Berita Bekasi Nomor Satu

Transpatriot Terus Merugi

Jumlah Armada Trans Patriot Belum Ideal
Illustrasi: Warga beraktivitas di tempat parkir armada traspatriot di Stadion Patriot Candrabhaga Kota Bekasi belum lama ini. Sembilan armada transpatriot dinilai belum ideal mendukung kebijakan ganjil genap.

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Sejak diresmikan November 2018 lalu, transportasi massal milik Pemkot Bekasi Transpatriot makin terpuruk dan terus merugi. Bahkan, untuk menutupi biaya operasional kendaraan (BOK) setiap harinya saja tidak terpenuhi.

Saat ini, ada 29 unit Transpatriot yang beroperasi di Kota Bekasi. 9 unit mendapatkan penyertaan modal dari Pemkot Bekasi, sementara selebihnya di kelola oleh swasta. ”Iya sampai saat ini belum bisa berjalan maksimal, karena kalah saing dengan angkutan lainnya seperti angkutan online dan kendaraan pribadi,” kata Kepala Divisi Transpatriot Perusahaan Daerah Mitra Patriot (PDMP), Sindula Gunawangsa, Senin (29/6).

Dia mengaku, biaya operasional kendaraan setiap harinya capai sebesar Rp 2,6 juta untuk satu unitnya. Sejak masa pandemi Covid-19, pihaknya menghentikan operasional kendaraan sejak 23 Maret 2020 lalu. Mulai 16 Juni 2020, sebagian kendaraan sudah dioperasikan.

“Sejak awal kondisi ini sudah diperkirakan, makanya Pemerintah pun memberikan suntikan anggaran APBD agar tetap beroperasi. Dan ini termasuk, prediksi dari pemasukan penjualan tiket tak mungkin dapat memperoleh untung atau menutupi kebutuhannya,” kata Sindula.

Menurutnya, kondisi saat ini semakin parah, bahkan merugi hinga 88 persen setiap hari nya.”Pendapatan kita masih jauh untuk tutupi BOK Transpatriot, karena dari mulai kembali beroperasi 16 Juni lalu, dari total 9 unit armada yang dioperasikan di Koridor I penjualan tiket, rata-rata hanya memperoleh 12 persen dari BOK. Begitu juga, armada yang dikelola Mitra kita di Koridor II yang cuma menyediakan 1 unit dan koridor III 4 unit yang cuma dapat setengah penjualan tiket dibanding Koridor I,” jelasnya.

Sindula memaparkan, jika dihitung rata-rata penumpang dari sekali perjalanan Koridor I hanya mengangkut 10 orang, sedangkan Koridor II dan III paling lima orang. Dan biasanya, diakui dia, perhari itu rata-rata armada Transpatriot bisa 6 trip perjalanan per hari, artinya jika dihitung untuk koridor I paling 50 orang, dan Koridor II dan III hanya setengahnya atau 25 penumpang.

“Kondisi ini kita pun sudah prediksi, makanya untuk pengeluaran BOK sudah disiapkan diawal. Dan saat ini kita pun masih bersyukur dari mitra atau patner kita di Koridor II dan III itu masih mau menanggung kerugiannya, jadi soal kerugian itu kan banyak yang beranggapan kita saja padahal kita punya mitra dan dia pun masih mau menanggung itu,” ungkapnya.

Dia mengaku, subsidi dari Pemerintah Kota Bekasi tidak digunakan seluruhnya. Tahun lalu saja, kata dia, jajarannya cuma menyerap anggaran sebesar 85 persen dari anggaran yang disiapkan oleh pemerintah. Dan kemungkinan, di tahun ini paling tinggi sebesar 65-70 persen dari sekitar Rp 6 miliar anggaran yang disediakan.

“Ini perlu kami sampaikan juga, jika dari anggaran yang kami terima itu tak semua digunakan. Kondisi itu sesuai laporan operasional armada dihitung dari jumlah KM dikurangi jumlah pendapatan penjualan tiket perhari. Anggaran itu pun kita bagi dengan mitra kita, untuk biaya perawatan harian dan supir yang sampai sekarang itu bekerjasama dengan pihak DAMRI,” pungkasnya.

Sementara itu, berdasarkan data yang diperoleh PDMP sebanyak 9 armada Bus Transpatriot Koridor I dari mulai sejak resmi beroperasi November 2018, tercatat di tahun 2019 lalu sudah mengalami defisit BOK. Hal ini dihitung, berdasarkan dari penjualan tiket per hari yang hanya mampu menutupi BOK 30 persen.

Sementara, selebihnya biaya itu pun ditanggung oleh subsidi APBD yang dikucurkan Perusahaan tersebut. Adapun dalam seharinya, BOK Bus Transpatriot perunit butuh biaya Rp 2,6 juta, sehingga kalau ditotal 9 armada itu perhari butuh Rp 23,4 juta. Sementara itu, untuk pemasukan melalui tiket penumpang sebesar Rp 4 ribu jika dikalikan rata-rata 50 penumpang setiap harinya untuk setiap unit kendaraan, berarti total pendapatan sekitar Rp1,8 juta. Sehingga bisa dipastikan, setiap harinya mengalami kerugian sekitar Rp 21,6 juta.

Terpisah, Anggota Komisi I DPRD Kota Bekasi dari fraksi PDIP, Nico Godjang mengaku, menyayangkan operasional Transpatriot ini tak berjalan secara maksimal. Padahal memiliki potensi yang bagus untuk meraih PAD.

“Kami melihat potensi Transpatriot ini bagus untuk meraup PAD, namun butuh orang profesional dan kreatif yang mengelola. Jadi, kalau kondisi sekarang belum maksimal artinya perlu ada orang-orang yang lebih kompeten untuk mengggali potensi dari transpatriot ini,” ketusnya.

Menurut Nico, butuh gagasan kreatif agar mendatangkan PAD, sehingga bisa bermanfaat bagi daerah. Karena, diakui Nico, keberadaan angkutan ini bagus bisa untuk menguraikan kemacetan. Khususnya, pada akhir pekan atau Sabtu-Minggu.

“Intinya, kami rasa pengelolaan dari Transpatriot ini perlu dikaji ulang untuk lebih maksimal, karena saya lihat potensinya ada cuma sekali lagi butuh orang kompeten, kreatif dan profesional didalamnya. Misal, untuk urai macet sabtu-minggu itu Transpatriot ini bisa efektif tinggal ujicoba saja dulu bikin aturan yang pergi ke Mall dilarang pakai mobil, sehingga mereka diantar dengan Transpatriot. Selain itu, bisa juga jadi media iklan berjalan. Saya kira banyak potensinya, tinggal dikaji ulang saja,” tandasnya.

Terpisah, Dewan Transportasi Kota Bekasi, Harun Alrasyid mengatakan, menjadi tanggung jawab Pemerintah daerah lewat suntikan APBD sebagai public service obligation (PSO) dalam menyiapkan transportasi massal yang nyaman, aman dan murah. Menurutnya, pengadaan transportasi ini orientasi bukan keuntungan, namun dalam rangka untuk berikan manfaat buat masyarakat terhadap transportasi massal yang nyaman, aman dan murah.

“Tapi, orientasinya bukan terkait keuntungan tapi bagaimana Pemda menjalankan tanggungjawab bagi masyarakat dalam menyediakan transportasi yang nyaman, aman, dan murah dengan menyisihkan APBDnya. Tapi bukan berarti tidak boleh untung, boleh tapi sifatnya itu benefit,” kata Harun.

“Jadi, artinya benefit itu keuntungan yang dikembalikan untuk kebutuhan dan bermanfaat buat masyarakat. Misalnya, menambah armada, perbaikan fasilitas baik kendaraan atau jalan, serta fasilitas seperti shelter, artinya untuk memberikan masyakat lebih nyaman. Termasuk, untuk perbanyak rute,” sambungnya.

Adapun terkait kondisi Transpatriot ini, diakui Harun, belum maksimal dikelola karena memang kurangnya fasilitas agar mendorong minat dari warganya menggunakan angkutan tersebut. Harun menyebut, ada tiga poin menjadi faktor keberhasilan dari setiap moda transportasi yang perlu di perhatikan Pemerintah, yakni jumlah, rute, dan manajemen perusahaan.

“Tapi, hal ini tentu juga perlu untuk menyiapkan fasilitas jalan yang memadai dan hal itu memang agak sulit bagi kota Bekasi. Dan saya kira sudah saatnya Pemkot berfikir agar menyediakan moda transportasi berbasis rel, karena tujuan adanya hal ini untuk upaya mengurai macet sehingga dengan kondisi daerah ini, saya kira sudah saatnya dipikirkan untuk lebih berbasis rel,” tutupnya. (mhf)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin