Berita Bekasi Nomor Satu

Penderita Glaukoma Butuh Penanganan Berkesinambungan

BERI PENJELASAN: dr. Iwan Soebijantoro, SpM(K) (kanan atas) menjelaskan seputar kesehatan mata dalam acara JEC Eye Talks secara daring, Rabu (17/3). FOTO: ISTIMEWA
BERI PENJELASAN: dr. Iwan Soebijantoro, SpM(K) (kanan atas) menjelaskan seputar kesehatan mata dalam acara JEC Eye Talks secara daring, Rabu (17/3). FOTO: ISTIMEWA

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Penderita glaukoma membutuhkan penanganan berkesinambungan secara disiplin. Bila tidak, glaukoma berpotensi menyempitkan lapang pandang mata sehingga penderitanya hanya bisa melihat objek seolah dari lubang kunci.

Bahkan, sampai buta total, tanpa bisa disembuhkan. Di tengah pandemi Covid-19, kebutuhan pemeriksaan berkala tersebut tentunya menjadi tantangan bagi penderita glaukoma.

Glaukoma menjadi penyebab utama kebutaan di seluruh dunia, tertinggi kedua setelah katarak. Bersifat kronis, glaukoma memberi dampak sangat besar terhadap kualitas hidup penyandangnya. Mulai perasaan cemas sampai depresi karena adanya risiko kebutaan, aktivitas sehari-hari penderita juga mengalami keterbatasan lantaran lapang pandang mereka terganggu. Kehidupan sosial pun terkendala karena hilangnya penglihatan yang berangsur-angsur, serta harus bergantung kepada orang lain sehingga produktivitas penderita pun menurun.

“Sayangnya, situasi glaukoma di Indonesia masih memprihatinkan lantaran penderita seringkali baru mencari pengobatan ketika sudah pada stadium lanjut,” ujar dr. Iwan Soebijantoro, SpM(K) selaku Dokter Subspesialis Glaukoma JEC, saat JEC Eye Talks secara daring dalam rangka memperingati Word Glaucoma Week 2021, Rabu (17/3).

Karenanya, lanjut dia, penatalaksanaan glaukoma sedini mungkin melalui pemeriksaan berkelanjutan dan pengawasan dokter ahli secara konstan sangatlah penting. Tak terkecuali, saat pandemi Covid-19.

“Tujuannya, agar progresivitas penyakit ini dapat dikontrol dan kerusakan saraf mata bisa diperlambat sehingga kebutaan pun tercegah,” imbuhnya.

JEC hingga 2020 telah menangani lebih dari 51.810 pasien glaukoma selama sebelas tahun terakhir. Khusus pada 2020, ketika pandemi Covid-19 mulai berlangsung, JEC mengalami penurunan jumlah kunjungan pasien glaukoma sebesar 20 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Menurut Dr. Iwan, berkurangnya kuantitas dan frekuensi kunjungan pasien sepanjang 2020 sangatlah bisa dipahami. Sebab, keselamatan diri dan keluarga dari paparan wabah Covid-19 tentunya menjadi prioritas seluruh masyarakat.

Alasan ini pula yang mendorong JEC untuk bergerak cepat dan seawal mungkin mengantisipasi kemungkinan transmisi virus Covid-19 di seluruh cabangnya.

“Dengan pelaksanaan protokol kesehatan yang ketat dan tegas, kami berharap masyarakat tetap leluasa mendapatkan penanganan kesehatan mata secara aman. Tak terkecuali bagi penyandang glaukoma yang membutuhkan pemeriksaan berkelanjutan dan pengawasan dokter ahli secara konstan,” ujarnya.

JEC juga menghadirkan JEC @ Cloud guna mempermudah pasien berkonsultasi kesehatan mata secara daring dan mendapatkan pertolongan pertama saat pandemi Covid-19. Melalui layanan ini, kondisi glaukoma pasien bisa terus terpantau. Dengan demikian, dokter juga bisa segera memberikan rekomendasi tindakan lebih lanjut apabila kondisi glaukoma pasien memburuk.

Dari sisi layanan, JEC memiliki JEC Glaucoma Service yang komprehensif dan modern bagi pasien glaukoma, mulai tahapan edukasi dan konsultasi, diagnostik, serta tindakan medis hingga bedah. Layanan ini diperkuat 11 dokter spesialis glaukoma dan tenaga medis mumpuni, serta teknologi terkini dan sistem pendukung unggulan, tak terkecuali hospitality optimal. Tak hanya layanan khusus yang komprehensif dan modern, JEC Glaucoma Service juga memungkinkan prosedur pemeriksaan dengan journey time lebih singkat, namun tetap mengedepankan penanganan glaukoma yang andal dan berkesinambungan.

JEC Glaucoma Service menawarkan opsi pengecekan secara komplet, mulai pemeriksaan tekanan bola mata berakurasi sangat tinggi (Goldmann Applanation Tonometry), evaluasi struktur saraf mata (Optical Coherence Tomography), pemeriksaan luas lapang pandang (Humphrey Visual Field Perimetry), pemeriksaan sudut bilik mata depan (gonioscopy), hingga pemeriksaan optic disc dan retina mata (Foto Fundus). Bagi pasien glaukoma yang memerlukan tindakan lebih lanjut, JEC Glaucoma Service memberikan alternatif layanan operasi dengan implant dan iStent (metode bedah terbaru dengan tahapan invasif yang minim, menggunakan small titanium implant). Selain itu, untuk terapi, JEC Glaucoma Service menyediakan obat-obatan khusus yang hanya tersedia di JEC.

Prof. DR. dr. Widya Artini Wiyogo, Sp.M(K) selaku Ketua Layanan Glaukoma JEC Eye Hospitals & Clinics, mengatakan, penanganan glaukoma tanpa pemeriksaan teratur pada dasarnya berbahaya. Pihaknya mengkhawatirkan pasien yang belum bisa melanjutkan pemeriksaan, terutama mereka yang kondisi glaukomanya tergolong progresif.

Sebelum pandemi, pada pasien yang berkunjung rutin pun masih didapati adanya peningkatan tekanan bola mata atau kerusakan saraf optik. Mengingat glaukoma bisa asimtomatik, sangat mungkin penderita tidak menyadari terjadinya penurunan fungsi penglihatan mereka.

“Artinya, menunda-nunda pemeriksaan berkala dalam jangka waktu yang panjang bisa memperburuk glaukoma mereka. Ingat, kerusakan saraf mata karena glaukoma tidak dapat disembuhkan, dan kebutaan akibat penyakit ini berlangsung permanen,” papar Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Dokter Subspesialis Glaukoma tersebut. (oke)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin