di jalan. Bagaimana dengan kondisi lingkungan sekitar yang punya peluang melahirkan madhorot atau kerusakan kepada manusia lain secara masif. Tentu, Islam sangat mengecam situasi demikian. Perhatian Islam terhadap lingkungan sangat serius karena Islam menjadikan seluruh tatanan semesta (kosmos) sebagai keluarga besar. Itulah ekologi.
Satu hal menarik, sambung Kiai Abdulah Wong sambil mengutip hadits Nabi, disebutkan bahwa bumi adalah ibu dan Allah SWT menyiapkan manusia di dalam bumi untuk menjadi khalifah atau pengganti yang akan melestarikan Asma Allah SWT.
Ketika Allah SWT menurutkan Alquran kepada Nabi Muhammad, kata Kiai Abdullah Wong, Allah SWT tidak hanya menurunkan ayat kauliyah (pernyataan) melainkan juga menurunkan ayat kauniyah (alam semesta). Kedua ayat tersebut, baik kauliyah maupun kauniyah, sama-sama harus dilestarikan.
”Sebuah hadits dari Abu Dzar bahwa Rasulullah bersabda: “Bumi diciptakan untuk kita sebagai sarana menyucikan dan sebagai masjid (tempat bersujud),” kata Kiai Abdullah Wong mengutip salah satu kitab Kutubusittah, Sunan Abu Dawud 489; Hadits ke-99.
Kegiatan Ngaji Ekologi ini juga dihadiri sejumlah pejabat pemerintahan setempat. Di antaranya Sekretaris Desa Pantai Bahagia, Ahmad Qurtubi, Polisi Air (Polair) Polsek Muaragembong, Rino Effendi, RT dan RW. Turut hadir para alim ulama dan sejumlah komunitas lain, seperti Save Mugo dan Lesbumi Kabupaten Bekasi. Mereka mengapresiasi kegiatan tersebut. Kegiatan diakhiri dengan diskusia dan buka puasa bersama. (rbs)