Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

Curiga Pasien Dicovidkan

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Keluarga pasien berinsial H yang dinyatakan meninggal dunia awal Januari 2021 di Rumah Sakit (RS) Primaya Hospital Bekasi Utara, mempertanyakan status kematian yang dinyatakan status terkonfirmasi positif Covid-19. Pasalnya, hingga saat ini belum ada kesepakatan antara keluarga pasien dengan manajemen RS terkait tata cara perawatan hingga hingga pasien meninggal dunia.

Pihak keluarga telah berjuang mencari tahu mulai dari rumah sakit hingga laboratorium yang mengeluarkan hasil swab. Pasien yang juga tinggal di Jalan Kaliabang Kelurahan Teluk Pucung Kecamatan Bekasi Utara ini awalnya masuk RS lantaran jatuh dari kamar mandi, ditambah memiliki riwayat penyakit jantung dan diabetes.

Salah satu anak pasien, Deasy Rickawati menjelaskan, setelah jatuh dari kamar mandi kondisi fisik ibunya masih baik, namun kehilangan nafsu makan. Ibunya tidak bisa di rawat di RS Persahabatan yang selama ini menjadi rujukan, lantaran pada saat pandemi RS tersebut dikhususkan untuk merawat pasien Covid-19.

Keluarga sepakat membawa pasien ke RS Primaya Hospital Bekasi Utara untuk mendapatkan perawatan.

Pemeriksaan rapid tes antigen menunjukkan hasil negatif. Mereka membawa pasien dalam keadaan fisik masih bisa berjalan tanpa alat bantu.

Saat ingin memeriksa kesehatan pasien, salah satu dokter memberikan keterangan pasien harus di rawat inap untuk mendapatkan pemeriksaan menyeluruh. “Akhirnya kami setuju untuk dirawat, nah saya obat-obatan yang sebelumnya mamah saya ambil dari RS Persahabatan, karena kan kontrol rutin disana,” terangnya.

Pasien mulai dirawat 30 Desember 2020, keluarga memberikan obat-obatan yang biasa dikonsumsi oleh pasien serta meminta RS Primaya Hospital Bekasi Utara untuk meminta rekam medis ibunya kepada RS Persahabatan.

Hari selanjutnya pasien dirawat, dilakukan swab tes pukul 12.00 WIB. Malam harinya keluarga diberi kabar ibunya terkonfirmasi positif Covid-19. Yang membuat keluarga janggal, pasien masih berada di ruang IGD dengan pasien lain, tidak segera dipindah ke ruang isolasi. Selain itu, dokter dan perawat di lokasi tidak menggunaka Aalat Pelindung Diri (APD) lengkap. Pasca hasil lab keluar dan dinyatakan Covid-19, salah satu anggota keluarga masih diizinkan untuk menunggu pasien 24 jam.

“Nah disitu kita sudah mulai curiga. Kok kalau orang Covid-19 abis periksa mamah saya langsung periksa orang lain, itu nggak papa ?,” katanya mempertanyakan.

Sampai 2 Januari 2021, pihak keluarga masih diizinkan menunggu pasien. Malam harinya pihak RS meminta seluruh anggota keluarga untuk pulang, bahkan diantarkan hingga ke kendaraan masing-masing. Kabar duka disampaikan rumah sakit pukul 06.00 WIB, dalam keadaan sudah berada di ruang isolasi. Kejanggalan lain menyusul saat keluarga meminta foto jenazah, dokter memfoto tanpa mengenakan APD, hanya menggunakan masker.

Akhirnya, keluarga mencoba untuk konsultasi dengan dokter RS Persahabatan yang selama ini menangani penyakit jantung dan diabetes. Hasilnya, daftar obat-obatan yang diberikan dinilai kontra indikasi, atau berbahaya bagi penderita penyakit jantung dan diabetes.

Selanjutnya, keluarga juga berusaha untuk meminta hasil lab pasien dari salah satu laboratorium di Jakarta Selatan dan RS Primaya Hospital Bekasi Timur. Keterangan yang didapatkan keluarga, tidak riwayat pemeriksaan atas nama pasien. Keluarga diizinkan ikut dalam prosesi pemakaman di TPU Tegal Alur, Jakarta Barat dari jarak dekat. Sejumlah petugas nampak tidak menggunakan APD, keluarga pasien juga dikenakan biaya Rp6 juta.

“Prosedur Covid kita nggak ada sama sekali, kaya yang jarak 1 meter, pakai APD lengkap, itu nggak ada. Kami boleh ikut dalam prosesi pemakaman, malah sampai ke liang lahatnya, saya sampai bisa videoin petinya itu turun dan lain-lain, itu masih bisa,” tambahnya.

Belakangan keluarga mengetahui jenazah pasien dibungkus menggunakan kantong plastik limbah medis. Hal ini juga diakui oleh pihak rumah sakit pada salah satu pertemuan, dengan alasan persediaan kantong mayat habis. Pihak keluarga pasien meminta kejelasan proses perawatan hingga proses yang terjadi di kamr jenazah melalui tayangan CCTV RS, namun pihak RS mengelak rekaman CCTV hilang.

Sementara itu, Kepala Divisi Marketing RS Primaya Hospital Bekasi Utara Joko Mulyono mengatakan bahwa ia belum menerima hasil terbaru rapat internal yang dilakukan oleh RS. “Ini belum dapat updatenya, dan ini juga sudah diarahin dari Marcomnya Corporate, nanti saya coba telusur dulu ya,” singkatnya.

Sementara itu, Kabid Pelayanan Kesehatan pada Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bekasi, Eni Herawati juga menyampaikan bahwa kedua belah pihak sudah melakukan pertemuan.”Terkait Primaya Utara, keluarga yang didampingi lawyer sudah mengadakan pertemuan kembali dengan pihak RS setelah pertemuan yang kami fasilitasi,” ungkapnya.

Kuasa hukum keluarga korban, Agustina Magdalena menyampaikan tuntutan keluarga kepada RS adalah merubah status kematian, memindahkan makam pasien dari pemakaman khusus Covid-19, meminta laporan rekaman medis pasien secara lengkap, memberhentikan manajemen, dokter dan perawat yang selama ini berinteraksi dengan keluarga pasien, serta memberikan ganti rugi moril dan materil.

“Kompensasi moril ini karena status kematian pasien, materilnya adalah biaya yang sudah dikeluarkan oleh keluarga pasien selama mencari kebenaran hasil lab dan lainnya,” katanya.

Keluarga pasien dan RS telah melakukan pertemuan dua kali, pertemuan pertama dilakukan 19 Mei, sementara pertemuan kedua berlangsung 25 Mei. Hingga saat ini pihak pasien masih menunggu keputusan terakhir.”Tapi sampai sekarang jawaban itu tidak ada,” katanya.

Menceritakan sedikit kronologis pasien telah melakukan pemasangan tiga ring pada jantungnya. Namun, belakangan diketahui obat yang diberikan selama perawatan bukan obat untuk penyakit jantung yang diderita oleh kliennya.”Jadi pihak keluarga meminta kronologis sakit pasien, itu disomasi dulu, itu pun cuma beberapa lembar,” tukasnya. (sur)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin