Oleh: H.M Saifuddaulah, SH, MH, M.Pd.I (Ketua DPRD Kota Bekasi)
Pendidikan adalah hak seluruh warga negara untuk mendapatkannya. Terutama bagi kaum tidak mampu harus tarfasilitasi atau dibiayai oleh negara.
Hal ini sebagai pelaksanaan amanat UUD 1945, pasal 31 ayat 1 dan 2. (1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
Sehingga pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Daring (online) hakikatnya untuk pemerataan dan keadilan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang layak dari pemerintah.
Bukan sekedar menjaring peserta didik, namun hakikatnya memberikan kesempatan semua anak bangsa untuk mengenyam pendidikan tanpa kecuali.
PPDB Daring hanya sebuah sistem untuk menjaring siswa sesuai rombel (rombongan belajar) pada satuan pendidikan. Karena berdampak pada kualitas belajar mengajar serta biaya atau anggaran yang disiapkan pemerintah. Sehingga harus diatur kapasitas atau kuota masing-masing satuan pelajaran sehingga anak-anak wajib belajar dapat tertampung serta mendapat pendidikan yang layak. Baik berdasarkan zonasi atau jarak dari tempat belajar.
Hal ini diatur dengan tujuan agar anak-anak di sekitar sekolah tersebut terjamin pendidikannya. Artinya sesuai jarak terdekat yang ditentukan, wajib untuk mendapat prioritas.
Dari tahun ke tahun, atau hampir sudah 19 tahun lebih, PPDB Daring harusnya sudah berjalan lancar. Tidak ada persoalan berarti. Namun jika diperhatikan masih ada beberapa catatan atau pekerjaan rumah (PR) stakeholder pendidikan, dalam hal ini Dinas Pendidikan sebagai leading sector untuk selalu mengevaluasi dan memperbaiki pelaksanaan PPDB Daring.
Persoalan utama adalah lagi-lagi masalah sosialisasi yang masih kurang optimal. Seharusnya dua bulan sebelum pelaksanaan dinas pendidikan sudah mempersiapkan segala sesuatunya. Berkoordinasi dengan instansi terkait, seperti Dinas Pendudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil), Dinas Sosial (Dinsos), Inspektorat (Itko), Kepolisian dan Komisi IV. Bahkan pihak kelurahan atau kecamatan terkait kematangan pelaksanaan PPDB. Jika perlu dibuat gugus tugas khusus PPDB dari semua lini atau unsur yang terkait.
Jika sudah ditetapkan petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) maka segera sosialisasikan kepada calon sisiwa, orang tua atau masyarakat. Kepada siswa, karena anak-anak hari ini sudah sangat familiar dengan gawai/gadget.
Informasikan secara detil kepada masyarakat. Sehingga mereka memahami teknis pelaksanaannya. Orang tua akan lebih memilih sekolah sesuai dengan kondisi anak serta zonasi yang telah ditentukan. Karena sistem PPDB ini hakikatnya menghilangkan disparitas lembaga pendidikan.
Artinya semua lembaga pendidikan itu sama, yakni bertujuan memberikan pengajaran kepada anak didiknya. Apalagi dengan model Kurikulum Merdeka yang diterapkan sekarang. Semua anak didik diberi kebebasan untuk memilih pendidikan sesuai bakat dan kemampuannya.
Selain itu, terkait perangkat atau kualitas ketersediaan fungsi-fungsi support. Server, backup dan security sistem dari aplikasi harus disiapkan dengan matang. Karena sistem online, pengiriman data tentu akan membludak, sehingga mengakibatkan antrian panjang entry data pada server. Jangan sampai stres test pada server, sehingga harus disiapkan server khusus yang siap menghadapi serbuan ribuan data yang dikirim dari calon peserta didik. Jangan sampai server hang dan corrupt. Yang mengakibatkan proses PPDB Daring jadi berantakan.
Termasuk bekerja sama dan berkoordinasi dengan BMPS (Badan Musyawarah Perguruan Swasta). Lakukan koordinasi atau simulasi terkait data anak sekolah. Kan semua sudah terdata dalam Dapodik Nasional. Sehingga Dinas Pendidikan bisa memprediksi jumlah kuota peserta didik dalam satuan pendidikan serta di daerah mana saja.
Artinya jika, ada anak tidak tertampung, maka Dinas Pendidikan memberikan kuota kepada perguruan swasta yang berada di sekitar tempat calon peserta didik. Sehingga tidak ada lagi kecemburuan atau persoalan antara Dinas Pendidikan dan BMPS.
Begitu pula terkait anggaran pendidikan peserta didik baru. Dinas Pendidikan bersama DPRD sudah bisa memprediksi anggaran tahun pelajaran yang selalu jatuh pada Juni/Juli tahun yang akan datang. Namun sudah dipersiapkan dan direncanakan dalam APBD tahun berjalan, artinya tidak dimasukan dalam APBD Perubahan. Kalau pun harus masuk dalam APBD-P itu pun bukan pada hal yang utama.
Himbauan yang utama. Saya sampaikan kepada para orang tua siswa yang anaknya berada di kelas akhir satuan pendidikan. Misal kelas 6 SD, kelas 9 SMP. Segera cari informasi sekolah dan tata cara pendaftarannya. Komunikasikan dengan anaknya. Karena hakikatnya pendidikan itu tanggung jawab orang tua, jangan hanya menyerahkan semua proses pendidikan kepada sekolah saja.
Apalagi kondisi zaman gadget ini, peran orang tua harus lebih intens untuk mengawasi anak-anaknya.
Orang tua yang sadar pendidikan dan bercukupan. Maka, dia tak segan mengeluarkan biaya untuk memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anaknya. Sehingga tak perlu memaksakan anaknya sekolah di sekolah tertentu, swasta atau negeri baginya tak masalah.
Jika semua sadar bahwa pendidikan adalah tanggung jawab semua pihak. Maka tidak akan ada lagi, orang tua yang memaksa anaknya masuk sekolah tertentu dengan ‘jalur belakang’ via calo.
Hakikat PPDB Daring sejatinya memberi ruang kepada anak-anak dari keluarga miskin, tetapi cerdas atau memiliki kepandaian diberikan kesempatan untuk mengenyam pendidikan tanpa harus mengeluarkan biaya transportasi jika sekolahnya jauh dari lokasi rumahnya. Berikan hak mereka untuk mendapatkan pendidikan. Demi menjemput generasi emas Indonesia 2030 nanti. (*)