Berita Bekasi Nomor Satu

26 Persen Keluarga Miskin Andalkan Bansos untuk Bertahan Hidup

ILUSTRASI: Warga mengambil bantuan sosial (Bansos) sembako di Kawasan Jakasetia, Bekasi Selatan, beberapa waktu lalu. Kementrian sosial mengganti bantuan sosial (Bansos) sembako dengan bantuan sosial (Bansos) tunai. RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI.
ILUSTRASI: Warga mengambil bantuan sosial (Bansos) sembako di Kawasan Jakasetia, Bekasi Selatan, beberapa waktu lalu. Kementrian sosial mengganti bantuan sosial (Bansos) sembako dengan bantuan sosial (Bansos) tunai. RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI.

RADARBEKASI.ID, JAKARTA – Survey Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) menemukan bahwa ada beberapa faktor yang menjadi penentu dari kuat tidaknya daya tahan keluarga miskin dalam mengarungi badai pandemi. Faktor tersebut antara lain tingkat keharmonisan keluarga, kerja yang lebih keras, eksistensi bantuan sosial yang diterima dan kembali kepada alam seperti bertani atau beternak.

“Pertama, tingkat keharmonisan keluarga yang relatif terjaga baik pada lebih dari 90 persen responden selama pandemi, membuat keluarga miskin mampu menjaga ikatan pasangan suami-istri, mempertahankan komunikasi antar anggota, yang pada gilirannya kemudian berdampak positif pada solidaritas dan pembagian tugas antar anggota keluarga,” kata Direktur IDEAS, Yusuf Wibisono, Senin (3/5).

Yusuf mengatakan, dalam menghadapi hidup yang semakin sulit, sebesar 37,7 persen responden mengaku harus bekerja lebih keras selama pandemi untuk dapat bertahan, dimana hal ini dilakukan selain dengan menambah jam kerja kepala keluarga, juga dengan mendorong anggota keluarga masuk ke dalam pasar tenaga kerja.

“Solidaritas dan pembagian tugas antar anggota keluarga mendorong partisipasi kerja dari anggota keluarga seperti istri dan anak, dalam rangka membantu kepala keluarga untuk menambah penghasilan keluarga,” ungkap Yusuf.

BACA JUGA: Bazar Ramadan Libatkan Puluhan UMKM

Selanjutnya adalah eksistensi bantuan sosial (bansos) menjadi faktor yang paling dominan dalam ketahanan keluarga miskin di era pandemi ini. Sebesar 60,3 persen responden menyatakan keberadaan bansos adalah penting bagi mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

“Sedangkan 26,2 persen responden lainnya menyatakan bansos adalah sangat penting dimana tanpanya mereka tidak akan bisa bertahan,” tutur Yusuf.

Ketika ditanya darimana bansos tersebut diperoleh, sebesar 80,0 persen responden mengaku pernah menerima bansos dari institusi pemerintah selama pandemi, 38,1 perse pernah menerima bansos dari lingkungan terdekat dan 11,7 persen pernah menerima bansos dari institusi non pemerintah.

“Dari 810 responden penerima bansos pemerintah, mayoritas menerima diskon listrik PLN, program keluarga harapan, kartu sembako, dan bansos tunai, diikuti kemudian dengan bansos dari pemerintah provinsi, bansos dari pemerintah kabupaten-kota, dan BLT Dana Desa,” ujarnya.

Namun demikian, temuan bahwa masih sekitar 20,0 persen responden di 5 wilayah aglomerasi utama di Indonesia ini yang mengaku sama sekali tidak pernah menerima bansos dari pemerintah selama pandemi.

“Hal tersebut menunjukkan masih besarnya tingkat exclusion error dalam program penanggulangan kemiskinan di masa pandemi ini,” ungkapnya.

Sementara itu, dari 385 responden penerima bansos lingkungan terdekat, mayoritas menerima bantuan dari keluarga, yaitu anak, kerabat dan orang tua, serta dari tetangga dan RT-RW.

“Dan dari 119 penerima bansos institusi non pemerintah, mayoritas menerima dari masjid/musholla/majelis ta’lim dan lembaga zakat, diikuti CSR perusahaan dan parpol,” papar Yusuf.

Faktor terakhir adalah tanah dan alam sekitar menjadi tumpuan keluarga miskin untuk bertahan di masa pandemi. Sebesar 39,3 persen responden menyatakan tanah/alam sekitar adalah penting dan sangat penting bagi mereka, dan 11,3 persen responden mengaku mendapatkan tambahan penghasilan dari tanah/alam sekitar.

“Tambahan penghasilan keluarga miskin dari tanah/alam sekitar mayoritas berasal dari aktivitas berkebun, bertani, dan beternak,” tutup Yusuf.

Untuk diketahui, survey tersebut digelar di lima wilayah aglomerasi utama di Indonesia yaitu Jakarta Raya (Jabodetabek), Semarang Raya, Surabaya Raya, Medan Raya dan Makassar Raya. Survei dilakukan kepada 1.013 kepala keluarga miskin secara tatap muka sepanjang 7 Januari sampai 11 Februari 2021. (oke/fin)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin