Berita Bekasi Nomor Satu
Koki  

Khutbah New Normal

Ada baiknya juga khutbah Jumat di awal era new normal ini bisa diterapkan di Jumat berikutnya. Agar tidak seperti khutbah era old normal. Di mana banyak jamaah tertidur saat khotib naik mimbar, termasuk saya.

Tapi berbeda saat salat Jumat di Masjid Nurul Islam, Islamic Center, Kota Bekasi, tadi itu. Saya termasuk yang tidak tertidur. Juga sebagian besar jamaah. Mungkin.

Bisa mendengar dan melek sepanjang khutbah yang disampaikan KH. Dr. Muhammad Aiz, SH, MH. Cucu KH Muhajir, pendiri Pesantren Annida Al-Islamy yang pesantrennya berada di jantung Kota Bekasi, tepatnya di Jalan Ir H. Juanda, itu membawakan materi khutbah singkat dan isunya sangat relevan dengan kondisi saat ini.

Temanya memang masih tentang COVID-19. Tapi saya tidak akan mengomentari materi khutbahnya. Bicara agama, beliau lebih fasih daripada saya. Apalagi cucu pendiri pesantren. Dan kini juga beliau salah satu komisioner Baznas Kota Bekasi. Lebih faham dan mumpuni. Gelar doktornya dari kampus Universitas Islam Negeri (UIN), Ciputat. Sebuah kampus Islam terkemuka yang melahirkan banyak para cendekiawan Islam.

Saya ingin memberi apresiasi untuknya. Memahami psikologi jamaah di tengah pandemi ini. Tidak memaksakan materi khutbah berlama-lama. Beliau taat mengikuti protokol kesehatan pencegahan dan penularan Covid-19 di Kota Bekasi—salah satu isinya khutbah/ceramah sesingkat mungkin, paling lama 15 menit.

Dengan khutbah yang singkat, materi yang aktual, gaya penyampaian yang mudah dicerna, tentu saja membuat jamaah tidak akan ketiduran. Entah karena kelelahan atau karena bosan dengan materi khutbah yang begitu-begitu saja.

Saya memperhatikan. Khutbah yang disampaikan KH Aiz Muhammad ini singkat tapi bermakna. Singkat karena hanya lima menit lebih sedikit. Sudah termasuk dengan khutbah kedua. Penuh makna, karena bicara pandemi Covid-19, bukan saja menerima wabah ini sebagai ujian. Tapi juga mengajak jamaah untuk terus bersyukur. Sebuah ungkapan yang hari-hari ini lebih sering tergantikan dengan gerutuan, cemoohan.

Saya membayangkan. Jumat-jumat yang akan datang, para khatib Jumat memahami psikologi para jamaah. Apakah ada rukun khutbah Jumat yang mewajibkan khotib berlama-lama saat menyampaikan khutbahnya?

Bukankah hanya lima ini rukun khutbah Jumat: Membaca alhamdulillah (puji-pujian kepada Allah Subhanahu Wata`alaa), bershalawat kepada Nabi Muhammad Shallahu `Alaihi Wasallam, berwasiat taqwa, membaca salah satu ayat Alquran dan mendoakan kamu muslimin di khutbh kedua.

Maafkan kalau keliru. Hanya Allah SWT Yang Maha Benar. (*)