Berita Bekasi Nomor Satu

Setop Kekerasan Perempuan dan Anak di Kota Bekasi

KAMPANYE: Pj Wali Kota Bekasi Raden Gani Muhamad bersama jajarannya saat mengkampanyekan stop kekerasan terhadap perempuan dan anak di area Car Free Day (CFD) Jalan Ahmad Yani, Bekasi Selatan, Ahad (3/11) lalu.

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Perempuan dan anak di Kota Bekasi harus terbebas dari kekerasan. Sebaris kalimat itu menjadi penggerak ratusan orang untuk berkumpul di area Car Free Day (CFD) Jalan Ahmad Yani Bekasi Selatan, Minggu  (3/11).

Mereka bergerak mengelilingi area CFD untuk mengkampanyekan setop kekerasan terhadap anak dan perempuan, juga membubuhkan tanda tangan sebagai bentuk komitmen perlindungan.

Diketahui, kekerasan terhadap anak pada 2022 sampai 2024 secara berurutan mengalami kenaikan, masing-masing 168 kasus pada 2022, 174 kasus pada 2023, dan 247 kasus pada 2024.

Hal serupa juga terjadi pada perempuan, tercatat sebanyak 250 kasus kekerasan pada  2022, 265 kasus pada 2023, dan 351 kasus pada  2024.

BACA JUGA: Tekan Angka Kasus Kekerasan Anak dan Perempuan, DP3A Bentuk Satgas SAPA

Berbagai faktor melatarbelakangi kekerasan terhadap anak dan perempuan di Kota Bekasi, diantaranya  kesadaran hukum yang rendah serta budaya patriarki di tengah masyarakat. Kampanye setop kekerasan kemarin diharapkan dapat memperkuat upaya pencegahan hingga penanganan kasus.

“Karena melihat kecenderungan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan ini dari tahun ke tahun mempunyai eskalasi peningkatan,” kata Pj Wali Kota Bekasi, Raden Gani Muhamad.

Ia menyampaikan bahwa Kota Bekasi saat ini telah memiliki peraturan daerah, masing-masing Perda nomor 3 tahun 2023 tentang perlindungan anak, dan Perda nomor 4 tahun 2023 tentang pemberdayaan dan perlindungan perempuan. Kedua produk hukum tersebut sedianya menjadi kejutan bagi pemerintah kota untuk menjamin perlindungan kepada perempuan dan anak.

“Ini bisa menjadi kekuatan, modal dasar Pemda untuk melakukan penegakan dan memerintahkan seluruh jajaran stakeholder terkait untuk ikut bersama-sama,” ucapnya.

BACA JUGA: Pemkot Bekasi Bentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak

Statistik kasus yang terus mengalami peningkatan ini menjadi perhatian Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi, ini membuat Kota Bekasi jauh dari kondisi ideal sebagai kota layak anak.

“Karena di daerah pelosok-pelosok masih banyak kekerasan terhadap perempuan dan anak utamanya yang semakin banyak terjadi, tanpa ada sosialisasi juga dari aparatur negara,” ungkap Ketua Komisi IV DPRD Kota Bekasi, Adelia Sidik.

Menurutnya aparatur negara, terutama dinas terkait harus turun gunung mensosialisasikan segala upaya yang bisa dilakukan oleh orangtua korban kekerasan, maupun masyarakat luas. Sehingga, kekerasan dalam bentuk apapun tidak dinormalisasi.

Adelia juga mendorong agar Perda nomor 3 dan 4 tahun 2023 bisa dilaksanakan secara maksimal. Pasalnya, anak-anak yang saat ini tumbuh merupakan generasi penerus, salah satunya dalam menjalankan roda pemerintahan.

“Bagaimana kalau anak-anak ini yang nanti akan menjadi korban, akhirnya harus membawa beban berat dengan kondisi mental yang tidak baik-baik saja, ini kan menjadi rapor merah untuk kita,” tambahnya.

Awal Oktober lalu Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kota Bekasi telah memulai model kolaborasi Pentahelix untuk memerangi kekerasan terhadap perempuan dan anak. Kampanye kemarin diikuti oleh ratusan orang perwakilan perusahaan, sekolah, universitas, hingga Forkopimda. Upaya ini dilakukan guna menekan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak.

“Kita harapkan tidak ada lagi kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Bekasi,” kata Kepala DPPPA Kota Bekasi, Satia Sriwijayanti.

Kolaborasi berbagai unsur tersebut diharapkan dapat mempererat komunikasi dalam mencegah dan menangani kasus kekerasan. Pihaknya juga mensosialisasikan Hot Line pelaporan Teman Curhat Perempuan dan Wanita (TERPANA), berharap setiap warga berani melaporkan setiap tindak kekerasan yang terjadi di sekitar mereka.

“Kita harapkan dengan adanya kolaborasi ini saling mempererat komunikasi. Sehingga apabila memang ditemukan adanya kasus kekerasan, penanganannya bisa lebih sistematis dan komprehensif,” tambahnya. (sur)