Berita Bekasi Nomor Satu

BUMN Pekerjakan Tunawisma

Anjal Resahkan Warga Dirazia
Illustrasi : Petugas Satpol PP merazia anak punk di Kawasan Perumnas 1, Bekasi Selatan, Senin (28/5). Razia gabungan yang terdiri Satpol PP dan Polisi tersebut mengamankan 12 Penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) yang nantinya akan dilakukan pendataan oleh Dnas Sosial Kota Bekasi. RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI.

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Kebijakan Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini yang melibatkan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) atau Tunawisma untuk bekerja di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Waskita Karya Tbk menuai kritik dari masyarakat. Warga Kota Bekasi yang menjadi korban Pemutusan Hubungan kerja (PHK) saat Pandemi Covid-19 meminta pemerintah memikirkan nasib mereka.

Menjelang akhir tahun 2020 kemarin, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kenaikan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di sejumlah kota, termasuk Kota Bekasi. Sempat berkurang pada kurun waktu 2018 sampai 2019, TPT tercatat naik selama pandemi, naik 2,38 persen diakhir 2020.

Dibandingkan dengan total jumlah angkatan kerja, jumlah pengangguran terbuka mencapai 160.200 orang. Bagi korban pengurangan karyawan yang nekat, mereka akan memutuskan untuk banting setir membuka usaha kecil, bagi mereka yang pasrah, saat ini hanya menunggu dan mencari informasi lowongan pekerjaan.

Salah satu korban pengurangan karyawan, Aim (29) meminta pemerintah untuk segera ikut memikirkan kelanjutan hidup mantan karyawan yang terkena PHK. Ia adalah satu dari 100 karyawan di salah satu perusahaan di Kecamatan Bantargebang yang terkena PHK sepihak oleh perusahaan, saat ini nekat mencoba membuka usaha sablon.

Selama ini, ia mengaku telah mencoba melamar pekerjaan ditempat lain, namun alasan pandemi selalu ia terima seiring dengan penolakan lamaran yang dikirimkan. Selain ia, ratusan kawannya yang lain juga mengeluhkan hal yang sama, bahkan tidak jarang kawannya meminta pertolongan informasi lowongan pekerjaan yang memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

“Masih komunikasi (dengan mantan rekan kerja yang ikut diberhentikan), bahkan mereka pun kebingungan mau ngapain, kadang mereka bilang ajak-ajak dong kalau ada kerjaan. Banyak keluhan seperti itu,” katanya kepada Radar Bekasi, Minggu (25/1).

Ia meminta kepada pemerintah untuk ikut memikirkan mantan karyawan yang bernasib sama sepertinya, terlebih bagi mereka yang sudah hampir habis masa produktifnya, tentu akan sulit untuk mendapatkan kembali pekerjaan, kalaupun ada lowongan. Pemerintah perlu memikirkan mereka yang dinilai memiliki keinginan untuk tetap bekerja dengan kemampuan yang dimiliki, tidak pasrah sehingga menjadi masalah sosial ditengah masyarakat.

Saat ini ia memilih membuka usaha sablon untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sambil menunggu peluang untuk kembali bekerja. Uang pesangon enam bulan gaji dan uang jaminan kesehatan (BPJS Ketenagakerjaan) yang ia cairkan dimanfaatkan menjadi modal usaha, belajar dari tutorial YouTube.

“Harapan kita gini ke pemerintah, mereka bisa memprioritaskan hal-hal yang seperti tadi, ketika ada yang kena PHK, terus usianya diatas 30 atau 40 tahun , tapi dia masih mampu untuk kerja,jangan diabaikan seperti ini,” ungkap warga yang tinggal di Bantargebang ini.

Setelah 8 Januari lalu Risma mengantarkan lima orang PMKS untuk bekerja di kawasan bisnis yang dikembangkan oleh PP Property, pekan lalu ia kembali mengantarkan 15 PMKS untuk bekerja di PT Waskita Karya. Mereka adalah pemulung binaan Balai Karya Pangudi Luhur Bekasi dan Lembaga Kesejahteraan Sosial Education, Religion Bee Entertainment (LKS ERBE).

“Tinggalnya ada yang di balai, engga terlalu jauh dari sini, mereka macem-macem asalnya. Ada dari Sulawesi, Jakarta, Jakarta, Jakarta, Yogya, Brebes, Jakarta, Jakarta, Garut,” katanya di Bekasi belum lama ini.

Rencananya, Mensos akan menggunakan balai yang ada di beberapa daerah untuk sementara PMKS tinggal, sebelum bisa mandiri. Difungsikannya balai di beberapa daerah ini membuat PMKS tidak tertarik untuk semua pergi ke ibu kota, tetap berada di wilayah masing-masing.

Setelah puluhan orang yang biasa berprofesi sebagai pemulung ini, rencananya akan menyusul 12 orang di waktu mendatang. Mereka sedang disiapkan, diberikan pelatihan untuk diberikan pekerjaan. Hasil perbincangannya dengan belasan PMKS, rata-rata mereka mengantongi penghasilan Rp30 ribu.”Sehingga beban ibu kota kita ini menjadi lebih ringan karena tidak dipadati oleh warga yang bisa kita stop di ibu kota provinsi dengan balai-balai kita,” tambahnya.

Konsistensi Mensos batu ini ditantang oleh Koalisi Persampahan Nasional (KPNas), mereka berharap kebijakan ini tidak bersifat politis, hanya untuk jangka waktu pendek. Penyelesaian masalah kemiskinan di Wilayah Jabodetabek saja diingatkan tidak cukup dengan memberikan kerja pada 15 orang.
“Mudah-mudahan menteri baru ini maksudnya baik, tindakannya sudah dikasih contoh bawa 15 orang, minimal setahun bisa satu juta atau dua juta lah,” kata Ketua KPNas, Bagong Suyoto.

Paling pokok, pemerintah harus memiliki data yang sama dan valid mengenai jumlah pemulung, gelandangan, pengemis, dan kaum miskin kota lainnya. Ketepatan data ini dapat dimanfaatkan untuk menyusun kebijakan dan perencanaan pembangunan yang baik bagi pemerintah, sampai dengan saat ini persoalan data masih carut marut antara satu lembaga dengan lembaga lain.

Ke dua, profil pemulung harus dimiliki secara tepat dan menyeluruh oleh pemerintah, profil pemulung ini sebagai dasar untuk memutuskan kebijakan kongkrit menyelesaikan masalah kemiskinan, bukan sekedar kepentingan politik jangka pendek. Perlu ditelusuri setiap kaum miskin kota yang dijumpai, sebelum diberikan pekerjaan, perlu ditelusuri status ekonomi yang bersangkutan benar-benar miskin atau tidak.

“Saya kasih contoh, tidak semua pemulung di Bantargebang itu tidak punya rumah dikampungnya. Ada yang pemulung migran, jadi kalau musim padi dia pulang, ngurusin padinya, nunggu musim panen dia ke Bantargebang, mulung sampah supaya mendapat uang kontan setiap hari,” tambahnya.

Penyelesaian masalah PMKS juga tidak hanya berhenti di ibu kota, perlu juga dilakukan di beberapa daerah, termasuk Kota Bekasi. Kebijakan yang telah berjalan tidak serta merta menahan orang datang ke Jakarta, struktur sosial masyarakat Indonesia mendorong setiap orang untuk memperbaiki derajat hidup, terutama dari segi ekonomi.

Sampai dengan saat ini, Bagong menyampaikan sasaran dari anggaran triliunan rupiah dalam Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) belum sama sekali dirasakan oleh pemulung.

Memasuki akhri pekan lalu, Pemerintah Kota Bekasi bekerja sama dengan salah satu lembaga untuk melaksanakan job fair. Dalam pelaksanaannya, jobfair pertama selama masa pandemi inidilakukan secara daring.

Tahun lalu, job fair diakui tidak dilaksanakan lantaran terbentur dengan pandemi Covid-19. Situasi ini berdampak pada banyak perusahaan, sehingga mempengaruhi daya serap tenaga kerja.”Insyaallah kedepan akan terus dilakukan, selama ada kebutuhan dari perusahaan,” kata Kepala Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Bekasi, Ika Indah Yarti.

Hal ini dilakukan sebagai salah satu upaya memfasilitasi tenaga kerja di Kota Bekasi, job fair total diikuti oleh 119 perusahaan di Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Jakarta, Tangerang, Bogor, Depok, dan Tasikmalaya. Event ini disiapkan untuk lebih dari 1000 pencari kerja.

Selain membuka kesempatan kerja sebagai karyawan, pihaknya juga menaruh harapan kepada munculnya wirausaha baru dari pelatihan-pelatihan yang dilakukan di wilayah Kota Bekasi.”Yang lainnya saya berharap dari pelatihan-pelatihan yang ada di BBPLK untuk dapat menciptakan wirausaha baru,” tukasnya. (Sur)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin