RADARBEKASI.ID, BEKASI – Merdeka Belajar nampaknya masih sukar diwujudkan di Kota Bekasi. Banyak kekurangan yang harus dipenuhi, seperti sarana prasarana serta kurangnya jumlah tenaga pengajar atau guru.
Kekurangan guru jadi persoalan utama mendukung Merdeka Belajar. Hal ini membuat satu orang guru harus bertambah beban waktu mengajarnya hampir dua kali lipat.
Sebagai salah satu faktor utama keberhasilan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di kelas, beban berat membuat efektifitas KBM terganggu. Pada Hari Guru beberapa waktu lalu, beban administrasi dikeluhkan dalam kurikulum merdeka, belum lagi ditambah jam mengajar bagi guru-guru di Kota Bekasi.
Pada peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) kemarin Pj Wali Kota Bekasi, Raden Gani Muhamad menekankan pentingnya gerakan Merdeka Belajar dalam merubah paradigma pendidikan. Gerakan Merdeka Belajar ini kata dia, dimaknai dengan kebebasan untuk berinovasi serta mengembangkan kreativitas.
“Dan juga kita dari pemerintahan bagaimana menyiapkan sarana prasarana dan SDM tenaga pengajarnya supaya betul-betul tujuan merdeka belajar itu bisa dijalankan dengan sebaik-baiknya,” katanya.
Terkait dengan isu kekurangan guru di Kota Bekasi, Gani menyampaikan bahwa kebijakan merekrut tenaga pengajar tidak bisa dilakukan oleh pemerintah daerah atau wali kota. Hanya saja, Pemkot Bekasi dalam hal ini berusaha mencari solusi dengan berkomunikasi dengan pemerintah pusat, dalam hal ini Kemendikbudristek, Menpan-RB, dan BKN.
BACA JUGA: Fasilitas Pendidikan di Kabupaten Bekasi Belum Merdeka
Menurutnya harus ada solusi konkrit yang dilakukan guna mengatasi kekurangan guru di Kota Bekasi. Dengan catatan, sepanjang tidak menyalahi aturan.
“Tetapi kita juga tetap mengacu pada koridor aturan yang ada. Jangan sampai nanti kita salah dalam melangkah,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bekasi, Uu Saeful Mikdar menyampaikan bahwa kekurangan guru merupakan faktor utama yang harus diatasi untuk melanjutkan gerakan Merdeka Belajar.
Ia menyampaikan bahwa Pemkot Bekasi telah mengajukan pendidik yang berstatus Tenaga Kerja Kontrak (TKK) untuk diangkat menjadi PPPK.
Diketahui, Kota Bekasi masih kekurangan 2.400 guru. Masing-masing di tingkat Sekolah Dasar (SD) sebanyak 1.700 dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 700 guru.
“Saya kira yang paling utama di dalam rangka untuk menyongsong bergerak bersama lanjutkan Merdeka Belajar adalah tenaga pendidik,” ungkapnya.
Kekurangan guru ini membuat beban tenaga pengajar makin berat. Tambahan jam mengajar berpengaruh pada kualitas KBM.
Tambahan guru yang diangkat menjadi PPPK sebanyak 550 orang beberapa waktu lalu belum berdampak banyak pada pemenuhan kebutuhan guru.
BACA JUGA: SMPN 34 Kota Bekasi Terus Berupaya Tingkatkan Prestasi Siswa
“Dampaknya beban guru menjadi berat. Kenapa ?, kewajiban guru itu kan (mengajar) 24 jam di SMP, ada yang 30 ada yang 40 jam karena kurang guru, itu bebannya,” katanya.
Sementara terkait dengan sarana dan prasarana pendidikan, ia menyebut kekurangan selanjutnya adalah gedung sekolah di setiap jenjang. Ada lebih dari 20 persen gedung sekolah yang saat ini berusia 15 sampai 20 tahun.
“Karena ada bangunan yang sudah berusia 15 sampai 20 tahun, mudah-mudahan secepatnya lah,” tambahnya.
Belum lagi, sekolah SMP yang KBMnya masih menggunakan gedung sekolah dasar.
Terpisah Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Dedi Mufrodi membenarkan bahwa beban berat yang dipikul oleh tenaga pendidik berdampak pada proses KBM. Menurutnya, guru merupakan salah satu faktor utama keberhasilan BKM di kelas.
“Ketika terjadi kekurangan guru, pasti ada implikasinya terhadap proses KBM di kelas,” katanya.
BACA JUGA: Madrasah di Kota Bekasi Wajib Terima Anak Berkebutuhan Khusus
Untuk itu, pihaknya mendorong pemerintah pusat dan Pemkot Bekasi untuk memenuhi kebutuhan guru di Kota Bekasi, terutama pada sekolah negeri. Belakangan, usulan rekrutmen PPPK sudah diajukan oleh Pemkot Bekasi untuk 2024 sebanyak 6.794 guru.
Selain itu, peningkatan kualitas guru dalam memahami kurikulum merdeka belajar juga beragam. Meskipun pada prinsipnya kata Dedi, kurikulum merdeka tidak memiliki banyak perbedaan dari sisi metode belajar dibandingkan dengan kurikulum sebelumnya.
Menurutnya, perlu dilakukan upaya untuk peningkatan pemahaman para guru oleh berbagai pihak, mulai dari pemerintah hingga organisasi profesi seperti PGRI. Selama ini, ia menyebut PGRI telah melakukan pelatihan kepada para guru guna meningkatkan kualitas mengajar di sekolah.
“Kami selalu menghimbau para guru untuk mengikuti pelatihan atau seminar-seminar, PGRI juga sudah melakukan pelatihan-pelatihan yang kami laksanakan secara daring maupun luring,” tambahnya.
Kekurangan guru memang menjadi masalah yang tidak terpecahkan hingga saat ini. Bahkan bukan hanya terjadi di Kota Bekasi, hampir terjadi di seluruh Indonesia.
Pengamat Pendidikan, Imam Kobul Yahya menyampaikan bahwa keputusan rekrutmen Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi kewenangan pemerintah pusat, termasuk untuk guru. Beberapa tahun terkahir, tidak semua usulan yang diajukan oleh Pemkot Bekasi diamini jumlah rekrutmen ASNnya.
Persoalan gerakan merdeka belajar di Kota Bekasi bukan hanya guru kata Imam, melainkan juga kompetensi guru dan sarana prasarana pendidikannya. Ia menyampaikan bahwa jumlah SMP negeri di Kita Bekasi setelah berdiri Unit Sekolah Baru (USB) saat ini sebanyak 62 sekolah, namun yang terdaftar di Data Pokok Pendidikan (Dapodik) hanya 56 sekolah.
Bagi sekolah-sekolah yang menginduk, ketersediaan guru lebih pelik untuk segera dicarikan solusinya lantaran di sekolah baru ini baru ada satu guru ASN kata dia.
“Kota Bekasi yang posisinya kota metropolitan dan masih berkembang, tambah sulit. Sepuluh tahun yang akan datang juga menurut aku belum selesai persoalan guru di Kota Bekasi,” ungkapnya.
BACA JUGA: Daya Tampung Sekolah Negeri Masih Terbatas
Persoalan berikutnya adalah sekolah-sekolah SMP yang masih melaksanakan KBM di gedung sekolah dasar, juga kekurangan ruang kelas. Hal ini dibuktikan dengan masih ada sekolah yang melaksanakan kegiatan belajar mengajar bergantian, pagi dan siang.
Yang ia soroti selanjutnya adalah tingkat pemahaman guru yang beragam terkait dengan merdeka belajar. Banyak guru yang masih berada pada tahap mempelajari kurikulum yang disebut masih tergolong baru ini kata Imam.
Meskipun sudah seratus persen dilaksanakan oleh sekolah di berbagai tingkatan, ia menyebut belum seluruh rombongan belajar melaksanakan gerakan merdeka belajar. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pemerintah, sehingga merdeka belajar benar-benar membuat siswa merdeka dalam mengikuti KBM.
“Belum merdeka, kemudian menurut saya kadang aneh karena dia kekurangan guru dan kekurangan ruang kelas, sarana dan prasarananya. Sehingga seharusnya dia merdeka belajar malah menyusahkan belajar,” tambahnya.
Belum lagi, pemerintah pusat dalam hal ini Kemendikbudristek yang menurutnya tidak melihat kendala-kendala yang dialami di daerah. Dalam hal ini Kemendikbudristek hanya menitikberatkan persentase satuan pendidikan yang telah melaksanakan gerakan merdeka belajar. (sur)