RADARBEKASI.ID, JAKARTA – Mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rafael Alun Trisambodo telah menjalani proses pemeriksaan dalam statusnya sebagai tersangka.
Rafael terlihat mengenakan rompi tahanan usai diperiksa lebih dari enam jam oleh tim penyidik KPK.
Pantauan, Rafael keluar dari ruang penyidik KPK sekitar pukul 16.20 WIB. Ia terlihat mengenakan rompi tahanan dengan tangan di borgol.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menyatakan, pihaknya akan menahan Rafael Alun usai menjalani pemeriksaan di KPK. Mengingat Rafael kini telah berstatus tersangka penerima gratifikasi.
“Tentu nanti tim penyidik KPK setelah melakukan pemeriksaan akan menganalisis lebih lanjut ya, apakah ada keperluan untuk dilakukan penahanan kah terhadap tersangka ini gitu ya. Tetapi yang pasti perlu kami sampaikan teman-teman juga tahu bahwa hampir tidak ada orang kemudian yang ditetapkan sebagia tersangka oleh KPK tidak dilakukan penahanan,” kata Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Senin (3/4/2023).
Juru bicara KPK bidang penindakan ini menegaskan, tidak ada tersangka KPK yang kemudian tidak ditahan saat proses penyidikan. Hal ini tentunya, setelah analisis tim penyidik apakah perlu segera menahan Rafael Alun.
“Jadi ini kan soal waktu kapan tersangka itu bisa dilakukan penahanan. Karena syarat penahanan itu ada di hukum acaranya, nanti penyidik yang akan menentukan baik itu secara subjektif maupun secara objektif,” tegas Ali.
Rafael Alun tak habis pikir bisa dijerat oleh KPK. Sebab, selama ini selalu patuh dengan perintah KPK untuk menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), sejak dirinya masuk kategori wajib lapor, pada 2011.
“Saya dapat mengklarifikasi bahwa saya selalu tertib melaporkan SPT-OP dan LHKPN, tidak pernah menyembunyikan harta, dan siap menjelaskan asal usul setiap aset tetap,” klaim Rafael, Jumat (31/3/2023).
Rafael menyatakan, selalu tertib dalam melaporkan SPT tahunan orang pribadi sejak 2002, dan seluruh aset tetap dalam LHKPN. Ia pun mengaku, kerap menaikkan nilai aset yang dimiliki saat menyampaikan LHKPN.
Menurutnya, aset yang dilaporkan
sejak 2012 hingga 2022, tak jauh berbeda. Namun memang terjadi perubahan nilai, karena menyesuaikan nilai jual objek pajak (NJOP).
“Hal ini terlihat dari nilai aset tetap dalam LHKPN yang tinggi karena mencantumkan nilai NJOP, walaupun sebenarnya nilai pasar bisa lebih rendah dari NJOP. Saya selalu membuat catatan sesuai dokumen hukum dan siap menjelaskan asal usul setiap aset jika dibutuhkan,” tegas Rafael.
Selain itu, Rafael juga mengaku kerap mengikuti program tax amnesty pada 2016 dan Program Pengampunan Pajak (PPS) pada 2022. Hal ini tentunya sebagai bentuk kepatuhan dalam membayar pajak.
“Saya ingin menegaskan juga bahwa saya tidak pernah dibantu oleh konsultan pajak mana pun dan selalu membuat SPT sendiri,” pungkas Rafael. (jpc)