Berita Bekasi Nomor Satu

Duta Youtuber

SAYA kaget: Gina jadi YouTuber di Korea Selatan. Tentu saya ingin menulis tentang dia nanti. Soalnya, saya punya hubungan khusus dengan Gina.

Tapi kali ini saya menulis dulu tentang YouTuber dari Los Angeles, Amerika Serikat. Juga asal Indonesia. Namanya: Butce Lie.

Tempat tinggalnya yang strategis membuat Butce bisa mewawancarai Yurike Sanger –yang kini tinggal di kota kecil San Bernardino, tidak jauh dari Los Angeles.

Istri ke-7 presiden Indonesia pertama itu kini baru berumur 76 tahun. Dia memang lahir tepat di tahun 1945 –saat Indonesia merdeka. Yurike masih tampak cantik. Dan modis. Masih lebih muda dari perkiraan siapa saja. Dan memang, saat dikawini Bung Karno, ia masih berstatus pelajar SMA. Jarak umur antara Bung Karno dan Yurike lebih jauh dari siapa yang kawin dengan siapa itu…

Sebenarnya saya kecewa dengan wawancara itu. Hanya mengungkap sedikit sekali dari begitu banyak yang ingin diketahui dari Yurike. Tapi yang kecewa kelihatannya hanya saya sendiri. Buktinya viewer wawancara itu berkali-kali lipat lebih banyak dari wawancara-wawancara di YouTube saya.

Berarti saya harus belajar dari Butce. Bahwa mendalam itu belum tentu menarik. Ini kelihatannya memang zaman ”kulit pun laku”.

Tapi Butce memang jeli. Ia wawancara sisi mistik dari Bung Karno. Pemirsa rupanya senang yang mistik-mistik. Termasuk, meski pun, ternyata Yurike justru membantah semua itu: tidak benar Bung Karno bisa menghentikan hujan dengan hanya mengibas-kibaskan uang. Atau uang bergambar Bung Karno, kalau dikibaskan, bisa menghentikan hujan. “Mungkin yang mengibaskan itu pawang hujan,” jawab Yurike terkekeh.

Isu bahwa Bung Karno suka bersemedi juga dibantah Yurike. “Kalau suka salat, sembahyang, iya,” katanyi. Demikian juga soal benda keramat. Menurut Yurike Bung Karno tidak pernah membawa benda keramat.

Bahwa sisa-sisa makanan Bung Karno diperebutkan orang, Yurike menilai itu karena begitu banyak orang yang mendewakannya.

Hanya itu. Tapi wawancara ini larisnya bukan main. Kewartawanan kelihatannya terlalu rumit. Doktrin jurnalistik itu terlalu ideal. Padahal dengan begitu saja sudah laris sekali. Tapi setidaknya orang memang mendapat informasi terkini: di mana Yurike sekarang.

Seperti apa penampilannya. Butce menjawab penasaran itu, sekaligus melahirkan penasaran baru yang lebih banyak. Misalnya dengan siapa Yurike di San Bernardino sekarang ini. Bagaimana dengan suami ke-3-nyi yang bule itu. Apakah juga punya anak seperti dengan suaminyi yang kedua: tiga anak.

Yang juga laris adalah wawancara Butce dengan Pendeta Hanna Kristanto. Yang di tahun 2012 mengaku melihat surga selama tiga jam. Yakni ketika Hanna sakit. Saraf belakangnyi tertarik saat bersin. Hanna sampai pingsan. Yakni saat dia memaksakan diri ke kantor untuk acara doa Selasa pagi dan kajian Injil secara pastoral.

Saat itu Hanna, adik pengusaha grup Lippo Jimmy Oentoro, merasa dibawa ke surga. Yang indahnya tak terpermanai. Sebagai orang yang sudah menjelajah dunia, Hanna mengatakan keindahan surga tidak bisa dibandingkan dengan yang paling indah di Istana Pittsburg atau gedung konser di Berlin.

Hanya pendek wawancara Butce dengan Hanna itu. Sekitar lima menit. Tapi begitu larisnya. Mengalahkan banyak yang lebih serius.

Kalau ukuran laris itu yang menjadi pedoman YouTube membayar YouTuber-nya, Butce sukses dengan caranya itu.

Demikian juga ketika Butce mewawancarai pendeta muda Surabaya, Philip Mantafo. Yang menceritakan pengalamannya dibawa Tuhan ke neraka.

Gara-gara wawancara Butce itu saya sampai mencari khotbah panjang Mantafo di YouTube. Lebih satu jam. Yakni saat ia menceritakan pengalamannya di neraka. Saya ingin tahu: apakah gambaran neraka di Kristen juga sama dengan neraka di Islam.

Saya pernah menghadiri khotbahnya Philip Mantafo. Yakni saat saya menghadiri perayaan Natal gereja Mawar Sharon Surabaya. Muda. Langsing. Tinggi. Ganteng. Dengan pakaiannya yang berselera tinggi.

Ternyata nerakanya orang Kristen sangat mirip dengan nerakanya orang Islam. Ada wanita cantik yang disiksa berat. Termasuk sampai kemaluannya mengeluarkan cacing-cacing yang menjijikkan. Ada pula laki-laki yang lidahnya ditarik dan dipotong-potong –karena saat di dunia sering berbohong.

Saya juga ingat bacaan novel saya. Yang ditulis Dan Brown. Yang menceritakan seniman Italia, Dante-lah, orang pertama yang menggambarkan neraka secara detail.

Kitab suci tidak ada yang menceritakan neraka dengan deskripsi yang begitu detail. Dante-lah yang pertama menuliskannya. Lalu menjadi anggapan umum begitulah neraka.

Sejak ada penggambaran neraka yang begitu detail jumlah orang yang ke gereja naik 20 persen. Zaman itu. Tahun 1300-an itu.

Saya belum bertanya ke teman saya di Mawar Sharon: apakah jumlah pengunjung gerejanya juga meningkat setelah khotbah Mantafo itu beredar luas.

Posisi Butce yang di Los Angeles membuat ia bisa bertemu banyak orang terkenal. Yakni mereka yang berkunjung ke Los Angeles. Seperti pendeta Hanna dan Philip Mantafo. Atau juga ketika ustad Felix Siaw ke sana.

Apalagi Butce juga membuka rumahnya untuk jadi tempat mampir. Termasuk bisa bermalam di rumahnya itu. Beberapa penyanyi Jakarta juga pernah bermalam di rumah Butce.

Butce sendiri ketika di Surabaya, ikut gereja karismatis Bethany. Bahkan pendiri Bethany, Abraham Alex, juga tinggal di rumahnya saat ke Los Angeles. Dan adik perempuannya memang dikawini Aswin, anak ke-2 Alex.

Butce menghabiskan SD sampai SMA di sekolah negeri di Biak. Di Surabaya Butce kuliah di ITS. Jusuran teknik lingkungan. Lulus tahun 1994. Lalu bekerja di perusahaan swasta, sangat sebentar. Setelah itu ia mampir ke perusahaan ikan di Jakarta milik Handoko, teman ibunya. Handoko inilah yang menawari Butce ke Amerika. Untuk menjadi pedagang ikan. Dan coral. Dari Indonesia. Handoko yang memasoknya.

Sang ibu membekali Butce 1000 dolar. Harus cukup. Yang 600 dolar dipakai Butce untuk menyewa gudang kecil di Los Angeles. Selama dua tahun. Di gudang itu pula, awalnya, ia tidur.

Itu 24 tahun yang lalu.

Butce pun kini jadi tokoh masyarakat Indonesia di Los Angeles. Ia jadi pengurus inti diaspora Indonesia. Yang setiap dua tahun berkongres di Jakarta.

“Mengurus ikan itu sulit,” ujar Butce.

Akhirnya ia lebih fokus berdagang coral. Waktu Ibu Susi Pudjiastuti menjadi menteri perikanan dan kelautan, Butce pusing. Tidak bisa mendapatkan coral dari Indonesia. Padahal coral Indonesia dikenal sangat beragam. Laut tropis Indonesia membuat kekayaan bawah lautnya juga penuh variasi.

Kini Butce kembali lega. Coral Indonesia sudah diizinkan kembali diekspor. Tapi, kata Butce, coral yang dikirim kepadanya itu 70 persen hasil budidaya.

Para nelayan ternyata tidak hanya menangkap benur lobster.

Sekarang ini, di Amerika bisnis coral lagi baik. Itu akibat pandemi. Banyak orang hanya di rumah. Mereka menjadi punya waktu membersihkan akuarium. Lalu mempercantiknya. Dengan coral baru.

Sang ibu kini masih di Indonesia. Di Biak, Papua. Menjadi tokoh wanita di sana. Sang ibu membangun vihara. Ia pimpinan Buddha di Biak.

Sedang suaminyi, almarhum, mendirikan Gereja di Biak. Menjadi tokoh Kristen di sana.

Kakek-buyut sang ibu tiba di Sulawesi Selatan ketika masih bujang. Indonesia belum berdiri kala itu. Ia kawin dengan putri raja Marros, pinggiran kota Makassar sekarang ini.

Kakek Butce juga menjadi tokoh masyarakat Tionghoa di Makassar. Tinggalnya di Tamajene, yang sekarang disebut Lorong Dua Makassar.

Di dekat situlah terjadi pembantaian besar-besaran oleh penguasa Belanda, Westerling. Orang Sulsel mengklaim angka korbannya 40.000 orang. Itu tahun 1946. Di Jawa kemerdekaan Indonesia sudah diproklamasikan. Di Makassar, Belanda masih ngamuk. Penguasa melakukan razia. Yang dianggap pro kemerdekaan dikumpulkan dan ditembak mati. Secara masal.

Butce mewawancarai ibunya untuk peristiwa ini. Sang ibu mendapat cerita dari bapaknya. Engkong Butce. Engkong Butce itulah yang melaporkan kejadian itu ke konsul Tiongkok di Makassar. Laporan itu, katanya, ikut membuat pembantaian masal tersebut dihentikan.

Keluarga ini masih menyimpan benda-benda terkait dengan itu. Termasuk benda berupa bintang emas, penghargaan dari Sun Yat Sen –proklamator RRT. Itu karena buyut Butce pernah menggalang dana dari masyarakat Tionghoa untuk mendukung kemerdekaan RRT.

Bahkan menurut Butce, engkongnya itu pernah diminta pulang ke Tiongkok untuk diangkat menjadi gubernur di Nanjing ­kala itu disebut Nanking.

Perjalanan pulang itu hanya sampai di Filipina. Mereka balik ke Makassar. Itu karena ibu dari buyut Butce itu –­si putri raja Marros­– sakit keras.

Butce sendiri kini menjadi warga negara Amerika. Ia praktis jadi juru bicara yang netral bagi Indonesia. Ia juga aktif di politik di sana. Memperjuangkan hak-hak minoritas Tionghoa asal Indonesia.

Di acara-acara itu, Butce biasanya mengenakan pakaian adat suku-suku di Indonesia. Terutama gabungan antara Bali dan Batak.

Di YouTube terakhirnya, Butce mewawancarai dokter asal Indonesia, Anthony, yang baru pensiun dari Mayo Clinic yang terkenal itu. Juga mewawancarai dokter Lukas yang juga asal Indonesia. Banyak isu negatif tentang Covid-19 dan vaksinasi diluruskan di situ.

Butce, seperti juga Gina, tetap bisa menjadi duta yang produktif bagi Indonesia.(Dahlan Iskan)

Solverwp- WordPress Theme and Plugin