Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

Sementara Dirawat di Tenda Darurat

TENDA DARURAT : Petugas medis merawat pasien yang ditampung di tenda darurat RSUD Kota Bekasi, Rabu (23/6). Pendirian tenda darurat dilakukan untuk menampung pasien positif Covid-19. RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Halaman RSUD Chasbullah Abdulmajid (CAM) terlihat berbeda sejak dua hari kemarin. Tenda berwarna orange milik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bekasi terpasang. Ya, tenda darurat tersebut disiapkan untuk mengidentifikasi pasien Covid-19 sebelum masuk ruang rawat.

Tiga tenda berukuran besar disiapkan dengan 30 tempat tidur. Hanya sehari, tempat tidur yang disiapkan di tenda tersebut sudah terisi penuh oleh pasien. “Jadi sebelum masuk ke ruangan, orang akan di skrining di tenda, nanti (ruang) IGD itu akan diubah jadi ruang rawat, yang IGD itu untuk Covid,” terang Direktur Utama (Dirut) RSUD CAM, Kusnanto Saidi, Rabu (23/6).

Sebagai Rumah Sakit (RS) rujukan Covid-19 di Provinsi Jawa Barat (Jabar), RSUD CAM tidak bisa menolak rujukan pasien Covid-19 dari daerah lain, khususnya warga Bogor, Depok dan Kabupaten Bekasi (Bodebek).

Sejauh ini, 60 persen pasien Covid-19 yang dirawat merupakan warga ber KTP Kota Bekasi, sisanya ber KTP luar Kota Bekasi. Ia mengaku tidak bisa menolak setiap pasien yang datang lantaran sebagai RS rujukan Covid-19.Rencana awal empat tenda darurat didirikan, namun kondisi halaman tidak memungkinkan.”Sisanya dari kabupaten, tetangga-tetangga sebelah, kita nggak bisa menolak pasien juga,” tambahnya.

Hingga rabu siang kemarin, tercatat penambahan sebanyak 1.835 kasus, sehingga kasus aktif yang tengah menjalani isolasi mandiri atau dalam perawatan RS menjadi 4.029 kasus. Mengantisipasi lonjakan lebih tinggi lagi, pemerintah Kota Bekasi tengah berencana refocusing anggaran, serta berkonsultasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk pencairan klaim biaya perawatan pasien Covid-19 oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Pemerintah Kota Bekasi mencatat, total pengajuan klaim perawatan pasien Covid-19 yang diajukan sebesar Rp171 miliar. Sementara total yang harus dibayarkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tahun 2020 sebanyak Rp90 miliar. Hingga saat ini, klaim yang telah dibayar Rp47 miliar, tersisa Rp43 miliar yang masih harus dibayarkan kepada RSUD CAM.

Tahun 2021, klaim yang diajukan pada bulan Januari sebesar Rp36,7 miliar, disetujui dari jumlah klaim tersebut Rp24,7 miliar. Bulan Februari hingga Mei lalu, total pengajuan klaim sebesar Rp77 miliar, sehingga total klaim perawatan pasien Covid-19 yang belum dibayarkan Rp144 miliar.

“Nah kemarin sudah disampaikan, mudah-mudahan dalam Minggu ini ada beberapa yang bisa dicairkan, karena untuk operasional, kalo nggak RSUD kita bisa shutdown,” kata Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi.

Dalam periode lonjakan kasus kali ini, wilayah RT zona kuning yang sebelumnya menyisakan kurang dari 200 RT. Dewasa ini melonjak drastis menjadi 750 RT atau menginjak 10 persen dari jumlah RT sebanyak 7.038.

Rahmat mengaku telah meminta bantuan dari berbagai pihak, diantaranya TNI dan POLRI untuk pasien lain sementara tidak dilarikan ke RSUD CAM. Meskipun bertetangga, Rahmat menilai 40 persen mengganggu ketersediaan tempat tidur untuk pasien ber KTP Kota Bekasi dalam situasi ini.

Alternatif selanjutnya adalah memanfaatkan RSUD tipe D yang memiliki halaman luas, penanganan yang akan dilakukan tidak berbeda dengan yang baru saja dilakukan di RSUD CAM, yakni menggunakan tenda darurat. Selain itu, ia mengaku telah melihat RS Budi Lestari, di RS tersebut total ada 18 ruang rawat yang bisa dimanfaatkan jika keadaan semakin mendesak.”Kalau terus-terus, kita akan ambil langkah, ambil tindakan, bisa pakai Budi Lestari,” ungkapnya.

Sementara itu, Ketua DPRD Kota Bekasi, Choiruman Joewono Putro mengatakan perubahan postur APBD harus dilakukan melalui DPRD Kota Bekasi. Menanggapi situasi ini, menurutnya DPRD akan membantu jika perubahan postur anggaran benar-benar dibutuhkan.”Kemungkinan besar kita membutuhkan perubahan dengan RAPBD atau berkonsultasi ke pusat apabila ada hal-hal seperti ini,” paparnya.

Perubahan postur anggaran tanpa RAPBD menurutnya membutuhkan payung hukum dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri), yakni dalam bentuk Permendagri seperti tahun 2020. Kemungkinan besar anggaran yang bisa digeser adalah anggaran yang sebelumnya berada pada pos pembiayaan infrastruktur.”Karena sudah mau setengah tahun masih banyak yang belum terserap. Karena kan di bulan keenam ini harusnya sudah 50 persen,” ungkapnya. (sur)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin