Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

Dua Anak Bekasi Gagal Ginjal Akut, Begini Kondisinya

Ilustrasi. Data dari Agustus 2022 hingga hari ini, ada total 206 kasus ginjal akut pada anak. Dan 99 di antaranya dinyatakan meninggal. (just dial)

RADARBEKASI.ID, BEKASI SELATAN – Dua anak di Bekasi diketahui menderita Gagal Ginjal Akut Misterius atau Acute Kidney Injury (AKI). Sementara itu, terus meningkatnya kasus tersebut di indonesia, AKI sudah sudah terpenuhi untuk ditetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB).

“Ada satu kasus di Kabupaten Bekasi. Maaf saya tidak bisa menyebutkan nama pasien, etika medis,” ujar Plt Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi, Alamsyah, kepada Radar Bekasi, Minggu (23/10).

Kepada Radar Bekasi Alamsyah menuturkan, saat ini sedang penyelidikan epidemiologi. “Lagi penyelidikan epidemiologi, insya Allah besok siang bisa selesai, karena harus konfirmasi ke RS yang merawat,” ucapnya.

Pemerintah Kabupaten Bekasi menerbitkan surat edaran terkait pelarangan penggunaan obat sirop yang beresiko mengandung cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG). Larangan itu, tertuang dalam surat edaran Nomor: SR.01.05/12553/DINKES/2022 yang dikeluarkan Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi.

Surat edaran tersebut menurut Alamsyah, merupakan tindak lanjut surat dari Kementerian Kesehatan Nomor: SR.01.05/III/3461/2022, tanggal 18 Oktober 2022 tentang kewajiban penyelidikan epidemiologi serta penjelasan BPOM RI tentang isu Obat sirop yang beresiko mengandung cemaran etilon glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG), tanggal 19 Oktober 2022 lalu.

Alamsyah menjelaskan, terdapat beberapa poin penting yang harus dilakukan oleh seluruh elemen di rumah sakit, puskesmas, klinik maupun apotek di wilayahnya. Poin pertama, semua sediaan sirop mengandung paracetamol ditunda atau tidak diresepkan tenaga kesehatan atau diberikan kepada pasien sampai ada hasil penelitian final Kementerian Kesehatan RI, BPOM atau IDAI.

Kemudian yang kedua, untuk sementara tidak boleh diresepkan, Dinkes Kabupaten Bekasi hingga saat ini belum menerima arahan untuk melakukan penarikan obat sirop dari apotek, klinik dan toko obat.

Selain itu, dirinya juga meminta seluruh fasilitas layanan kesehatan untuk melakukan Peningkatan Kewaspadaan (PE) pada kasus Anuria, warna urine, serta gejala AKI dan meminta melaporkannya ke Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi melalui seksi surveilans dan imunisasi nomor handphone Andi Suhandi (0858-17417568).

Sedangkan mengenai tata kelola obat, Dinkes Kabupaten Bekasi menyarankan agar dapat menghubungi seksi kefarmasian nomor handphone Rahmadi (0856-95093216).

“Petugas dari Dinas kesehatan diminta untuk melakukan komunikasi, Informasi dan edukasi (KIE) kepada masyarakat secara profesional dan proporsional tentang penggunaan obat yang aman dan rasional serta terkait gangguan ginjal akut atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury),” ucapnya.

Saat ini, sejumlah pusat pelayanan kesehatan di Kabupaten Bekasi sudah mulai menghentikan sementara pemberian obat sirup kepada masyarakat sesuai dengan surat edaran Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi. Salah satunya di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Telaga Murni, Kecamatan Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, sudah tidak lagi memberikan semua jenis obat sirup kepada masyarakat.

“Kami sudah terima surat edarannya dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi, sesuai dengan edaran, kami sudah tidak lagi memberikan resep obat sirup, semua obat sirup, karena di edaran itu dituliskan tak hanya paracetamol sirup, tapi semua obat sirup agar tidak diberikan,” ungkap salah satu dokter umum di Puskesmas Telaga Murni, Leni.

Menurutnya, penghentian sementara pemberian obat sirup bukan hanya bagi anak-anak tetapi juga bagi orang dewasa. Sementara guna menganti kebutuhan pasien, saat ini pihaknya mengalihkan pada obat jenis tablet. Sedangkan bagi anak-anak diutamakan obat jenis puyer.

Sementara itu, Dinas Kesehatan Kota Bekasi hingga saat ini masih mendalami satu pasien AKI di RSCM.
“Jadi belum bisa kami sampaikan, karena administrasi juga menjadi hal penting ya, bukti dari pada pelaporan tersebut. Jadi belum mendapatkan data resmi sampai dengan saat ini, yang paling utama adalah kesiapan dari tata kelola,” kata Kepala Dinkes Kota Bekasi, Tanti Rohilawati.

Ia menjelaskan bahwa, Dinkes Kota Bekasi telah melakukan sejumlah langkah untuk merespon situasi ini. Pertama, mengundang dokter spesialis anak untuk mendapatkan kesimpulan apa yang perlu disampaikan kepada masyarakat untuk mencegah AKI.

Kedua, pihaknya juga sudah membuat surat edaran kepada seluruh layanan kesehatan, termasuk Puskesmas untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat. Ketiga, melakukan persiapan dengan seluruh RS, mulai dari mengidentifikasi sarana dan prasarana kesehatan diantaranya High Care Unit (HCU) dan Pediatric Intensive Care Unit (PICU), seluruh RS juga diminta untuk segera melaporkan temuan kasus kepada Dinkes Kota Bekasi.

Salah satunya yang penting adalah fasilitas Hemodialisa (HD) untuk anak dengan berat badan dibawah 30 kg, umumnya fasilitas HD yang dimiliki RS untuk orang dewasa atau dengan berat badan diatas 30 kg.

“Setelah kita identifikasi bersama dengan RS, memang ada beberapa yang mempunyai, yang memungkinkan untuk dilakukan Hemodialisa dibawah 30 kg atau untuk anak,” tambahnya.

Rencananya hari ini pertemuan bersama dengan seluruh RS akan kembali dilakukan, Dinkes akan menetapkan RS rujukan bagi temuan kasus AKI. Terkahir, langkah yang akan dilaksanakan adalah berkoordinasi dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terkait dengan pembiayaan pasien.

Berdasarkan data dan fakta, gagal ginjal akut misterius sudah terpenuhi syaratnya untuk ditetapkan menjadi KLB secara nasional, dimana ada peningkatan angka kesakitan dan kematian secara signifikan dan tidak lazim di suatu wilayah dan dalam waktu bersamaan. Enam dari tujuh kriteria KLB berdasarkan Permenkes tentang KLB juga sudah terpenuhi.

Oleh sebab itu, Peneliti Ketahanan Kesehatan Global dari Griffith University, Dicky Budiman menyebut sudah tidak ada keragu-raguan untuk menetapkan penyakit ini menjadi KLB. Status ini penting untuk menuntaskan sebab dasar kemunculan penyakit secara menyeluruh.

“Salah satu yang diharapkan lahir dari satu kejadian status KLB ini adalah kita betul-betul menemukan sebab musababnya. Dan bukan hanya masalah patogen atau puncaknya, tapi juga siapa yang ternyata bertanggungjawab,” kata Dicky, Minggu (23/10).

Berbicara kepentingan dan relevansi penetapan status KLB ini kata Dicky adalah mencari, bukan sekedar menyelesaikan atau melakukan proses pembuktian saja, menyelesaikan secara paripurna. Ia juga menegaskan bahwa KLB melekat pada kejadian, sehingga hilang atau tidak bertambahnya kasus tidak mengurangi relevansi penetapan status KLB.

Dalam konteks Indonesia, penetapan status KLB ini kata Dicky, akan berfungsi mencegah adanya kasus-kasus yang tidak terdeteksi, termasuk kesulitan pasien untuk mengakses layanan kesehatan dengan alasan ekonomi. Status ini juga akan mengidentifikasi kelemahan mekanisme kesehatan, sehingga diharapkan ada perubahan, perbaikan, dan penguatan dari sisi kebijakan atau regulasi.

Dalam hal ini kata Dicky, yang menjadi masalah adalah secara hukum dipengaruhi oleh kualitas kepemimpinan dalam manajemen resiko, disamping perimbangan politik, ekonomi, dan lainnya.
“Nah ini yang seharusnya tidak boleh mengabaikan, prinsip dari Health Security itu adalah mengutamakan kesehatan masyarakat, fokusnya melindungi kesehatan masyarakat,” tambahnya.

Ia menekankan bahwa Health Security tidak boleh kalah dengan berbagai kepentingan. Kecolongan di satu tempat akan berdampak pada hal yang sama di lain tempat, sehingga prinsip dasar mengutamakan kesehatan masyarakat harus diutamakan.

Dalan konferensi pers belum lama ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan kasus AKI bertambah menjadi 241 kasus, tersebar di 22 provinsi. Dari jumlah ratusan kasus ini, tingkat kematiannya mencapai 55 persen atau 133 kasus dari total jumlah kasus.

“Kita sudah identifikasi telah dilaporkan adanya 241 (kasus) di 22 provinsi,” kata Menkes, Budi Gunadi Sadikin.

Hasil identifikasi Kemenkes, pasien yang datang ke RS tidak membutuhkan waktu lama untuk kondisinya memburuk. Gejala klinis yang biasa timbul dalam diantaranya demam, hilang nafsu makan, malaise, batuk pilek, mual, muntah, ISPA, diare, kemudian sulit buang air kecil, berupa air seni berkurang atau tidak ada air seni sama sekali.

Kementerian kesehatan disebut akan mendatangkan 200 vial obat untuk pasien AKI, harga per vial Fomepizole dari Singapura ini berkisar Rp16 juta, ditanggung oleh Kemenkes. Sebelumnya, pasien AKI telah menggunakan obat ini sejak 18 Oktober, sebanyak 10 Vial untuk 11 pasien.

Hasilnya kata Budi, kondisi pasien anak di RSCM sebagian membaik, sebagian stabil. Kondisi ini yang menjadi pertimbangan pemerintah akan mendatangkan lagi antidotum bermerek Fomepizole. (sur/pra)