Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

Pengawasan Prokes Belum Efektif

KBM
ILUSTRASI: Petugas membersihkan meja di ruangan kelas saat persiapan KBM tatap muka di SMPN 2 Kota Bekasi, beberapa waktu lalu. Persiapan harus dilakukan sejak jauh hari oleh Pemerintah Kota Bekasi jika ingin kembali mengizinkan KBM tatap muka mulai Juli 2021. RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Sepekan pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) pada masa Adaptasi Tatanan Hidup Baru Satuan Pendidikan (ATHB-SP) belum sepenuhnya efektif, adaptasi kebiasaan baru bagi siswa menjadi hal penting selama ATHB-SP. Mengesampingkan efektifitas pembelajaran dari sisi akademis, efektifitas terhadap kepatuhan Protokol Kesehatan (Prokes) di luar lingkungan sekolah dinilai belum efektif.

Pengamat pendidikan, Imam Kobul Yahya menyoroti tiga aspek dalam PTM, yakni kepatuhan protokol kesehatan, proses pembelajaran, dan waktu yang diperlukan bagi siswa untuk membiasakan diri, ketiganya dinilai belum efektif. Namun, ia menekankan pada proses adaptasi bagi siswa dalam proses pendidikan ditengah masa pandemi.

“Pertama efektifitas pengelolaan protokol kesehatan sama efektifitas sekolah karena waktunya terbatas. Yang ketiga dia belum bisa menjalankan adaptasi pembelajaran tatap muka karena hari ini belajar tatap muka besoknya sudah Daring lagi, jadinya berulang-ulang,” paparnya.

Sistim Prokes di lingkungan sekolah dinilai sudah berjalan dengan baik, kenyataan ini tidak bisa dipastikan sama dengan perjalanan siswa dari dan ke sekolah, berikut saat berada di rumah. Selama ini belum bisa dijamin, Prokes yang dijalankan oleh siswa di luar lingkungan sekolah berjalan sesuai dengan ketentuan yang diatur.

Hari-hari berikutnya, sekolah harus bekerja sama dengan orang tua untuk melakukan pengawasan kepada siswa.”Maksudnya apakah anak ini mampu melaksanakan protokol Kesehatan sesuai anjuran di sekolah, kan gitu sekarang pertanyaannya. Nah itu nggak bisa dipantau, padahal penyakit itu bukan hanya ada di sekolah,” tambahnya.

Selanjutnya, efektifitas pembelajaran di sekolah dinilai tidak efektif lantaran waktu belajar sangat singkat dan terbatas. Dengan waktu pembelajaran 20 sampai dengan 25 menit, satu pembahasan menurutnya tidak akan selesai dan dipahami oleh siswa.

Terakhir adalah waktu yang dibutuhkan oleh siswa untuk beradaptasi akan berlangsung lama, hal ini terjadi lantaran siswa melaksanakan PTM untuk beradaptasi secara bergantian. Setiap siswa yang hadir di sekolah hari ini akan kembali pada proses pembelajaran Daring pada hari selanjutnya, pembiasaan harus dilakukan secara berulang-ulang.

Namun menurut Imam, yang terpenting pembiasaan siswa terhadap proses PTM di masa pandemi bisa tercapai. Pertimbangan penambahan Rombel dinilai mungkin saja untuk dilakukan selama tempat atau ruang kelas yang tersedia di sekolah mencukupi, sesuai ketentuan kapasitas siswa yang boleh berada dalam satu ruang kelas.

Sekolah juga perlu memperhatikan kondisi guru, harus diperhatikan apakah semua guru dapat hadir PTM atau tidak, terutama guru berusia 50 tahun ke atas, serta guru yang memiliki catatan riwayat penyakit. Penambahan jam belajar belum bisa dilakukan oleh sekolah dengan pertimbangan jika berlangsung normal pada setiap mata pelajaran harus memberikan waktu istirahat.

“Kalau masuknya jam 12 kan ada makan siang, nanti kantinnya buka lagi, jadi bermasalah lagi, dia jajan lagi, kesana kemari,” tukasnya. (Sur)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin